Sahabatku yang budiman,
Setiap hari banyak kisah, peristiwa yang kita dengar, bahkan kita alami sendiri dengan beranekaragam rasa. Namun, kalau racikannya pas, aneka rasa akan menyatu menjadi lezat, nikmat. Dalam balutan rasa syukur, perasaan sedih, khawatir, takut, cemas akan sirna, yang tersisa hanya bahagia penuh semangat.
Seperti yang aku alami saat ini, semangat baru datang ketika akhir Februari mendengar kisah yang diceritakan coash Riyan Aprianto melalui zoom. Kisah ini mungkin kita sering mendengarnya, tetapi sering lupa akan hikmahnya.
Alkisah pada zaman dahulu ada seorang tukang kayu yang bekerja di suatu tempat. Pada suatu hari majikannya menyuruh dia menebang pohon kayu yang ada di hutan dengan imbalan yang sangat banyak. Mendengar imbalan itu, penebang kayu semangat dan siap melaksanakan tugasnya.
Hari pertama dia mampu menebang sebanyak 8 pohon dan mendapat pujian, bonus yang melimpah dari sang majikan.
Keesokan hari, penebang kembali ke hutan dengan semangat dan alat yang sama seperti hari sebelumnya. Namun hari kedua dia hanya mampu menebang 7 pohon. Walaupun hasilnya berkurang sang penebang masih semangat, masih antusias menebang pohon pada keesokan harinya.
Hari ketiga pun berkurang, dia hanya bisa menebang 6 pohon. Hingga pada suatu hari dia berpikir dan bertanya kepada majikannya, mengapa semakin hari hasil tebangannya selalu berkurang. Padahal semangatnya, alatnya masih sama seperti hari-hari sebelumnya.
Sang majikan melihat kapak yang dibawa penebang, lalu bartanya, "Kapan kamu mengasah kapak?"
Sang penebang terkejut, ternyata belum pernah mengasah kapaknya, dia hanya fokus kepada hasil kerjanya, fokus pada bonus yang dijanjikan majikannya. Sang penebang lupa akan senjata utamanya 'ketajaman kapak.'
Dari cerita ini mungkin kita juga hanya fokus pada target yang ingin dicapai dan lupa mengasah pikiran kita, lupa untuk istirahat sejenak, lupa memberi jeda atas aktivitas sehari-hari.
Dalam jeda tersebut kita bisa melakukan banyak hal, seperti:
- Meningkatkan khusyuk akan ibadah. Ketika pekerjaan bertumpuk yang ada di pikiran kita cepat menyelesaikan. Sehingga ibadah pun terburu-buru, dzikir dipercepat, pikiran, hati hanya tertuju pada pekerjaan. Dalam jeda sejenak, kita bisa pusatkan pikiran, khusyuk beribadah, lupakan pekerjaan.
- Semakin dekat dengan keluarga. Ketika kita dikejar pekerjaan yang harus segera selesai, terkadang keluarga diabaikan, anak istri atau anak suami terabaikan. Dalam jeda kita bisa mengatur kembali kapan waktu yang tepat untuk keluarga, kapan waktu bekerja.
- Mengasah pikiran. Terkadang, dengan aktivitas sehari-hari yang sama, kita terjebak dengan hal yang sama. Tidak sempat menyalurkan hobi, tidak sempat mengembangkan kegiatan lain. Dengan jeda sejenak, kita bisa memikirkan apa saja yang harus dilakukan untuk mengasah pikiran kita. Bisa dengan membaca, olahraga, bertemu dengan kawan. Dengan melakukan hal lain, kita akan mendapatkan hal-hal baru di luar aktivitas sehari-hari.
Aku ambil kesimpulan dari cerita tersebut, kerja keras atau kerja cerdas?
Kerja keras disebut sebagai workaholic, kegiatan kerja yang dilakukan secara bersungguh-sungguh tanpa mengenal lelah, dan tidak akan berhenti sebelum mencapai target. Dia bisa bekerja siang malam tanpa jeda walau sesaat. Seperti penebang kayu tadi.
Kerja Cerdas, kegiatan yang berfokus pada hal-hal yang penting, prinsipnya bagaimana kita bisa bekerja dengan hasil sebaik mungkin. tetapi usaha yang dikeluarkan ringan. Dia akan berusaha mencari ide-ide baru untuk mendukung usahanya.
Pada akhirnya kita tidak bisa hanya bekerja cerdas saja atau bekerja keras saja. Keduanya sangat penting dalam mencapai kesuksesan. Tidak ada orang cerdas sukses tanpa bekerja keras.Â
Â
Sumber:
Zoom Public Speaking bersama Kang Rian
studiilmu.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H