Pada akhirnya sebuah karya perlu adanya sebuah pengukuhan. Dicatat agar menjadi bagian dari sebuah sejarah dunia yang tak pernah lepas dari mata yang sekedar memandang atau menyimak serta memaknainya. Menjadikan makna dalam setiap kata menjadi sebuah pengajaran hikmah kehidupan. Tak harus merasakan untuk mendapatkan pengajaran, dengan membaca manusia dapat berkaca dari pantulan kata. Dalam buku ini ada sebuah kisah tentang mengalirnya air mata. Terurai mengalir buncah dan pecah. Bercucuran deras merayu waktu agar kembali seperti dahulu. Disaat senyum masih mengembang dengan tatap yang mengambang. Disaat ragamu masih dapat kupeluk erat hingga sakit mulai terlupa. Sekarang seakan semua telah memisahkan cerita kita. Seakan semesta tak pernah memihak kisah bahagia berlangsung lama. Runtuh sudah dunia ini berlinang air mata. Kupeluk bagian waktu yang masih tersisa pada sisa napas ditenggorokanmu sore itu. Biarkan nadi ini menunjang gerak otot lain semakin kuat menyambut kepergianmu yang tak pernah kembali.Â
Salam,Â
Dalam Buku Sonata Air Mata
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H