Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Artikel Sri Patmi: Purifikasi Pendidikan Bukan Masalah Kaleng-kaleng

2 Mei 2021   12:40 Diperbarui: 2 Mei 2021   12:43 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penetapan ini berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959 pada tanggal 16 Desember 1959. Sejarah pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari peran Ki Hajar Dewantara yang kini dijuluki sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Atas jasanya, melalui surat keputusan presiden tahun 1959 itu, tanggal lahir Ki Hajar Dewantara ditetapkan menjadi Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

Perayaan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2021 ramai dengan tema Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar. Tak dapat dipungkiri jika pandemi COVID-19 telah membawa dampak perubahan yang signifikan terhadap dunia pendidikan. Dimana setiap sendi dari program pengajaran serba virtual dan berbatas untuk pertemuan di kelas. Bagaimana tidak? Konsekuensi dari kegiatan pengajaran akan berimbas pada sisi kesehatan. Transformasi ini mengundang banyaknya pertanyaan dijawab dengan pertanyaan. Satu per satu pertanyaan seakan belum tuntas telah ada problematika lagi yang harus diselesaikan. Sementara kehidupan ini perlu adanya pendidikan, adakah sebuah nilai kemurnian dari pendidikan yang harus dipurifikasi kembali? Pendidikan menjadi lentera perjalanan yang menerangi. Pengalaman menjadikan pendewasaan sikap menghadapi hidup ini.

Carut marut kehidupan imbas dari Corona virus ini telah banyak mengajarkan manusia tentang hakikat kehidupan sesungguhnya. Dimana setiap mentalitas dijajah untuk tertindas. Anak sekolah semakin miskin pendidikan kehidupan karena pembelajaran dibuat diatas layar bukan diatas kertas apalagi menembus pola pikir tak berbatas. Pendidikan yang sesungguhnya ketika kita keluar dari bangku sekolah. Menemui jutaan kehidupan yang sudah lama tak tertebak dalam setiap buku pelajaran. Peristiwa demi peristiwa akan berpengaruh terhadap sistem kehidupan yang berlaku dari waktu ke waktu.

Pengajar dihadapkan pada situasi yang berbeda dari realita yang bergerak. Dihadapan mereka sudah disuguhkan kondisi psikis dan psikologis yang mulai terkikis habis.  Sementara kehidupan ini terus berlalu, terus berjalan, terus bergerak. Kenyataannya life just go on. Kita semua, pendidik dan yang dididik harus berusaha melepaskan diri dari jerat belenggu waktu yang terdiam.

Jangan biarkan setiap bagian virus ini menggerogoti kecerdasan manusia dengan kecerdasan buatan. Akankah guru tergantikan oleh teknologi? Gawai telah banyak menyajikan program pembelajaran yang dapat diakses kapanpun dan dimanapun tanpa batas. Cukup dengan membayar kuota 1 bulan, kita sudah dapat menikmati asiknya pembelajaran secara virtual. Bandingkan dengan harus membayar gaji guru yang notabene sudah dinilai terlalu besar dan kemahalan untuk sebagian orang? Padahal tak tanggung-tanggung setiap genggaman tangannya menyebarkan ilmu dan kemuliaan untuk dimaknai. Lalu dimana peran guru ketika semua tingkat kecerdasan sudah berganti menjadi Artificial Inteligence? Bagaimana tentang orientasi pendidikan di Indonesia? Mari tarik kedalam diri kita masing-masing, buka diri terhadap pendidikan yang datangnya dari manapun. Ambil intisari dan benang merah yang memiliki kebermanfaatan untuk kehidupan. Karena problematika pendidikan dan pengajaran bukan dianggap sebagai masalah kaleng-kaleng. Bekal kehidupan tak hanya cukup dengan modal titel dan gelar. Bekal hidup bukan hanya dengan disuapi terus menerus dan sibuk berkoar. Memandangan dari setiap kacamata kehidupan tak berbatas agar pendidikan bisa menjadi manifestasi yang sangat berarti meniti garis waktu yang tak menentu. 

Salam,

Sri Patmi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun