Istilah ghosting sedang ramai dibicarakan warganet karena rumor Kaesang Pangarep yang melakukan ghosting kepada Felicia. Lagi asyik hubungan mesra tiba-tiba Kaesang menghilang.Â
Kata ghosting bisa diartikan sebagai bayangan seperti hantu yang tidak tampak. Ghosting bisa terjadi kepada siapa saja, hubungan apa saja. Hubungan pertemanan, sahabat, percintaan, atau pasangan suami istri.
Dikutip dari pikiranrakyat.com, berdasarkan hasil survey terhadap 1.300 orang dalam jurnal Sosial and Personal Relationship, 2018. Ditemukan bahwa seperempat dari partisipan survey mengaku pernah jadi korban ghosting. Sedangkan seperlima di antaranya mengaku pernah melakukan ghosting terhadap pasangan.
Korban ghosting biasanya terjadi pada kaum remaja putri, tetapi, banyak juga yang menjadi korban itu kaum adam. Diambil dari beberapa sumber dan kisahku. Aku menyimpulkan dua alasan mengapa melakukan ghosting terhadap pasangan atau teman.
Pertama, Jarak dan Teknologi
Ghosting pada umumnya terjadi pada pasangan yang sedang melakukan hubungan jarak jauh. Namun tidak menutup kemungkinan yang berdekatan  pun mengalaminya. Hal ini karena teknologi yang semakin canggih.
Tara Collins, seorang professor psikologi dari Winthrop University, Amerika Serikat, mengungkapkan bahwa pengaruh kemajuan teknologi semakin membuat seseorang mudah melakukan ghosting.
Dengan kemudahan komunikasi, bukan saja bisa merekatkan seseorang, tetapi juga bisa memisahkan pasangan.
Mencari teman baru atau teman lama di media sosial sangat mudah. Jika kita terlalu masuk ke dalam obrolan pribadi, pertemanan baru akan terjadi. Bukan tidak mungkin hubungan pacaran juga akan terjalin. Pasangan atau teman lama terlupakan.
Kedua, Kedekatan Emosional
Berbicara tentang kedekatan, bukan saja masalah fisik, tetapi, hati juga. Banyak di antara kita yang melakukan LDR, tetapi mereka baik-baik saja. Kedekatan emosi yang mereka mainkan.Â
Tara Collins, mengatakan, "Tanpa ikatan emosional yang mengikat kedua belah pihak, lebih mudah saat salah satunya ingin meninggalkan semuanya dan menghilang tanpa konsekuensi."
My Ghosting Story
Pelaku ghosting terkesan sadis. Namun, jika menjadi pelaku bukan kehendak sendiri, artinya ada paksaan. Melakukannya tentu sangat berat. Kita harus menahan tidak bertemu, tidak bicara dalam waktu lama sampai pada akhirnya menemukan keikhlasan.
Ketika pelaku ghosting atas dasar kesadaran ingin melakukannya dan tanpa ada kesalahan pasangan. Itu yang namanya sadis.
Bagaimana denganku sebagai pelaku ghosting? Aku tidak termasuk keduanya. Ada story yang tidak bisa dipahami dengan akal.
Aku setuju apa kata Najwa Sihhab, "Kalau soal cinta itu jangan cari pembenaran di akal, gak akan ketemu, pasti ada saja gak cocoknya. Cari pembenarannya di hati. Khusus soal cinta dengarkan di hati!"
Teman?Â
Sebelum kepindahanku ke kantor baru, dia sudah mengatakan niatnya untuk menikah, tetapi orang tua belum merestui. Akhirnya kami putuskan jadi teman. Jarak juga yang memisahkan kami, tetapi setiap hari dia telepon sekadar bilang, "hai, apa kabar, ada kesulitan dalam pekerjaan? Bla ... bla ... bla."
Sulit menjalani hubungan itu, teman, tetapi, tahu dia sebetulnya menaruh hati. Usahanya memenangkan hati orang tua saja yang kurang gigih.
Tanpa sepengetahuannya, diam-diam aku menerima lamaran laki-laki lain yang siap menikah dan direstui orang tua.
Berhenti bekerja, itu keputusan kilat untuk menghindari masalah.
Satu tahun setelah menikah, aku sengaja silaturahmi ke kantor. Ada celotehan yang bikin aku kaget.
"Neng, sering ada yang telepon dari Kota Uwu namanya Pak Anu," ujar salah satu teman.
Aku senyum, "Masa sih, Bu?"
"Ho oh, ibu jawab saja kalau si Neng sudah nikah, tidak kerja lagi."
"Trus ....?" Aku jadi kepo.
"Awalnya dia tidak percaya, telepon lagi, telepon lagi, lama-lama dia bosan sendiri," ujarnya si Ibu.
Dia ternyata masih mencari. Mungkin dari sudut matanya aku tega, sadis. Namun, kita kembalikan kepada rencana Tuhan. Manusia hanya bisa berencana, berharap. Berharap dia jadi pasangan dan bahagia dunia akhirat.
Menikah itu untuk seumur hidup, jangan paksakan jika orang tua tidak restu. Kebahagian diawali dari doa-doa orang tua yang ikhlas. Ikhlas anak gadisnya dititipkan kepada orang yang bisa dipercaya.
Bahan bacaan :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H