Aksara tak dapat berbicara, tetapi aksara mewakili ungkapan rasaÂ
Manusia belajar dari alam semesta, bergerak, bernapas dan kembali kepada jalan pulang dikendalikan oleh sistem yang maha dahsyat. Sama halnya dengan semesta yang bergerak dengan mengagungkan nama Sang Hyang Jati Pangeran. Pergerakan ini sinkron dengan bahasa aksara yang menunjukkan sebuah mahakarya dalam bentuk rasa. Rasa dari sebuah penghambaan diri kepada-Nya dengan segala anugerah yang diberikan didalam kehidupan. Rasa yang tak dapat terbendung atas segala kemurnian diri yang tak dapat terungkap. Rasa dari keinginan untuk menjadikan diri lebih berharga. Rasa yang selalu menjadikan manusia ingin bergerak dan menjadikan diri lebih bermanfaat. Rasa yang tak pernah terlihat secara kasat mata. Tapi hanya orang yang kasat rasa dapat merasakan keagungan Mahakarya yang sejati.Â
Melalui sebuah aksara insan dapat mengubah kehidupan. Bacalah! kalimat pertama tentang sebuah pembelajaran rasa yang tertanam begitu mendalam. Dalam rundungan ketakutan, sedih, duka nestapa dan segala hal yang bercampur aduk, seruan BACALAH! Inilah yang menjadikan aksara memiliki makna bagi jiwa dan raga. Aksara memberikan gambaran nyata tentang kehidupan yang maha luas melalui rasa. Udara yang bergerak masuk kedalam hidung dan masuk dalam paru-paru memberikan kehidupan untuk insan lebih berarti. Udara yang tak terlihat dapat dirasakan. Lagi-lagi rasa. Dengan telinga manusia merasa, dengan mulut manusia merasa, dengan hidung manusia merasa, dengan tangan manusia merasa, dengan kaki manusia merasa. Tapi rasa mana yang dipergunakan untuk dapat mengerti hakikat mahakarya?Â
Lagi... lagi... tentang rasa... Jangan Salah Kaprah!
Mengapa demikian? Banyak yang berbicara tentang rasa dalam wujud manifestasi fisik dan wujud materi. Rasa berada dalam diri manusia yang bergerak berdasarkan perintah hati nurani. Dari sini pengindraan mulai menjamah bagian rasa menjadi sebuah mahakarya. Ketika manusia berada di alam yang begitu sejuk dan damai, unsur indrawi akan menangkap sinyal itu secara responsif. Jadi konsep rasa akan merasakan terlebih dahulu, kemudian memberi respons pada fisik manusia untuk menggerakkan. Berbeda dengan rasa yang digerakkan karena respons dari luar, diterima otak dan ditransmisikan kedalam rasa didalam diri. Mahakarya yang diciptakan akan berbeda dengan rasa yang diterima dari lingkungan luar. Mahakarya yang tercipta dari rasa akan memberikan dampak yang berbeda dari sebelumnya. Rasa kekaguman pada alam semesta, memberikan perilaku untuk bergerak dan menjadikan tutur syukur yang mendalam. Jadi, mana yang lebih dulu tercipta? Rasa atau mahakarya?Â
Rasa immateri, mahakarya bersifat materi. Keduanya saling melengkapi. Rasa memberikan ruh yang maha hidup dalam sebuah mahakarya. Tanpa rasa, mahakarya akan menjadi seonggok materi tanpa makna. Rasa itu merupakan kehidupan. Hidupnya sebuah rasa menunjukkan sebuah eksistensi atas segala anugerah-Nya. Dari rasa akan muncul aksi dan reaksi. Dari sini, dengan segala kesempurnaan yang dimiliki manusia, rasa diinterprestasikan dengan berbagai bentuk yang dapat dilihat, berguna dan bermanfaat. Pemaknaan ini membutuhkan konsep berbicara dengan diri sendiri/komunikasi intrapribadi, rasa akan diterjemahkan dalam perilaku simptomatik dan perilaku positif lainnya.Â
Lagi-lagi rasa...Â
Rasa menghidupkan berbagai macam mahakarya yang menggelegar. Putra-putri generasi penerus bangsa merupakan mahakarya yang dicipta dari rasa. Generasi penerus yang ada dididik dan diasuh merupakan mahakarya yang dihidupkan dengan rasa. Rasa kasih, rasa cinta, rasa tulus, rasa syukur pada Keagungan Tuhan Yang Maha Kuasa. Nama-namanya dituliskan dalam bentuk aksara. Baru terlahir didunia sudah diperkenalkan dengan keagungan Gusti dengan kalimat Illahi. Mahakarya putra putri dituliskan dalam aksara-aksara indah yang sah dan penuh makna berupa akte kelahiran, rapor pendidikan, dan akta kematian hingga ia harus kembali lagi pada jalan pulang yang sesungguhnya.Â
Rasa ruh hidup yang menjembatani alam semesta dan manusia.
Semesta bergerak bukan tanpa makna. Pergerakannya merupakan wujud penghambaan yang sesungguhnya. Bentuk rasa ini lebih mendalam tanpa ada campur aduk segala kepentingan. Kepentingan semesta pada dunia ini hanyalah menjalankan satu tugas pokok untuk Tuhan Yang Maha Sejati. Mahakarya yang dihidupkan dengan rasa penghambaan. Kedahsyatannya dapat dilihat secara kasat mata dan hidup dalam miniatur diri manusia. adakah diantara kita yang tidak merasakan keagungan semesta dalam miniatur diri kita? Mahakarya udara memberi napas pada rongga dada, mahakarya air memberikan penghidupan yang layak, mahakarya tanah memberikan pangan yang menghidupi, mahakarya bumi menggerakan roda kehidupan begitu epic. Adakah manusia yang bisa menciptakan mahakarya sedahsyat kekuasaan-Nya? Maka bacalah dengan aksara! Bacalah dengan penuh makna! Bacalah dengan rasa!Â
Bogor Barat, 29 Mei 2021
Salam,Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H