Gunung bedah bagi pencinta gowes di Madiun sudah tidak asing lagi. Terletak di desa Nglambangan Kecamatan Wungu, bukit yang menjulang tinggi menjanjikan backround yang indah untuk selfi.
Akses menuju ke tempat ini tidak sulit, banyak jalur yang menghubungkan desa ini ke beberapa daerah. Ketika tiba di Desa Nglambangan harus hati-hati. Dengan kondisi jalan yang agak rusak, berbatu dan licin, apalagi jika semalam turun hujan, ada kemungkinan terpeleset. Kendati cuaca mendung, tidak menghalangiku dan para pencinta gowes, berangkat ke Gunung Bedah yang jaraknya sekitar 10 km dari desa kami.
Masuk melalui perumahan Kelun dan sempat berhenti di Joglo Palereman untuk sarapan, perjalanan dilanjutkan hingga pasar tradisional Desa Dempelan. Dari pasar ini kami belok ke arah utara menuju Desa Nglambangan kurang lebih 5 km. Tidak jauh dari kantor desa, sudah tampak petunjuk jalan menuju Gunung Bedah. Sebenarnya lokasi tidak jauh hanya sekitar 1 km. Namun, karena kondisi jalan yang agak sedikit rusak, perjalanan terasa jauh.
Nama Gunung Bedah bukan sebuah gunung berapi atau gunung sudah mati. Ini sebuah perbukitan yang menjulang tinggi dibelah untuk dijadikan jalan. Proses pengerjaannya pada zaman penjajahan Belanda. Sudah dapat dibayangkan membelah bukit ini memakai alat seadanya dan tentu banyak korban jiwa.
Pada masa itu membelah bukit tujuannya untuk memudahkan pengangkutan barang dari hutan ke desa. Namun, sekarang sudah banyak jalan beraspal untuk menghubungkan desa satu dengan desa lainnya, sehingga jalan pintas ini tampak sepi. Sejak olahraga bersepeda menjamur, tempat ini dikelola oleh desa untuk tempat wisata.
Pada hari Sabtu dan Minggu, banyak pendatang dari berbagai daerah sebagai titik akhir bersepeda. Tidak perlu khawatir masuk ke Gunung Bedah gratis, kita bisa bebas berfoto dan istirahat sambil ngopi atau sarapan.
Tidak jauh dari Gunung Bedah ada tempat lain yang menarik, Lambang Kuning. Tempat ini sangat bersih tanda terawat, ada tiga pohon besar yang ditutupi kain seperti di Bali, pendopo utama, Gapura makam Nyi Lambang Kuning.
Dikutip dari laman milik Satro ditulis 2015, dia menerangkan bahwa,"Nyi Lambang Kuning masih keturunan atau keluarga dari Kerajaan Kahuripan masa Prabu Airlangga 1009-1042 M. Beliau adalah korban dari geger Nyai Calon Arang, sehingga melarikan diri dan babat hutan. Desa yang ditempatinya sekarang menjadi Desa Nglambangan."
Setiap tahun pada bulan Syuro punden ini dipakai untuk upacara adat yang diberi nama Bersih Desa. Tujuannya sama dengan desa-desa lain yang ada di Madiun, sebagai wujud syukur kita kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas rahmat dan karunia-Nya.
Salam hangat,
Sri Rohmatiah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H