Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Metode Charlotte Mason tentang Pendidikan Anak

27 Oktober 2020   13:45 Diperbarui: 27 Oktober 2020   14:06 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
redeemerschool.org via Wikipedia

Mothers owe a 'thinking love' to their children -Charlotte Mason-

Saya mengenal metode Charlotte Mason, ketika anak saya yang kedua memasuki Sekolah Menengah Pertama (SMP). Awal masuk SMP, semua baik-baik saja, akan tetapi setelah beberapa hari, sedikit ada penolakan. Saya bisa memakluminya, mungkin karena semuanya serba baru, dan berbeda dengan sekolah di Madrasah Ibtidaiyah milik yaayasan Islam.

Penolakan bulan pertama masih bisa diatasi dengan berbagai support dan dukungan dari orang tua, dan kakaknya. Support kedua tentu dari wali kelas yang selama ini memantau perkembangan anak di sekolah. 

Bertolak belakang dengan pemikiran orang tua dan guru. Lingkungan family dan temannya, masih menganggap sekolah di dekat rumah itu sesuatu yang memalukan. Pemikiran tersebut karena kurang pemahaman tentang sistem zonasi yang telah ditetapkan pemerintah, hingga akhirnya timbul bullying.

Semakin anak mendapat cibiran, dia semakin enggan untuk pergi sekolah. Saat itulah saya mulai terombang ambing antara memilih pendidikan informal dan melanjutkan pendidikan formal. Menggunakan metode homeschooling sesuatu yang baru bagi keluarga dan lingkungan. Berbagai informasi tentang metode homeschooling saya kumpulkan supaya tidak terjadi hambatan yang besar.

Buku rujukan pertama tentang metode homeschooling adalah karya Ellen Kristi yang menceritkan berbagai metode pendidikan Charlotte Mason.

Metode Charlotte Mason sangat fleksibel, bisa digunakan di pendidikan formal dan informal, namun lebih fokus ke pendidikan berbasis keluarga, yakni sebagai penanggung jawab adalah orang tua.

Anak-anak adalah titipan Tuhan, ibu dan ayah bertanggung jawab atas pribadinya dan memastikan bahwa anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang membawa kebaikan bagi masyarakat. Pendidikan di sekolah bukanlah yang utama. Sesungguhnya, kata Charlotte Mason, pendidikan di rumah lebih penting ketimbang pendidikan di sekolah, sebab pengaruh yang anak terima di rumah memberikan kesan mendalam yang akan menentukan karakter dan kariernya kelak.

"Menjadi orang tua itu luar biasa: tidak ada promosi, kehormatan, yang bisa dibandingkan dengannya. Orang tua seorang anak bisa jadi membebaskan sosok yang kelak terbukti sebagai berkat bagi dunia". (Charlotte Mason, hlm. )

Sebagai orang tua bukan saja naluri alamiah yang harus diandalkan. Frost mengatakan, alam menyediakan kepada semua ibu dan ayah kapasitas untuk mencintai anaknya, tetapi kita juga membutuhkan lebih dari sekadar dorongan cinta. A thinking love -- cinta yang berpikir. Untuk melengkapi cinta diperlukan berpikir. Modal dasar mengasuh anak adalah cinta, namun, mencintai anak harus dilengkapi dengan pengetahuan.

Idealnya menurut Charlotte Mason, setiap orang tua wajib menguasai dasar-dasar fisiologi dan psikologi. Bagaimana menjalani kehamilan, menjaga nutrisi anak dan bagaimana mengurus kebutuhan fisik sang anak.

Pengetahuan fisiologi akan membantu anak tumbuh dengan optimal. Orang tua juga bisa membantu mengelola emosi-emosi anak seperti sedih, marah, benci, tanpa sikap destruktif, pengetahuan psikologi ini akan mencegah orangtua frustasi dan pertumbuhan jiwa anak menjadi sehat.

Yang anak-anak butuhkan bukan orang tua yang hebat dan sempurna, mereka membutuhkan orang tua yang mencintai tanpa syarat dan mau terus belajar. Kata edukasionalis Naomi Aldort, mendidik anak pada hakikatnya adalah mendidik diri sendiri, raising children, raising ourselves.

Kembali kepada kebimbangan saya antara pendidikan formal dan informal. Metode Charlotte Mason tentang pendidikan di rumah atau keluarga saya terapkan.

Hingga hasil penilaian guru di semester ganjil diumumkan, dan wali kelas mengatakan, anak kedua saya mendapat peringkat nomor satu dari seluruh kelas tingkatnya. Ia juga memiliki karakter yang berbeda dari teman-temannya.

Tidak waktu lama setelah keputusannya tetap melanjutkan sekolah formal, ada perintah seluruh siswa belajar di rumah karena Pandemi Covid-19. Ini artinya, anak-anak melakukan pembelajaran dari rumah.

Sekolah formal atau informal, mendidik anak paling utama adalah pekerjaan orang tua.  Mari kita menjadi juru selamat untuk generasi muda mendatang.

Bahan Bacaan

Kristi Ellen, Cinta yaang Berpikir, 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun