Seperti di desa tempat saya tinggal. Walaupun tahun lalu ada larangan salat tarawih di masjid. Para pengurus tetap membuka masjid untuk tempat ibadah berjamaah. Tentu dengan memperhatikan protokol kesehatan.Â
Jadwal tadarus di masjid dibatasi Â
Pada bulan Ramadan, remaja masjid, bapa/ibu, bahkan anak-anak meramaikan masjid dengan tadarus setelah salat tarawih. Suasana sangat berbeda ketika pandemi pertama datang dan pemerintah menetapkan tempat ibadah ditutup.
Walaupun ada larangan, ibadah di rumah. Desa tempat saya tinggal masih melaksanakan tadarus, tetapi hanya ada beberapa takmir masjid yang membaca Al-Qur'an setiap malamnya. Itu pun dengan batasan waktu. Â
Buka puasa
Buka puasa bersama pada saat pandemi ditiadakan. Kita tidak boleh mengundang tetangga, kerabat, bahkan anak yatim datang ke rumah untuk buka bersama. Ada berita dari Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, bahwa, bagi warga Jakarta mengizinkan warga untuk menggelar buka bersama dengan catatan, kapasitas restoran atau tempat makan tidak lebih dari 50 orang.
Belajar dari tahun lalu, sekiranya tidak mendesak, sebaiknya kita cukup buka bersama bersama keluarag saja.
Pedagang kolakÂ
Sudah menjadi tradisi jika bulan Ramadan, pedagang kolak di pinggir jalan menjamur. Menjelang berbuka, banyak warga ngabuburit. Ini momen yang tidak pernah dilupakan, karena sejak kecil memang sudah ada.
Namun, sejak pandemi, tradisi itu berkurang. Ketika mencoba jalan-jalan sore hari, jalan menjadi lengang. Pelaku UMKM pun banyak yang beralih ke usaha online.
Momen-momen penting di atas berkurang, tetapi, bagaimanapun situasinya, jangan sampai kita kehilangan momen ibadah. Ibadah puasa tidak hanya mendetoksifikasi tubuh kita dari racun, tetapi pada saat yang sama juga mendetoksifikasi hidup kita. Membantu kita untuk bisa mengendalikan diri sehingga bisa menjauhi godaan syetan selama Ramadan, bahkan setelah Ramadan usai.
Selamat menunaikan ibdah puasa.
Salam hangat,
Sri Rohmatiah