Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu rumah tangga suka cerita, Petani, Pengusaha (semua lagi diusahakan)

People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengolah Konflik Menjadi Positif

12 Desember 2020   22:26 Diperbarui: 12 Desember 2020   23:09 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika ada yang mengatakan kehidupan kita tidak pernah ada konflik, itu diragukan kebenarannya. Sebagai makhluk sosial yang beragam karakter tentu dalam sebuah hubungan sosial sering terjadi konflik. Bahkan menurut  Dahrendorf dalam Margaret (2000:131), manusia memiliki sifat ganda yakni memiliki sisi konflik dan sisi kerja sama.

Gesekan antara pasangan suami istri, kakak adik, antar teman, atau organisasi sering terjadi. Namun, bisa dikatakan konflik, jika dia tidak mampu mengolahnya dengan baik. Jika dia pandai mengolah setiap permasalahan, akan terasa itu bukan suatu konflik.

Sebenarnya konflik terbesar adalah bukan dengan orang lain atau dalam perang guna kemenangan. Namun, konflik dari dalam diri sendiri. Salah satu konflik diri yang paling besar adalah bagaimana menetralisir hati untuk melawan hawa nafsu. Seperti sabda Rasulullah saw., yang berbunyi:

"Jihad yang paling utama adalah seseorang berjihad [berjuang] melawan dirinya dan hawa nafsunya," (hadits ini derajatnya shahih. Diriwayatkan oleh Ibnu An-Najjar dari Abu Dzarr Radhiyallahu anhu.)

Kita pahami dulu apa yang dimaksud konflik.

Salah satu definisi yang selama ini banyak digunakan dalam beragam buku adalah sebagai berikut:

"Conflict is a struggle over value or claims to status. And acarce resources, in which aims of the conflicting parties are not only to gain the desired values but also neutralieze, injure, or eliminate their rivals." (International Encyclopaedia of the Social Science (Vol.3,1972:232).

Dalam teori ini disebutkan bahwa konflik bisa didefinikan sebagai tindakan untuk memperebutkan suatu nilai atau klaim status, dan sumber daya yang baik Yang mana tujuan para pihak yang berkonflik tidak hanya untuk mendapatkan nilai yang diinginkan tetapi juga menetralkan, melukai, atau melenyapkan saingan mereka.

Konflik menurut KBBI adalah percekcokan; perselisihan; pertentangan. 2. Ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama (Pertentangan antar dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dsb); (sastra)

Konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang yakni tradisional dan kontemporer (Myers, 1933). Dalam pandangan tradisonal, konflik adalah sesuatu yang buruk, konflik ini sering dijadikan penyebab terjadinya pecahnya suatu hubungan, kelompok ataupun sebuah organisasi. Konflik dalam pandangan ini sering kali dikaitkan dengan kemarahan, pertentangan, dan agretivitas. Itu sebabnya konflik harus dihindari.

Dalam pandangan kontemporer, konflik didasarkan pada anggapan bahwa konfik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Konflik di sini adalah sebagai konsekuensi logis yang harus dihadapi, ditangani sehingga tidak merusak hubungan antar pribadi, antar kelompok, bahkan antar organisasi. Konflik dalam pandangan kontemporer adalah sesuatu hal yang biasa terjadi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu kontruktif.

Menurut Luwis Coser seorang sosiologi, konflik tidak selamanya bersifat negatif, tetapi, konflik dapat pula menimbulkan dampak yang positif bagi berlangsungnya tatanan masyarakat. Dalam hal ini Coser berpegang pada pandangan kontemporer, di mana konflik merupakan salah satu bentuk interaksi dan tidak perlu dihindari keberadaannya. Coser bermaksud bahwa konflik tidak harus merusakkan. Karena konflik bisa juga menimbulkan suatu konsekuensi yang bersifat positif dan logis.

Sebagai contoh konflik yang bersifat positif. Ketika kita berada dalam sebuah kompetisi, perlombaan, persaingan. Secara tidak sadar kita sudah menciptakan konflik positif guna mendapatkan nilai atau juara kelas.

Contoh lain ketika kita berada dalam kelas menulis online, kita berada dalam ruang pembelajaran. Semua belajar menulis, tidak ada yang dikatakan mahir. Tanpa disadari dengan adanya komentar yang bagus terhadap satu pihak dan komentar tidak enak terhadap pihak lain, akan menimbulkan konflik. Namun, dengan terciptanya konflik yang diolah menjadi positif, kita tetap akan produktif mengahsilkan karya. Kita akan mengabaikan jika tidak mendapat ucapan keren, like, ataupun sambutan baik.

Pada konflik yang bersifat negatif, bisa kita lihat pada hasil akhir dari kompetisi yang tidak sesuai dengan harapan, seperti tawuran antar pendukung. Konflik semacam ini sangat merugikan diri sendiri, masyarakat. Oleh sebab itu sudah semestinya dihindari konflik yang bersifat negatif.

 

Bahan Bacaan:

Takariawan Cahyadi , Konflik, 2020

https://www.sosiologi.info/2019/12/teori-konflik-menurut-perspektif-lewis-coser.html/Desember2020

http://digilib.uinsgd.ac.id/3179/1/Perspektif%20Islam%20Tentang%20Konflik%20Sosial%20%28Lina%20Herlina%29.pdf/Desember2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun