Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Artikel Sri Patmi: Teman Toksik, Suka Ngusik? (Part 1 Tukang Gosip)

19 Oktober 2021   07:46 Diperbarui: 19 Oktober 2021   07:48 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hampir sebagian besar pekerja menghabiskan waktu kerjanya di tempat kerja. Bayangkan saja, dari 24 jam kerja, sepertiga waktu dipergunakan untuk bekerja, bertemu dengan orang asing yang baru dikenal. Belum ditambah dengan waktu perjalanan pergi dan pulang kerja. 

Bagaimana jika sepertiga waktu kita dihabiskan bersama dengan teman yang toksik dan belum apa-apa sudah mengusik kehidupan dilingkungan kerja atau kehidupan pribadi kita? Tentunya akan memicu rada insecure. 

Beragam permasalahan akan terjadi dan berdampak baik secara mental, psikis, psikologi dan lingkungan fisik. Harus tricky banget buat menyikapi masalah teman toksik yang suka Ngusik. Jangan sampai strategi yang digunakan malah jadi Boomerang untuk kita sendiri. 

Penyebab Teman Toksik, Suka Bergosip? 

Dimanapun kita berpijak, netijen akan selalu ada. Informasi menjadi konsumsi yang paling enak dan renyah sambil menikmati pekerjaan. Utamanya ketika sudah menemukan sedikit saja celah untuk ikut campur urusan orang lain, seakan ia menguasai semua lini kehidupan kita. Menyebarkan segala bentuk informasi kepada siapapun untuk mencapai kepentingan. 

Faktor penyebab munculnya para netijen ini beragam, ada faktor internal dan eksternal. Dipicu dari faktor internal berupa kecemburuan sosial sesama manusia. 

Misalnya, merasa tidak nyaman dengan keberadaan kita dilingkungan kerja, takut kehilangan perhatian dari bos besar, takut kehilangan jabatan, takut jika pekerjaannya digantikan oleh orang baru yang lebih kompeten. 

Selain itu, faktor internal yang sangat berpengaruh adalah motivasi dan rasa percaya diri yang kurang terhadap kemampuan yang dimiliki diri sendiri. Merasa kurang kompetitif untuk bersaing dengan orang baru yang memiliki kemampuan lebih. 

Faktor eksternal yang mendorong adalah interval waktu untuk beradaptasi. Jeda waktu interaksi setiap orang pada lingkungan baru berbeda-beda. Ada yang membutuhkan waktu cukup lama untuk beradaptasi, ada juga yang cukup adaptif dengan lingkungan. 

Jeda waktu ini yang menyebabkan adanya kesenjangan sehingga munculnya prasangka. Analoginya adalah berapa jumlah segitiga didalam sebuah segitiga? Setiap orang memiliki perspektif dan paradigma yang berbeda dalam memandang. Ada yang mengatakan jumlah segitiga tersebut 9, 10 dan seterusnya. 

Dalam jeda adaptasi ini, bagi orang baru akan memunculkan cultural shock/gegar budaya. Biasanya tidak berada dilingkungan begini, biasanya dikelilingi lingkungan yang baik. Kenapa sekarang seperti ini? 

Teman Toksik, Siapa Bilang Enggak Bisa Produktif? 

Berada dalam lingkungan kerja yang toksik seperti menggenggam bara api. Mau tidak mau, suka tidak suka, lingkaran yang terjadi seperti itu. Apalagi jika sudah menjadi budaya yang mendarah daging.

Jangan bersikap heroik untuk mengubah orang lain sementara untuk mengubah diri sendiri saja belum bisa? Selama masih membutuhkan penghasilan, maka harus besar penerimaan kita terhadap lingkaran ini. 

Cobalah untuk membentuk circle yang lebih produktif. Berfokus pada nilai kebaikan dan kebenaran. Tanamkan didalam diri, jika bekerja itu berkarya. Berkarya bagian dari ibadah dalam bentuk penghambaan kepada Sang Pencipta. Lakukanlah yang terbaik dan terus berprestasi! Yakinilah didalam diri, kebaikan akan kembali kepada diri sendiri. 

Jika kita sudah melakukan yang terbaik, tetapi masih saja menjadi bahan gosip bagi teman yang toksik, itu adalah pilihan mereka. Pilihan kita adalah melakukan yang terbaik kepada siapapun termasuk kepada teman yang toksik. 

Secara persuasif, kita berusaha merangkul, menanamkan kasih, tapi masih belum tersentuh juga, sebaiknya tinggalkan. Karena circle ini jika dibiarkan terlalu lama dekat dengan diri, akan berdampak negatif. 

Evaluasi dan masukkan didalam benak kita. Benang merah kebaikan dan keburukan kita dan teman yang toksik. Perubahan visioner apa yang bisa diambil hikmahnya? Jangan selalu menyalahkan teman yang toksik menjadi racun didalam diri. 

Ambillah sisi positif untuk diri kita sendiri. Lambat laun, kita akan mengerti mengapa ada teman yang suka bergosip? Apa fungsi dan manfaatnya untuk kehidupan kita? Dari sini, kita akan lebih mawas, selektif dan berhati-hati terhadap manusia. 

Salam, 

Sri Patmi 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun