Dalam menjalankan perannya sebagai penyelenggara negara, tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Salah satu praktek suap yang banyak terjadi saat ini adalah dalam bentuk pemberian gratifikasi. Pemberian gratifikasi kepada aparatur negara baik sengaja maupun tidak disengaja secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan dalam pengambilan keputusan.Â
Apa yang harus kita lakukan ketika menerima gratifikasi?
Pada instansi yang telah melaksanakan reformasi birokrasi telah terbentuk Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) instansi yang bertugas untuk menerima pelaporan terkait penerimaan gratifikasi untuk dinilai dan kemudian tim UPG ini akan melaporkan ke KPK sesuai yang diamanatkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) :
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Â
Bagaimana jika belum terbentuk UPG di instansi?
Perkembangan teknologi saat ini memungkinkan setiap orang menjadi pelapor bagi dirinya sendiri. Telah tersedia bentuk pelaporan secara online oleh KPK sehingga kita tidak perlu merasa khawatir jika ketika secara sosial penerimaan tersebut tidak bisa ditolak. Dengan media yang tersedia saat ini sangat memudahkan seseorang untuk menjadi pelopor perubahan, seharusnya media tersebut dimanfaatkan dengan maksimal. Melaporkan penerimaan gratifikasi bukan berarti melakukan pelanggaran, justru pelapor gratifikasi seharusnya diberi penghargaan karena telah dengan kesadarannya menolak sesuatu yang bukan menjadi haknya. Mulailah dari hal kecil menuju Good Governance.Menjadi pelapor?? kenapa tidak??.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H