Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

4 Alasan Mengapa Perempuan di Desa Memilih Tandur sebagai Profesi

13 April 2021   12:53 Diperbarui: 15 April 2021   10:51 1784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama kali tinggal di desa, saya benar-benar merasakan perbedaan dengan kehidupan sebelumnya. Masa kecil pernah tinggal di pedesaan selama satu tahun karena tugas Bapak. Setelahnya Bapak mengajak pindah ke kota walaupun masih kontrak rumah.

Setelah menikah, saya harus tinggal di desa untuk selamanya. Ada banyak pemandangan baru yang begitu terkesan. Anak-anak pergi ke sekolah dengan naik sepeda. Pagi-pagi buta, para ibu pergi ke sawah.

Hingga pada suatu hari, suami mengajak ke sawah dan mengenalkan sawah yang dipinggir jalan itu miliknya. "Saya tidak disuruh terjun ke sawah bersama ibu-ibu itu?" 

"Pertanyaan konyol," kata suamiku.

Setiap penduduk di desa memiliki tugas komunal tertentu. Ada yang mengajar, mengurus toko sayur, kelontong, berdagang, tetapi mayoritas mengurus sawah. Yang menjadi perhatian saya adalah mereka yang bekerja di sawah. Kita setiap hari makan nasi, tetapi tidak tahu bahwa yang menanam padi adalah perempuan-perempuan desa. Bukan petani seperti suami. Petani hanya memiliki lahan dan mempekerjakan kaum perempuan untuk menanam, merawat bahkan hingga panen.

Perempuan desa bekerja di sawah bukan tanpa alasan. Ada beberapa alasan yang dapat saya perhatikan selama ini:

Pertama: Ekonomi Keluarga

Perempuan bekerja di sawah karena membantu perekonomian keluarga yang seharusnya tanggung jawab laki-laki sebagai kepala keluarga. Namun, karena laki-laki juga bekerja di sawah yang hanya srempengan. 

Jika musim tanam selesai, kaum laki-laki ada yang  berkumpul di warung ada juga yang bekerja di kali ngeduk pasir atau kerja bangunan. Untuk itu mau tidak mau ibu rumah tangga harus ikut serta bekerja di sawah.

Kedua: Rendahnya Tingkat Pendidikan

Kita bisa memaklumi, dulu pendidikan di Indonesia sangat terbatas. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa sekolah. 

Kebanyakan hanya bisa menamatkan pendidikan hingga Sekolah Dasar. Bahkan banyak juga yang tidak merasakan pendidikan sama sekali. Hal ini tentu berdampak terhadap kualitas perempuan di desa.

Dengan pendidikan rendah, tidak ada pilihan lain selain menjadi buruh tani. Gaji perempuan di sawah lebih kecil dibandingkan gaji kaum laki-laki. Hal ini wajar karena pekerjaan laki-laki lebih berat dan lebih lama waktunya.

Ketiga: Status sebagai Perempuan

Seperti kita ketahui perempuan dengan status janda dari tahun ke tahun meningkat. Bahkan berdasarkan berita Radar.com, pada tahun 2020 angka perceraian di Madiun naik 3 persen.

Perceraian bagi perempuan yang tidak bekerja tentu menambah beban hidup. Untuk mengatasinya, mereka ikut bekerja di sawah, ada pula yang menjadi asisten rumah tangga di kota.

Keempat: Luas Lahan di Desa

Lahan yang berada di desa kebanyakan lahan sawah. Ada beberapa warga yang mendapatkan lahan tersebut dari hasil pembagian warisan keluarga. Ada pula yang membeli dari pemilik asli setempat. Seperti suami, mendapatkan sawah dari pemilik pertama yang membutuhkan dana untuk sekolah atau mencari pekerjaan anaknya. 

Betapa warga yang tidak mengenyam pendidikan sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Hingga harus menjual harta benda, warisan. 

Anak remaja yang telah lulus SMA, banyak yang bekerja di kota, entah sebagai penjaga toko, pabrik atau bekerja ke luar negeri. Jika dana mencukupi banyak pula yang melanjutkan kuliah hingga sarjana.

Perempuan yang bekerja di sawah semakin berkurang. Luas lahan sawah yang digarap masih tetap, sehingga petani sering mendatangkan pekerja perempuan dari desa lintas kabupaten.

Uniknya di desa tersebut, para ibu rumah tangga sengaja mencari pekerjaan di luar desanya jika musim tanam di desanya usai.

Apapun pekerjaan perempuan Indonesia, itu suatu kebaikan bagi keluarga. Sudah sepantasnya mereka mendapat penghargaan dari pasangan. Tidak perlu dengan hadiah mahal. Saling kerja sama dalam urusan rumah, itu sangat melegakan perempuan. 

Perempuan pekerja, mari luruskan niat supaya lelah menjadi ibadah.

Saya menasihati diri sendiri. Semoga bermanfaat

Salam hangat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun