Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Belajar dari Ramadan Tahun Lalu, Pandemi Bukan Alasan Kehilangan Momen Ibadah

14 April 2021   14:52 Diperbarui: 14 April 2021   16:19 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar dari hasil tangkap layar pixabay/Syaifulptak57

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS. Al-Baqarah: 183)

Seruan penting disampaikan kepada seluruh umat Islam di seluruh dunia. Bulan suci Ramadan telah tiba. Ini kesempatan kita sebagai umat muslim menyambut bulan yang penuh berkah, penuh ampunan-Nya dengan suka cita.

Sebelumnya, banyak kesalahan yang diperbuat. Banyak lalai yang dipertahankan. Bulan Ramadan kesempatan kita untuk membenah diri menjadi orang yang lebih baik dan mengadopsi takwa. Hal ini salah satu kunci untuk mendapatkan rida dari Allah Swt.

Walaupun situasi masih sama seperti tahun lalu yakni situasi pandemi. Tidak menyurutkan semangat untuk beribadah.

Ramadan saat pandemi, banyak belajar dari tahun lalu. Ada momen yang dirasa berkurang maknanya. Namun, momen ibadah tidak boleh berkurang. Bahkan harus lebih.

Acara Megengan

Acara Megengan sudah tidak asing di wilayah Jawa, khususnya Jawa Timur. Megengan adalah tradisi khusus yang dilaksanakan dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadan.

Dikutif dari merdeka.com, Prof. Dr. Nur Syam, M.Si, seorang akademisi Universitas Islam Negeri Surabaya dalam artikel. Tradisi Megengan di Jawa, mendefinisikan Megengan sebagai upacara selamatan ala kadarnya untuk menyambut bulan yang suci dan khusus. Sampai saat ini, tidak diketahui pasti siapa yang pertama kali memulai atau menciptakan tradisi.

Megengan dilaksanakan di masjid dengan membawa satu kotak nasi berikut lauknya. Tidak pernah ketinggalan adalah apem dan pisang. Sebelum pandemi, acara Megengan diikuti hampir seluruh warga. Masjid akan penuh oleh bapak, ibu, termasuk anak-anak. Ada kegembiraan dari wajah dan senyum mereka.

Megengan pada masa pandemi, walaupun disambut dengan bahagia, senyum mereka tidak tampak karena tertutup masker. Warga yang hadir di masjid pun berkurang. Bahkan ada juga warga yang hanya menyimpan nasi kotak saja.

Acara Megengan di masjid selain sebagai bentuk rasa syukur telah datang bulan Ramadan dan kirim doa kepada leluhur. Juga sebagai ajang silaturahmi antar warga.

Jamaah tarawih di masjid berkurang

Menjalankan ibadah puasa akan lebih afdol jika kita melaksanakan salat tarawih di masjid. Tahun lalu, pemerintah melarang salat tarawih, tadarus di masjid. Sempat mendapat tanggapan pro dan kontra dari berbagai pihak. Namun, bagi yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah, mereka akan tetap melaksanakan salat tarawih di masjid. Bagi yang taat akan aturan, mereka tetap beribadah di rumah.

Seperti di desa tempat saya tinggal. Walaupun tahun lalu ada larangan salat tarawih di masjid. Para pengurus tetap membuka masjid untuk tempat ibadah berjamaah. Tentu dengan memperhatikan protokol kesehatan. 

Jadwal tadarus di masjid dibatasi  

Pada bulan Ramadan, remaja masjid, bapa/ibu, bahkan anak-anak meramaikan masjid dengan tadarus setelah salat tarawih. Suasana sangat berbeda ketika pandemi pertama datang dan pemerintah menetapkan tempat ibadah ditutup.

Walaupun ada larangan, ibadah di rumah. Desa tempat saya tinggal masih melaksanakan tadarus, tetapi hanya ada beberapa takmir masjid yang membaca Al-Qur'an setiap malamnya. Itu pun dengan batasan waktu.  

Buka puasa

Buka puasa bersama pada saat pandemi ditiadakan. Kita tidak boleh mengundang tetangga, kerabat, bahkan anak yatim datang ke rumah untuk buka bersama. Ada berita dari Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, bahwa, bagi warga Jakarta mengizinkan warga untuk menggelar buka bersama dengan catatan, kapasitas restoran atau tempat makan tidak lebih dari 50 orang.

Belajar dari tahun lalu, sekiranya tidak mendesak, sebaiknya kita cukup buka bersama bersama keluarag saja.

Pedagang kolak 

Sudah menjadi tradisi jika bulan Ramadan, pedagang kolak di pinggir jalan menjamur. Menjelang berbuka, banyak warga ngabuburit. Ini momen yang tidak pernah dilupakan, karena sejak kecil memang sudah ada.

Namun, sejak pandemi, tradisi itu berkurang. Ketika mencoba jalan-jalan sore hari, jalan menjadi lengang. Pelaku UMKM pun banyak yang beralih ke usaha online.

Momen-momen penting di atas berkurang, tetapi, bagaimanapun situasinya, jangan sampai kita kehilangan momen ibadah. Ibadah puasa tidak hanya mendetoksifikasi tubuh kita dari racun, tetapi pada saat yang sama juga mendetoksifikasi hidup kita. Membantu kita untuk bisa mengendalikan diri sehingga bisa menjauhi godaan syetan selama Ramadan, bahkan setelah Ramadan usai.

Selamat menunaikan ibdah puasa.

Salam hangat,

Sri Rohmatiah

Samber THR 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun