Mohon tunggu...
Sri Pujiati
Sri Pujiati Mohon Tunggu... PNS - Nothing

Jepara, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Peribahasa yang Menggambarkan Sifat Kebanyakan Manusia

9 Juni 2021   18:40 Diperbarui: 9 Juni 2021   18:53 3927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak

Peribahasa tersebut pasti sudah tidak asing di telinga kita.  Peribahasa yang sering kita dengar karena menggambarkan kehidupan sehari-hari. Ya peribahasa yang mempunyai arti

 Kesalahan atau aib sendiri yang besar tidak tampak  sedangkan kesalahan atau aib orang lain walaupun sedikit tampak jelas. 

Saya mengetahui peribahasa ini waktu masih duduk di bangku SD di mata pelaajaran Bahasa Indonesia. Peribahasa ini sangat melekat dalam ingatan saya karena artinya yang menarik. Walaupun waktu  itu saya belum mengerti sepenuhnya apa maksud dari peribahasa tersebut. Namun seiring waktu dan  beranjak dewasa saya mengerti maksud dari peribahasa ini. 

Peribahasa ini menggambarkan kehidupan sehari-hari, di mana banyak orang yang suka membicarakan keburukan orang lain daripada kebaikan orang lain. Walaupun kecil, keburukan orang lain begitu dibesar-besarkan dan sangat terlihat jelas. Sedangkan mereka yang membicarakan orang lain tidak melakukan instropeksi diri. Itulah manusia yang lebih suka mencela daripada memuji. 

Apalagi di  era media sosial seperti sekarang ini, di mana banyak orang yang suka berkomentar negatif pada postingan orang lain tanpa memikirkan kekurangan mereka sendiri. Melihat kekurangan dan kesalahan orang lain  memang mudah bagi kita dan terkadang kita menilainya begitu saja tanpa melakukan introspeksi terlebih dahulu. 

Peribahasa ini menggambarkan sosok orang yang tidak mau melakukan introspeksi terhadap diri sendiri karena sibuk melihat kesalahan orang lain. Padahal terkadang kesalahan dan kekurangan diri sendiri itu biasanya lebih besar daripada orang lain. Untuk itu, alangkah baiknya jika kita sebagai manusia belajar untuk melihat diri sendiri sebelum mencela orang lain. Apakah  diri kita ini sudah menjadi orang yang benar atau belum. Apakah kita sebagai manusia sudah lebih baik daripada mereka yang kita cela? Belum tentu kan? Jadi introspeksi itu perlu agar kita tidak mudah menyalahkan orang lain. 

Selain peribahasa tersebut ada juga peribahasa lain yang sangat cocok menggambarkan kehidupan banyak orang.

Panas setahun dihapus hujan sehari. 

Pasti peribahasa ini juga tidak asing kan. Peribahasa ini mempunyai arti kebaikan yang banyak bisa terhapus hanya karena satu kesalahan. Peribahasa ini memiliki arti  yang mirip dengan peribahasa nila setitik merusak susu sebelanga.

Peribahasa ini menggambarkan orang yang melakukan banyak kebaikan,  namun karena melakukan kesalahan , kebaikannya seolah tak berarti. Mungkin di antara kita pernah mengalami hal seperti ini. Ketika kita sudah banyak berbuat baik kepada orang lain, namun karena satu kesalahan saja kebaikan yang kita lakukan seolah hilang tak berbekas. 

Mungkin sebagian dari kita pernah mengalami hal  ini. Yaitu melupakan kebaikan atau justru dilupakan kebaikannya akibat kesalahannya. Kebanyakan orang lebih fokus dengan kesalahan orang lain, padahal kebaikan yang  dilakukannya lebih baik daripada kesalahannnya. Kita sebagai manusia memang lebih suka mengingat kesalahan daripada kebaikannya. Kebaikan yang begitu banyak bisa terhapus begitu saja dengan satu kesalahan.  

Dua peribahasa tersebut sering saya temui di kehidupan sehari-hari. Bahkan saya juga mengalaminya. Sebagai manusia biasa terkadang saya juga lebih suka melihat kesalahan orang lain dan kurang mawas diri. Namun seiring berjalannya waktu saya  juga  mulai belajar untuk tidak menilai orang lain secara sembarangan. Karena di setiap perbuatan pasti ada alasan di baliknya. Mendengarkan penjelasan dari orang lain juga penting untuk mendengarkan alasan  di balik perbuatan yang dilakukan. Dengan begitu saya bisa mendapatkan informasi yang berimbang dan tidak mudah menjudge perbuatan orang lain dan langsung memberikan cap kepada mereka yang melakukan kesalahan. 

Dua peribahasa tersebut saya rasa sangat mewakili sifat manusia dan sering terjadi dalam kehidupan di masyarakat. Peribahasa tersebut bisa menjadi pengingat bagi diri kita sendiri untuk lebih introspeksi sebelum menilai orang lain. Selain itu juga mengingatkan bahwa sejatinya manusia harus mengingat kebaikan orang lain daripada keburukannya. Karena biasanya kebaikan itu lebih banyak porsinya daripada keburukannya. 

Sebagai manusia seharusnya kita tidak hanya terfokus pada kesalahan orang lain. Karena hal itu justru bisa membuat hubungan kita dengan orang lain menjad tidak baik. Tentu dalam bersosialisasi dengan banyak orang kita ingin menjalin hubungan yang baik dan harmonis. Menerapkan dua peribahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari sebagai pengingat agar kita tidak seperti dalam peribahasa tersebut. 

Yaitu tidak menjadi pribadi yang hanya melihat kesalahan orang lain kemudian membesar-besarkannya. Padahal kita sebagai manusia juga pasti tidak luput dari kesalahan dan keburukan. Untuk itu kita sebagai manusia harus membiasakan diri untuk introspeksi agar kita tidak mudah menilai keburukan orang lain. 

Kemudian hal kedua adalah penting kita mengingat kebaikan orang lain. Setiap orang pasti pernah berbuat salah, namun ketika berhubungan dengan orang lain, biasanya banyak kebaikannya. Jangan sampai kita melupakan banyak kebaikan dari orang lain hanya karena satu kesalahan yang diperbuat. Hal itu tentu tidak baik bahkan bisa membuat kita menyesal jika tidak memperbaikinya. 

Berdasarkan pengalaman saya berhubungan dengan banyak orang, itu lebih banyak kebaikannya daripada kesalahan. Dengan mengingat kebaikannya, maka kita hati kita akan tenang dan tidak mudah terpancing emosi. Kita juga tetap bisa menjaga hubungan baik dengan mereka. Dengan mengingat kebaikan orang lain, kita juga tidak mudah marah ketika orang tersebut berbuat kesalahan. Dengan begitu kita bisa menghindari konflik antar sesama dalam kehidupan bermasyarakat.  

Itulah dua contoh peribahasa yang menggambarkan watak manusia. Sebagai manusia tentu kita tidak luput dari kesalahan. Untuk itu, kita harus mawas diri dan tidak mudah menjudge orang lain. Peribahasa tersebut juga mengajarkan kita untuk lebih berhati-hati dalam berbicara maupun berkomentar di media sosial.

Terima kasih semoga bermanfaat.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun