Ramadan masa kecil banyak kenangan manis bersama Bapak dan Mimi. Bapak paling antusias meramaikan masjid dan menyambut Ramadan. Warga desa dan anak-anak di masjid disemangati untuk ikut serta. Mimi, begitu saya mamanggil ibu, dia selalu kebagian menyiapkan tetek bengek yang diperlukan anak-anaknya.Â
Seperti yang ditulis Muhammad Syaifudin Hakim di situs muslim.or.id, Allah Swt., berfirman,
"Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk."Â (QS. At-Taubah [9]: 18).
Suasana Ramadan tempo dulu yang masih saya ingat yakni;
- Nabeh Bedug
Satu hari sebelumnya di masjid atau mushala, warga termasuk anak-anak sibuk mencuci perlengkapan ibadah. Bapak sebagai takmir masjid paling sibuk atur sana, atur sini. Sementara anak-anak ada yang menyapu, mengepel, mencuci tikar.
Sore hari, ba'da salat Asar, warga menunggu suara bedug. Jika terdengar bedug itu pertanda nanti malam ada salat tarawih.
Sejak sore anak-anak sudah kumpul di bawah bedug, seolah-olah bedug ingin dimiliki.
- Pesantren Kilat di Masjid Besar
Ramadan waktu kecil dulu, sekolah diliburkan. Tiap masjid mengadakan pesantren kilat. Bapak sering ditugaskan mengajar pesantren kilat di Masjid Besar yang ada di tengah kota. Saya lebih memilih pesantren kilat bersama Bapak di kota. Alasannya selain masjidnya besar, pelajarannya komplit, jika pulang bisa beli tajil.
Pernah suatu hari, Bapak tiba-tiba ada panggilan dari kantor untuk ngisi ceramah di radio. Hingga pelajaran selesai Bapak tidak datang juga. Inisiatif pulang sendiri dengan jalan kaki dari kota ke desa dengan jarak kurang lebih 6km.
Dulu jalan kaki sering dilakukan karena angkot hanya beroperasi sampai jam empat sore dan sangat jarang.
- Tarawih Keliling dan Buras
Tarawih sering dikaitkan dengan buras. Buras itu terbuat dari beras dimasak setengah matang. Lalu dibungkus daun pisang dan diberi isi sambel oncom. Hampir mirip dengan arem-arem. Biasanya Ibu mengirim buras ke masjid dengan gandengan raginang atau kerupuk beras.