"Bekerja di sawah, apakah ada cuti?" Itu mungkin yang ada di benak kita. Jangan salah, walaupun tempatnya blepotan lumpur, memakai baju kotor, ternyata semua teratur. Sebagai pemilik sawah, memiliki strategi supaya lahannya bisa digarap tepat waktu.Â
Sawah saya tidak luas, tetapi, memiliki pekerja tetap untuk menggarap sawah dan saya bukan satu-satunya petani yang memiliki pekerja tetap.
Bagaimanakah sistem kerjanya sehingga harus memiliki pegawai tetap?
Pegawai di sini tentu berbeda dengan pekerja di kantor atau pabrik. Kami tidak membayar mereka dengan gaji bulanan. Waktu kerja pun berbeda. Musim sawah biasanya sekitar dua hingga tiga pekan. Namu, selama tiga bulan atau masa tanam, pekerjaan di sawah ada terus, seperti memupuk, mengairi, membersihkan rumput dan lain sebagainya.
Saya memiliki pegawai yang biasa pegang mesin bajak dan mencari orang sebagai pekerja musiman. Biasanya kalau kita sudah pegang seseorang menjadi pekerja tetap, orang lain tidak akan menyuruhnya, kecuali atas kesepakatan bersama. Dalam hal ini pekerja, petani lain yang mempekerjakan.
Ada pengalaman yang pernah saya alami.
"Bu, izin gak kerja mulai hari Minggu besok, di Desa Kare waktunnya panen!" ujar pegawai, sebut saja Pak Fulan.
Setelah bercakap, Pak Fulan berjanji akan kembali bekerja dua pekan lagi. Itu artinya dia minta cuti untuk bekerja di tempat lain selama empat belas hari. Sah-sah saja, selama saya mengizinkan dan pekerjaan di sawah lagi masa tunggu panen.Â
Namun, Pak Fulan tidak datang sesuai janjinya. Sementara saya sangat membutuhkan tenaganya. Merugikan? Jawabannya :
- Secara finansial tidak merugikan, karena walaupun dia pegawai tetap, gajinya harian. Kalau gaji harian, bebas dong Pak Fulan mau kerja ke siapa dan di mana saja? Ya tidak juga. Ketika Pak Fulan pertama kali bekerja di tempat saya, ada kesepakatan dia akan datang setiap dipanggil dan dibutuhkan. Boleh bekerja di tempat lain dengan catatan, pekerjaan di sawah milik saya telah selesai. Istilahnya Pak Fulan harus memprioritaskan pekerjaan di tempat saya.
- Secara etika Pak Fulan telah menyakiti. Kita tahu, bekerja di mana pun, etika cuti itu harus diterapkan. Entah perusahaan besar, kantor pemerintahan atau perorangan. Untuk cuti, sebenarnya tidak ada aturan cuti. Kami hanya saling mengerti. Sementara untuk jam istirahat dan gaji sudah ditetapkan dalam rapat kelompok tani desa setempat. Jadi jangan kaget jika ada perbedaan antara desa satu dengan desa lainnya.
Perusahaan, kantor pemerintahan ada pemberlakukan jam istirahat dan cuti yang diatur undang-undang. Hal ini disebut dalam Pasal 79 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ("UUK"). Cuti tahunan itu sendiri sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus [Pasal 79 ayat (2).