Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani N dideso

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Menjadi Ibu Rumah Tangga Rentan Mengalami Depresi, Berikut Langkah-Langkah untuk Mengatasinya!

11 April 2021   17:43 Diperbarui: 16 April 2021   02:06 1394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita sekarang hidup di zaman di mana perempuan dan laki-laki diperlakukan lebih setara. Sebelumnya perempuan dibatasi, dilarang mengenyam pendidikan dan bekerja di luar rumah. 

Banyak perempuan tidak mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang layak. "Pada akhirnya perempuan akan ke dapur, tidak perlu sekolah tinggi." Ini yang sering terdengar. Perubahan sekarang ini, tidak lepas dari perjuangan R.A Kartini.

Walapun sekarang ada yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga, itu bukan berarti tanpa pendidikan. 

Justru seorang ibu rumah tangga dia harus memilki pengetahuan sebagai bekal mendidik anak-anaknya. Namun, seringkali ibu rumah tangga itu disepelekan.

Laken Howard 7/11/2018,  mengatakan, "Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2018, wanita melakukan 2,6 kali lipat jumlah pekerjaan tidak berbayar yang dilakukan pria, artinya wanita adalah orang-orang yang mengurus hal-hal sehari-hari seperti melakukan pekerjaan rumah, memasak, bersih-bersih, mengatur pengeluaran rumah tangga, merawat anak-anak, dan banyak lagi."

Sepertinya di Indonesia juga tidak jauh berbeda dengan apa yang dikatakan Laken Howard. Banyak perempuan yang menghabiskan waktu di rumah tanpa mendapatkan gaji bulanan. Ini karena sebagian pasangan menganggap sudah menjadi tugas perempuan dan menjadi adat di lingkungan. 

Ibu rumah tangga hanya mendapat uang untuk kebutuhan bersama. Untuk ke salon atau jajan sendiri, seorang ibu harus menunggu sisa uang belanja.

Pekerjaan perempuan di rumah tampak sepele. Bahkan anak saya waktu kecil mengatakan, "Mamah enak di rumah bisa tidur, Dede di sekolah harus duduk mendengarkan guru terus, padahal ngantuk."

Ilustrasi ibu rumah tangga (Sumber: orami.id)
Ilustrasi ibu rumah tangga (Sumber: orami.id)
Anak-anak tidak tahu pekerjaan sesungguhnya seorang ibu. Setiap mereka pulang sekolah pekerjaan rumah sudah selesai. Perhatian saya fokus kepada mereka dan usaha kecil-kecilan.

Memang benar ketika anak-anak menjelang dewasa, pekerjaan ibu rumah tangga tidak serumit waktu mereka kecil-kecil. 

Namun, pekerjaan di dalam rumah tidak bisa berkurang, malah bertambah. Memasak bertambah porsi, mencuci bertambah menjadi besar-besar, menyapu, mengepel, setrika. Semua porsinya bertambah.

Bahkan teman saya tadi pagi telepon, menceritakan kesibukannya sebagai pegawai, "Enak situ, Mak, sebagai ibu rumah tangga, setelah nyuci bisa menulis, tidur. Sedangkan saya harus ke kantor, ngurus ini, itu."

Sama seperti kata anak saya yang kecil. Nah ketika kita memperkenalkan diri sebagai ibu rumah tangga, yang terbayang di pikiran mereka hanya seputar nyuci, masak, setrika, beres-beres rumah. Apa benar sebatas itu? Untuk sebagian memang iya, tetapi bagi saya tidak.

Selain melakukan pekerjaan rumah, saya juga harus membantu pekerjaan suami, seperti; membuat promo lukisan, membuat surat elektronik ke Swiss di mana suami kerja, mengirim lukisan. 

Urusan sawah, walaupun sebagai pemerhati, saya harus menyelesaikan masalah yang tidak bisa ditangani karyawan. Ada laporan pupuk langka, saya harus menghubungi beberapa toko pupuk hingga distributor. Stres juga, walaupun berhadapan dengan android dan laptop.

Kata ibu rumah tangga yang kerja kantoran, "Saya lebih stres"

Menurut Tiara Puspita, psikolog klinis dari Tiga Generasi kepada Liputan.6, "Keduanya kelompok ibu ini sama-sama memilki tanggung jawab dan tingkat stres yang tinggi. Keduanya tidak bisa dibandingkan, kerana mereka menjalani kehidupan dan keseharian yang berbeda yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan."

"Aktivitas yang dilakukan oleh ibu rumah tangga dan ibu bekerja perlu diperhatikan, karena keduanya menghabiskan waktu untuk orang lain," ujar Tiara lagi.

