Indonesia merupakan bangsa yang besar dan kuat tetapi hasil penelitian dari riset yang dilakukan masih kurang maksimal. Salah satu penyebabnya adalah alokasi dana riset yang sangat tertinggal dibandingkan negara lain. Dana riset yang dikucurkan oleh pemerintah hanya 0,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal dana tersebut dapat menunjukkan adanya hubungan antara anggaran riset dan indeks inovasi suatu negara.
Sebagai perbandingan Singapura dengan anggaran riset sebesar 0,6 persen dari PDB mampu mencapai skor tertinggi dalam Indeks Inovasi Global versi WIPO (2023) dengan 61,5 poin. Meskipun wilayah Singapura jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia tetapi negara tersebut berhasil mengelola Sumber Daya Alam (SDA) secara efektif. Hasilnya Singapura kini menjadi salah satu negara maju di dunia.
Melihat keberhasilan Singapura seharusnya Indonesia juga mampu menyaingi meskipun dana riset terbatas berkat sumber daya alam yang melimpah. Salah satu sumber daya alam yang potensial untuk riset di Indonesia adalah kelapa. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi kelapa Indonesia mencapai 2.890,9 ribu ton pada tahun 2023.
Melimpahnya produksi kelapa dapat menekan biaya riset dari sisi bahan. Selain itu pemanfaatan kelapa di Indonesia masih tergolong sederhana. Kelapa yang dihasilkan banyak dimanfaatkan untuk produk dasar seperti kelapa parut dan santan. Karena produk turunan kelapa yang sederhana tersebut membuat harga jualnya tidak terlalu tinggi sehingga dampaknya terhadap ekonomi masyarakat belum signifikan. Hal ini menjadi lebih jelas mengingat kondisi pengangguran di Indonesia yang tinggi mencapai 7,99 juta orang pada Februari 2023.
Banyaknya jumlah pengangguran dapat terserap jika produk turunan kelapa dapat dikembangkan melalui riset yang dilakukan. Salah satu produk turunan kelapa yang memiliki potensi besar adalah minyak kelapa murni (virgin coconut oil). Melihat data konsumsi minyak kelapa dunia yang mencapai 3,53 juta metrik ton pada tahun 2021/2022 maka Indonesia dari riset yang dilakukan dapat menjadi produsen utama dalam memenuhi minyak kelapa dunia.
Selain itu serat kelapa dapat digunakan sebagai bahan dasar komposit dalam industri konstruksi. Penggunaan serat kelapa dalam komposit menawarkan keuntungan signifikan seperti mengurangi ketergantungan pada bahan baku sintetis yang lebih mahal akibat impor. Biaya impor bahan sintetis sering dipengaruhi oleh fluktuasi mata uang asing seperti nilai tukar 1 Dollar AS yang mencapai 16.251 pada 31 Mei 2024. Dengan menggunakan serat kelapa sebagai bahan komposit tidak hanya dapat mengurangi biaya tetapi juga membantu menekan dampak lingkungan.
Produk turunan kelapa yang dapat dihasilkan adalah briket arang. Berdasarkan data dari BPS nilai ekspor produk arang kelapa Indonesia (HS 4402) mengalami peningkatan dari USD 145,1 juta pada tahun 2019 menjadi USD 151,9 juta pada tahun 2020. Briket arang kelapa Indonesia diminati oleh sejumlah negara seperti Turki, Brasil, dan negara lainnya. Keunggulan produk ini meliputi tingkat panas yang lebih tinggi dan sifat ramah lingkungan yang membuatnya menjadi alternatif bahan bakar yang lebih baik dibandingkan sumber lain.
Untuk menghasilkan produk turunan kelapa yang optimal maka riset yang mendalam diperlukan. Meskipun dana riset terbatas penulis yakin masih ada solusi untuk memaksimalkan riset kelapa mengatasi masalah ekonomi dan pengangguran serta memberikan kontribusi signifikan bagi Indonesia. Dengan langkah yang tepat membuat Indonesia dapat meningkatkan indeks inovasi dan sejajar dengan negara seperti Singapura. Berikut adalah beberapa langkah yang perlu diambil:
Pertama menyederhanakan birokrasi terkait perizinan alat penelitian dan prosedur lainnya adalah langkah yang krusial. Proses birokrasi yang lama dan rumit sering menghambat kemajuan riset yang pada gilirannya mempengaruhi hasilnya. Dengan mempercepat dan mempermudah birokrasi maka peneliti Indonesia dapat meningkatkan efisiensi riset yang dilakukan. Hal ini akan memungkinkan peneliti fokus pada inovasi dan hasil penelitian serta mempercepat pencapaian tujuan riset yang berdampak pada perkembangan ekonomi dan teknologi negara.
Hal kedua adalah kolaborasi antar jurusan dalam penelitian. Melibatkan berbagai jurusan dengan keahlian berbeda menciptakan pandangan yang lebih komprehensif dan solusi yang lebih inovatif. Kolaborasi lintas disiplin memungkinkan pemecahan masalah secara holistik yang dapat mempercepat kemajuan riset. Sementara itu langkah ketiga adalah menekan biaya di luar penelitian seperti pajak. Pajak yang tinggi dapat menggerus dana penelitian secara signifikan. Dengan mengurangi pajak dan biaya operasional lainnya membuat dana penelitian dapat lebih maksimal digunakan sehingga hasil riset yang menggunakan bahan dasar kelapa dapat ditingkatkan.
Jika dana riset masih kurang maka kolaborasi dengan pihak industri bisa menjadi solusi. Industri dapat menyediakan dana tambahan dan mendapatkan akses ke hasil riset untuk mengembangkan produk yang dapat dipasarkan. Ini menciptakan simbiosis mutualisme karena peneliti mendapat dukungan finansial sementara industri memperoleh inovasi baru untuk meningkatkan daya saing produk ke depannya.
Sebagai mahasiswa maka pandangan penulis percaya bahwa pengembangan produk turunan kelapa dapat mengatasi tantangan ekonomi dan sosial di Indonesia. Dengan riset yang optimal dan kolaborasi maka Indonesia bisa mencapai kemajuan dan inovasi setara dengan negara maju seperti Singapura. Ayo.....riset kelapa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H