Mohon tunggu...
Sri Rianti
Sri Rianti Mohon Tunggu... Lainnya - Faqir Ilmi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Sebaik-baik orang adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kebahagiaan Perspektif Al Quran

9 Oktober 2021   09:47 Diperbarui: 9 Oktober 2021   10:10 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam bahasa Arab ada empat kata yang berhubungan dengan kebahagiaan, yaitu sa'id   (bahagia), falah (beruntung) najat (selamat) dan najah (berhasil). Dari empat kat adiatas, kata sa'id adalah kata yang paling dekat dengan makna kata bahagia. Al-Ashafany mengartikan kata sa'id dengan pertolongan kepada manusia terhadap perkara ketuhanan untuk memperoleh kebaikan, dan kata sa'id (bahagia) merupakan lawan dari kata syaqowah/syaqiyyun (sengsara) sebagaimana firman Allah dalam surah Hud: 105 yang berbunyi:

(105(

Artinya: "Di kala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya, maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia". (al-Hud:105)

Makna sa'id ini merupakan terjemahan yang paling dekat dengan bahagia, kata falah, najat, dan najah adalah kata-kata yang serumpun dalam makna bahagia. Karena pada saat orang mendapatkan keberuntungan, keselamatan dan kesuksesan maka perasaannya pasti bahagia.

Kata sa'adah (bahagia) mengandung nuansa anugerah Allah SWT setelah terlebih dahulu mengarungi kesulitan, sedangkan falah mengandung arti menemukan apa yang dicari (idrak balaghah). Falah ada dua macam, duniawi dan ukhrawi. Falah duniawi adalah memperoleh kebahagiaan yang membuat hidup didunia terasa nikmat, yakni menemukan a) keabadian (terbatas); umur panjang, sehat terus, kebutuhan tercukupi terus dsb, b) kekayaan; segala yang dimiliki jauh melebihi dari yang dibutuhkan, dan c) kehormatan sosial. Sedangkan fakta ukhrawi terdiri dari empat macam, yaitu a) kebadiaan tanpa batas, b) kekayaan tanpa ada lagi yang dibutuhkan, c) kehormatan tanpa ada unsur kehinaan dan d) pengetahuan hingga tiada lagi yang diketahui.

Sedangkan najat merupakan kebahagiaan yang dirasakan karena merasa terbebas dari ancaman yang menakutkan, misalnya ketika menrima putusan bebas dari pidana, ketika mendapat grasi besar dari presiden, ketika ternyata seluruh keluarganya selamat dari gelombang tsunami dan sebagaianya.       Adapun najah adalah perasan bahagia karena yang diidam-idamkan ternyata terkabul, padahal ia sudah merasa pesimis, misalnya keluarga miskin yang sepuluh anaknya berhasil menjadi sarjana semua.

Menurut Nurkholis Madjid, ketika kita membahas mengenai kebahagiaan, maka kita tidka bisa lepas dari kata kesengsaraan yang merupakan lawan kata dari kebahagiaan itu sendiri, sebagaimana disebutkan dalam surha Hud ayat 105-108. Islam mengajarkan kebahagiaan dan kesengasaraan jasmani dan ruhani atau duniawi dan ukhrawi namun tetap membedakan keduanya.

Banyak pula dijanjikan kehidupan yang bahagia sekaligus didunia ini dan akhirat kelak untuk mereka yang beriman dan berbuat baik. Kehidupan yang bahagia didunia menjadi semacam pendahuluan bagi kehidupan yang lebih bahagia diakhirat[2]. Seperti ditegaskan dalam surah an-nahl ayat 97:

Artinya: "Barang siapa yang mengerjakan amal saleh ---baik laki-laki maupun perempuan--- dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik: dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan".

Dalam masalah kesengsaraan juga demikian. Al-Qur'an menjelaskan bahwa orang yang ingkar kepada kebenaran dan berbuat jahat diancam baginya kesengsaraan dalam hidup didunia ini sebelum kesengsaraan yang lebih besar kelak di akhirat. Sebagaimana ditegskan dalam surah as-sajadah ayat 20-21:

(20)

Artinya: "Adapun orang-orang yang fasik (kafir), maka tempat mereka adalah neraka. Setiap kali mereka hendak keluar darinya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka, "Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kamu mendustakannya." Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat); mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)".

Penegasan-penegasan perlu dipertanggung jawabkan dengan penegasan terdahulu diatas bahwa ada perbedaan anatar kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Dan bahwa tidak selama mengajar salah satu akan dengan sendirinya menghasilkan yang lain. Tapi memang ada dan banyak, prilaku lahir dan batin manusia yang membawa akibat pada adanya pengalaman kebahagiaan atau kesengsaraan duniawi dan ukhraawi sekaligus. . (Hamim, 2016)

Dalam upaya meraih kebahagiaan, sering kali kita keliru dalam membedakan mana kesenangan dan mana kebahagiaan. Hal ini mengakitbatkan kita terjebak pada kesenangan yang tidak membawa kebahagiaan. Untuk itu kita harus dapat membedakan dengan baik antara kesenangan dan kebahagiaan. Tidak semua kesenangan membawa kebahagiaan.

Sudah sering kita temukan fakta-fakta bahwa orang-orang yang secara umum dianggap bahagia, malah tidak merasa bahagia. Contohnya artis-artis terkenal yang malah setres karena tidak memiliki kehidupan pribadi yang normal akibat ketenarannya sendiri, seorang politikus yang malah menjadi sakit jiwa karena bangkrut akibat kalah kampanye, atau seorang konglomerat kaya raya yang merasa depresi tidak bahagia karena keluarganya berantakan kurang erhatian dan kasih sayang. Pemenuhan kesenangan untuk mencapai kebahagiaan ini justru yang menjadi salah satu penyebab utama rusaknya moral masyarakat.

Kesenangan berdimensi horizontal, sedangkan kebahagiaan berimensi horizontal dan vertikal. Orang masih bisa mengurangi anatomi kesenangan yang diperolehnya, tetapi ia akan susah mengungkap rincian kebahagiaan yang dirasakannya. Air mata bahagia merupakan wujud ketidakmampuan seseorang dalam mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Sehingga wajar jika para hujjaj ( orang yang melaksanakan haji) seringkali menangis tidak bisa mengungkapkan dan enerangkan kenapa bisa menangis di lokasi-lokasi tertentu seperti didepan ka'bah, maqam Rasulullah SAW dan tempat-tempat seputar masjidil Haram. Karena kebahagiaan yang dialami tersebut berdimensi vertikal, dan spiritual. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun