Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Artikel Sri Patmi: Waspada! Kenali Penyebab Manusia Bisu Diam Seribu Bahasa

29 Januari 2021   08:31 Diperbarui: 29 Januari 2021   08:36 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persepsi adalah inti dari komunikasi. Ketika manusia sudah mengalami kendala dalam berkomunikasi (breakdown communication) antara satu dengan yang lain, maka perlu ditinjau lebih dalam lagi apakah kegagalan tersebut disebabkan oleh persepsi dan budaya antara satu dengan yang lain. Maka sebelum berbicara lebih panjang dengan orang lain, perlu adanya penyamaan persepsi. Itulah sebabnya mengapa orang yang sudah satu persepsi bisa ngobrol berjam-jam untuk segala hal. Orang yang suka dengan penemuan-penemuan dan ilmu pengetahuan akan merasa cocok dengan kesamaan bidang yang ditekuni. Istilahnya menemukan kecocokan dalam diri mereka. Komunikasi antara satu dengan yang lain bagaikan dua lingkaran yang terpisah, dimana setiap persamaan satu dengan yang lain, membentuk irisan untuk kedua lingkaran. Semakin besar irisan pertemuan keduanya, semakin besar pula tingkat persamaan dan kecocokannya.

Nah.. ketika berbicara dengan lain pihak, PASTIKAN UNTUK SATU PERSEPSI.

Lontarkan kalimat "Sebelum kita berbicara lebih panjang, mari kita samakan persepsi terlebih dahulu! Maksud dan tujuan saya seperti ini, bagaimana dengan Anda?"

Demokratisnya bahasa seperti itu, tetapi tetap saja ada sebuah kendala dalam bahasa itu sendiri. Keterbatasan bahasa yang mengakibatkan manusia saling mempersepsikan berbeda-beda dan menyebabkan kondisi ambivelensia serta disambiguisitas. Beberapa bentuk kekeliruan dan kegagalan persepsi sebagai berikut

Kesalahan atribusi

Atribusi adalah proses internal dalam diri kita untuk memahami penyebab perilaku orang lain. Dalam usaha untuk mengetahui orang lain, kita menggunakan beberapa sumber informasi. Misal dilihat dari usia, gaya pakaian, daya tarik dan penampilan fisik lainnya. Artinya wujud kesan pertama pada sisi fisik luar yang akan ditonjolkan. Contoh ketika melihat orang berambut gondrong, celana pendek, kaos oblong biasa, dianggap seperti manusia pada umumnya. Padahal ketika tahu kehidupannya lebih dalam lagi, orang tersebut penderma dan bergelimang kemewahan dalam dirinya. Sering juga manusia menjadikan perilaku orang sebagai sumber informasi mengenai sifat manusia lain. Padahal ia perilaku tersebut bukan berarti sifat asli mereka. Justru mereka menggunakan topeng yang tebal untuk menyembunyikan sifat asli mereka. Kesalahan atribusi terjadi ketika kita salah menaksir makna pesan atau maksud perilaku si pembicara. Andaikan orang itu menguap, apakah selalu pertanda ia mengantuk? Salah satu sumber kesalahan atribusi adalah pesan yang dipersepsi tidak utuh atau tidak lengkap, sehingga kita berusaha menfasirkan pesan tersebut dengan menafsirkan sendiri kekurangannya, atau mengisi kesenjangan dan mempersepsi rangsangan atau mengisi pola yang tidak lengkap sebagai lengkap.

