Tara Collins, mengatakan, "Tanpa ikatan emosional yang mengikat kedua belah pihak, lebih mudah saat salah satunya ingin meninggalkan semuanya dan menghilang tanpa konsekuensi."
My Ghosting Story
Pelaku ghosting terkesan sadis. Namun, jika menjadi pelaku bukan kehendak sendiri, artinya ada paksaan. Melakukannya tentu sangat berat. Kita harus menahan tidak bertemu, tidak bicara dalam waktu lama sampai pada akhirnya menemukan keikhlasan.
Ketika pelaku ghosting atas dasar kesadaran ingin melakukannya dan tanpa ada kesalahan pasangan. Itu yang namanya sadis.
Bagaimana denganku sebagai pelaku ghosting? Aku tidak termasuk keduanya. Ada story yang tidak bisa dipahami dengan akal.
Aku setuju apa kata Najwa Sihhab, "Kalau soal cinta itu jangan cari pembenaran di akal, gak akan ketemu, pasti ada saja gak cocoknya. Cari pembenarannya di hati. Khusus soal cinta dengarkan di hati!"
Teman?Â
Sebelum kepindahanku ke kantor baru, dia sudah mengatakan niatnya untuk menikah, tetapi orang tua belum merestui. Akhirnya kami putuskan jadi teman. Jarak juga yang memisahkan kami, tetapi setiap hari dia telepon sekadar bilang, "hai, apa kabar, ada kesulitan dalam pekerjaan? Bla ... bla ... bla."
Sulit menjalani hubungan itu, teman, tetapi, tahu dia sebetulnya menaruh hati. Usahanya memenangkan hati orang tua saja yang kurang gigih.
Tanpa sepengetahuannya, diam-diam aku menerima lamaran laki-laki lain yang siap menikah dan direstui orang tua.
Berhenti bekerja, itu keputusan kilat untuk menghindari masalah.