Ketika seorang putri mengatakan niat untuk menikah dengan laki-laki yang dicintainya. Orang tua akan bertanya, "Apakah dia bekerja di mana?" Intinya tetap ada kekhawatiran, putrinya akan salah memilih. Bila diterjemahkan, cinta boleh-boleh saja tapi pernikahan tidak cukup dengan cinta, harus ada pertimbangan.
Pertimbangan itu hanya ingin memastikan kelak hidup purtinya bersama suami tidak mendapat masalah, bukan matrealistis tapi realistis. Kalau perlu memakai rumus nenek moyang, masa kecil dimanja, dewasa penuh berkah, mati masuk surga.
Menentukan pilihan menikah haruslah hati-hati, teliti, dan penuh pertimbangan. Pertimbangan di sini bukan masalah kecukupan harta saja, akan tetapi banyak hal yang harus dipertimbangkan.
Pertimbangan masalah kecukupan harta, boleh-boleh saja, namun jangan dijadikan sebuah tujuan pernikahan apalagi menjadi ambisi. Kalau sudah dijadikan ambisi dalam tujuan pernikahan, pernikahan akan berhenti di tengah jalan atau perjalanan pernikahan akan selalui di warnai kemelut yang tidak ada ujung.
Islam telah memberikan solusi untuk memilih wanita atau laki-laki yang akan dijadikan pasangan hidup.
1. Pilihlah orang yang taat kepada Agama
Ini adalah solusi terbaik dalam memilih pasangan. Namun untuk mendapatkan pasangan yang taat kepada Tuhan, kita hendaknya berada di zona yang aman. Suatu hal yang tidak mungkin, orang bertakwa berada di tempat yang tidak dimuliakan Allah Swt. Kemuliaan diberikan hanya kepada orang-orang yang bertakwa dalam kesehariannya.
Takwa di sini adalah orang yang menjaga diri dari adzab Allah Taala dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Orang yang bertakwa ketika dia mencintai kita, dia akan mencintai karena dasar ketaatannya kepada Tuhan. Ketika dia  dihadapkan pada persoalan rumah tangga, dia kan berpegang teguh pada ajaran agama dalam hal penyelesaian. Dia juga tidak akan menyakiti kita secara fisik karena dia tahu itu perbuatan yang amat buruk.
Orang bertakwa dia akan tahu bagaimana cara memaafkan sesama apalagi memaafkan pasangannya. Namun, walaupun pandai memaafkan sebagai pasangan, kita dilarang semena-mena berbuat kesalahan, menyakiti pasangan dengan disengaja.
2. Sekufu
"Yang benar saja, masa hendak menikah dengan laki-laki yang tidak setara?" teriak nenek saat itu.