Efek Halo/Hallo Effect

Kesalahan persepsi yang disebut efek halo (hallo effect) merujuk pada fakta bahwa begitu kita membentuk kesan menyeluruh mengenai seseorang, kesan yang menyeluruh ini cenderung menimbulkan efek yang kuat atas penilaian kita akan sifat-sifatnya yang spesifik. Efek halo ini lazim dan bepengaruh kuat pada diri kita dalam menilai orang lain. Bila terkesan oleh seseorang, karena kepemimpinannya atau keahliannya dalam seuatu bidang, kita cenderung memperluas kesan awal kita. Kesan menyeluruh itu sering kita peroleh dari kesan pertama, yang biasanya berpengaruh kuat dan sulit untuk digoyahkan. Para pakar menyebut hal itu sebagai Hukum Keprimaan (law of primacy). Itu mungkin karena kita menyesuaikan pandangan berikutnya agar cocok dengan gambaran pertama kita, atau mungkin kita sudah lelah dalam memperoleh data baru. Contoh : saat wawancara kerja, ia seakan gugup dan gagal dalam proses komunikasi, padahal dalam kesehariannya ia luwes sekali berkomunikasi. Pengaruh "efek keprimaan" (primacy effect) itu begitu kuat dalam benak kita. Misalnya cinta pertama, hari pertama kerja dan lain-lain. Kesulitan komunikasi akan muncul dari stereotip yakni menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Dengan kata lain, stereotip adalah proses menempatkan orang dan objek kedalam kategori yang mapan, atau mengenai penilaian orang atau objek berdasarkan kategori yang sesuai ketimbang karakteristik individual mereka. Larry Samovar dan Richard E. Porter mendefinisikan stereotip sebagai persepsi atau kepercayaan yang kita anut mengenai kelompok-kelompok atau individu-individu berdasarkan pendapat dan sikap yang lebih dulu terbentuk. Robert A. Baron dan Paul B. Paulus, stereotip adalah kepercayaan hampir selalu salah bahwa semua anggota suatu kelompok tertentu memiliki ciri-ciri tertentu atau menunjukkan perilaku-perilaku tertentu.

  • Ringkasnya stereotip adalah kategorisasi atas suatu kelompok secara serampangan dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan individual.
  • Contoh kalimaat stereotip adalah :
  • Orang berjenggot itu fundamentalis
  • Orang Padang itu pelit
  • Orang Jawa tidak boleh menikah dengan Orang Sunda
  • Orang Tasikmalaya Tukang kredit.
  • Nah contoh diatas disebut dengan otostereotip (stereotip terhadap bangsa sendiri) yang mungkin masih diwarisi oleh sebagian orang kita yang bermental inlander.
  • Kenapa harus ada stereotip ?
    • Berdasarkan pernyataan Baron dan Paulus (ahli komunikasi) beberapa faktor yang berperan terbentuknya stereotip adalah
    • Manusia cenderung membagi dua dunia ini dalam dua kategori yaitu kita dan mereka. Gampangnya, orang akan berpikiran sekelompok mereka akan menyerupai dengan yang lain, bukan memandang secara individual.
    • Kecenderungan untuk melakukan kerja kognitif sesedikit mungkin dalam berpikir mengenai orang lain, bahasa kasarnya males mikir deh ah! Langsung ambil kesimpulan.

Apakah stereotip berbahaya?

Stereotip ini muatannya negatif. Ketika ia hanya disimpan dalam benak dan kepala saja, masih aman, stereotip ini akan jinak. Tetapi jika sudah dijadikan pijakan dasar dalam hubungan manusia, malah jadi bom waktu yang mengamcam keberlangsungan hidup manusia. Adakah manusia yang bisa hidup tanpa berkomunikasi? Bayi yang baru terlahir saja mengisyaratkan tentang komunikasi.

Hati-hati dengan tindakan, sikap dan ucapan karena adanya nubuat yang dipenuhi sendiri (Selfulfilling prophecy), yaitu ramalan yang menjadi kenyataan karena sadar atau tidak sadar, kita percaya dan mengatakan bahwa ramalan ini akan menjadi kenyataan.

Contoh : atasan yang mencurigai bawahannya menjadi maling di perusahaannya, prasangka dan dugaan ini tidak benar, akibat rasa percaya dan keyakinan dari atasan atas segala tuduhan, pada akhirnya ramalan tuduhan itu terbukti dan terlaksana. Padahal, awalnya si bawahan tidak memiliki rencana apapun terhadap pencurian harta asset perusahaan.

Nubuat yang dipenuhi sendiri juga berlaku untuk stereotip berikutnya. Misalnya Anda sudah menuduh bawahan Anda maling harta perusahaan, ia tersinggung, maka ia akan melakukan tindakan tersebut.