Ibu rumah tangga atau ibu pekerja kantoran harus bisa menyeimbangkan pekerjaan dan hubungan diri sendiri. Semua pekerjaan tidak bisa disulap menjadi kelar dalam waktu singkat. 

Dan kita tidak bisa menyenangkan seluruh anggota keluarga dengan mengambil alih semua pekerjaan rumah sendirian. Semua anggota keluarga harus terjun, saling membantu.

Ada banyak penyebab kenapa ibu rumah tangga mengalami depresi dan stres;

Kehilangan tujuan

Saya pernah mengalami di mana situasi merasa tidak berharga. Peralihan dari perempuan pekerja kantoran, memiliki gaji sendiri, bisa memberi orangtua sendiri. Tiba-tiba dengan status ibu rumah tangga yang banyak menghabiskan waktu di rumah tanpa gaji, tanpa pegangan uang sendiri, merasa hidup tidak berguna.

Menurut Melinda Paige, Ph.D., profesor konseling kesehatan mental klinis di Argosy University, Atlanta, mengatakan, "Perasaan terisolasi, kehilangan tujuan dan identitas, serta kurangnya interaksi sosial karena terlalu banyak menghabiskan waktu di rumah adalah pemicu depresi pada ibu rumah tangga."

Rendah diri

Banyak di antara kita, sebagai ibu rumah tangga tidak mengenyam pendidikan tinggi. Sehingga ketika ibu pekerja dengan memiliki karir, tiba-tiba harus memutuskan menjadi ibu rumah tangga. 

Mereka menjadi gengsi untuk bergaul di masyarakat, sehingga mengurung diri. Atau dia merasa kehilangan identitas. Kemandiriannya sebagai perempuan pekerja pupus. Hal ini bisa menjadi pemicu depresi.

Tidak mendapat penghargaan dari pasangan

Selain faktor-faktor internal dan perubahan profesi. Pandangan dari pasangan juga mempengaruhi emosi perempuan. Banyak di antaranya, laki-laki memandang pekerjaan ibu rumah tangga adalah kewajiban. 

Saya penah mendengar  kata seorang suami ketika istrinya mengeluh lelah, "Itu kan kewajiban istri ngurus rumah, jangan mengeluh!" Dia tidak menganggap itu suatu kebaikan istri, sehingga tidak pernah juga memberi penghargaan.

Penghargaan bukan sekadar sebuah hadiah, tetapi cukup dengan sikap yang baik. Atau bisa dengan cara membantu membersihkan rumah ketika istri merasa lelah.

Untuk mengatasi depresi, ibu rumah tangga bisa melakukan langkah-langkah berikut

Mengatur rumah bukan pekerjaan gampang, menjaga anak-anak yang masih kecil, mengatur keuangan supaya cukup. Hal ini memerlukan kesehatan fisik dan mental. 

Pasangan bisa ikut serta dalam urusan rumah. Seorang ibu rumah tangga bukan robot. Dia juga memerlukan bantuan, baik itu dari suami, asisten rumah tangga atau saudara.

Pekerjaan yang tiada henti menyebabkan seorang ibu rumah tangga kurang menghargai dirinya sendiri. Banyak yang mengabaikan penampilan, atau kesenangan untuk dirinya. 

Bolehlah sesekali membuat jadwal untuk menonton bersama teman-teman sekolahnya dulu. Bisa juga pergi ke salon untuk perawatan tubuh.

Seperti yang dilaporkan oleh Mental Health America (MHA), "lebih dari satu dari empat orang Amerika menggambarkan diri mereka sebagai 'sangat stres' karena mencoba menyulap tanggung jawab yang terkait dengan pekerjaan dan pribadi. Akan tetapi, bekerja terlalu banyak dan tidak meluangkan waktu untuk perawatan diri dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik Anda."

Ingat Anak-anak. Saya sering mendengar percakapan ibu-ibu. Mereka mengatakan, "Lelah akan hilang ketika melihat anak-anak." Selesai mencuci jika lihat anaknya tersenyum akan ikut tersenyum, walapun capek. Itu saya juga merasakannya. 

Sejatinya, pernikahan bukan sekadar kepuasan bersama pasangan. Ada yang lebih penting yakni anak-anak. Segala masalah, segala ketidakcocokan dengan pasangan, bisa dibicarakan baik-baik.

Semoga tetap bahagia menjadi ibu rumah tangga. Saya menasehati diri sendiri.

Bahan bacaan :

halodoc

LIputan.6

Bustle.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun