Keterbatasan tubuhnya tidak membatasi peran ayah, setiap hari dia selalu rajin mengantar putra putrinya sekolah. Ketika putriku berusia lima tahun, tepatnya duduk di Taman Kanak-kanak. Putriku uang sering dipanggil Lala mengajak teman-temannya ke rumah untuk bermain. Aku sempat berpikir Lala akan malu memperkenalkan ayahnya, tetapi tidak. Pradugaku meleset. Dengan percaya diri berkata, "Ini Papahku!"
Keberaniannya, percaya dirinya, penerimaannya itu karena kami menanamkan ajaran agama, kasih sayang dan kebersamaan sejak dalam kandungan.
Kami tidak pernah bertanya, apakah dia risih atau malu memiliki ayah tanpa tangan dan kaki kanan. Dengan kesediannya anak-anak diajak ke tempat umum, itu sudah isyarat bahwa anak-anak menerima perbedaan itu.
Jika melihat sekilas, orang akan mengatakan bahwa suamiku tidak bisa melakukan apa-apa. Sebaliknya, justru mungkin akan merepotkanku yang tengah memiliki bayi mungil. Faktanya tidak demikian. Suamiku bisa menjalankan perannya sebagai ayah. Dia bisa membantuku mengurus bayi.
Peran ayah sejak bayi ini sangat berpengaruh pada perkembangan anak kami kelak. Menurut sebuah studi, seorang ayah yang terlibat aktif dalam perkembangan anaknya dapat berkontribusi besar pada kemampuan anaknya dalam berbahasa dan bersosialisasi. Tak hanya itu, prestasi anak juga akan terdorong karenanya, selain juga memiliki penghargaan yang baik terhadap dirinya sendiri.
Hubungan antara anak dengan ayahnya bisa memengaruhi semua kehidupan anak sejak dia lahir sampai dewasa. Kelak, anak perempuan akan mencari pria shalih yang memiliki sifat dan sikap yang mirip dengan ayahnya, sedangkan anak laki-laki akan menjadikan ayah sebagai teladan bagi kehidupannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H