Misalnya orang Padangm dibilang pelit, ia tersinggung dan sebagai akibatnya ia tidak akan bermurah hati dengan Anda.


Prasangka

Konsep prasangka ini paling dekat dengan stereotip. Prasangka merupakan akibat kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda. Ian Robertson mengungkap bahwa pikiran berprasangka selalu menggunakan citra mental kaku yang meringkas apapun yang dipercayai sebagai khas suatu kelompok. Citra tersebut dinamakan stereotip.

  • Istilah prasangka (prejudice) berasal dari kata latin Praejudicium yang berarti preseden, atau penilai berdasarkan keputusan dan pengalaman terdahulu.
  • Richard W. Brisilin mendefinisikan prasangka sebagai sikap tidak adil, menyimpang atau tidak toleran terhadap sekelompok orang.
  • Prasangka bersifat negatif dan positif. Wujud prasangka yang paling nyata dan ekstrim adalah diskriminasi.
  • Apa dampak buruk prasangka?
  • Breakdown communication atau gagal komunikasi dan gagal persepsi. Lebih parahnya akan disusul dengan perang dingin tanpa bicara bahkan diskriminasi ras.
  • Alurnya kan dimulai dari prasangka, berlanjut stereotip, muncul nubuat yang dipenuhi sendiri, kegagalan komunikasi, hilangnya hubungan sosial dengan manusia.

Gegar Budaya

Kalvero Oberg, gegar budaya (culture shock) ditimbulkan oleh kecemasan karena hilangnya tanda-tanda yang sudah dikenal dan simbol-simbol hubungan sosial.

Lundstedt mengatakan bahwa gegar budaya adalah suatu bentuk ketidakmampuan menyesuaikan diri (personality mal-adjustment) yang merupakan reaksi terhadap upaya sementara yang gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.

  • P. Harris dan P. Moran, gegar budaya adalah trauma umum yang dialami seseorang dalam suatu budaya yang baru dan berbeda karena ia harus belajar dan mengatasi begitu banyak nilai budaya dan pengharapan baru, sementara nilai budaya dan pengharapan budayanya yang lama tidak lagi sesuai.
  • Bennet menyebutkan fenomena yang diperluas dengan sebutan transaction shock, suatu konsekuensi alamiah yang disebabkan ketidakmampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan baru dan berubah dalam berbagai situasi, seperti perceraian, kematian dan lain-lain.
  • Gegar budaya tidak langsung dirasakan begitu saja. Adapun tahapannya melalui lima tahap dalam pengalaman transaksional yaitu kontak, disintegrasi, reintegrasi, otonomi, dan independensi.
  • Tahapan kontak berupa penerimaan stimulus indrawi dalam otak manusia.
  • Tahapan reintegrasi, meurut Adler, ditandai dengan penolakan atas budaya kedua.
  • Tahapan otonomi dalam transisi ini ditandai dengan kepekaan budaya dan keluwesan pribadi yang meningkat, pemahaman atas budaya baru dan kemampuan menyesuaikan diri dengan budaya baru itu.
  • Tahap independensi berupa sikap menghargai kemiripan dan perbedaan budaya bahkan menikmatinya.

Reaksi psikologis, sosial dan fisik yang menandai gegar budaya yaitu :

  • Kelelahan fisik seperti diwujudkan oleh kedongkolan, insomnia, gangguan psikosomatik
  • Perasaan kehilangan karena tercabut dari lingkungan yang kenal
  • Penolakan individu terhadap anggota-anggota lingkungan baru.
  • Perasan tak berdaya karena tidak mampu menghadapi lingkungan asing.

Berbagai penelitian empiris menunjukkan bahwa gegar budaya sebenarnya titik pangkal untuk mengembangkan kepribadian dan wawasan budaya kita, sehingga kita dapat menjadi orang-orang yang luwes dan terampil dalam bergaul dengan orang-orang dari berbagai budaya, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai budaya kita sendiri.

Semoga dengan mengetahui konsep diri yang membentuk susunan komunikasi dapat berjalan lancar, manusia dapat mengerti kodratnya sebagai manusia.

Salam,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun