Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Artikel Sri Patmi: Tangis Pertiwi untuk Beringasnya Para Makhluk Bumi

12 Januari 2021   09:55 Diperbarui: 12 Januari 2021   10:04 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bertulanglah sejauh mata memandang, mengayuhlah sejauh lautan terbentang, Bergurulah sejauh alam terkembang."  - Ahmad Fuadi -

Memasuki masa pluvial di Bulan Januari 2021. Dikutip dari Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan 85% zona musim (ZOM) wilayah di Indonesia telah memasuki musim hujan. 

Sedangkan 15% wilayah belum memasuki musim hujan seperti Lampung bagian tengah dan timur, Pesisir utara Banten, DKI Jakarta bagian barat, Jawa Barat bagian utara, Sebagian Jawa Timur, Bali bagian selatan, Sebagian Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur bagian timur, Sulawesi Selatan bagian timur, Sulawesi Barat bagian selatan, Sebagian Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara bagian timur, Sebagian Maluku, Papua bagian tengah-selatan. 

Diprediksi hingga April 2021 nanti, curah hujan akan meningkat di sejumlah daerah yaitu 300-500mm/bulan. Potensi curah hujan yang cukup tinggi ini merata pada beberapa daerah. Anomali perubahan cuaca ini akan mengakibatkan beberapa hal potensi bencana alam, salah satunya adalah banjir 2021. 

Kondisi banjir seperti sudah menjadi agenda tahunan untuk sebagian orang. Banjir 2021 ini akan mengakibatkan dampak yang lebih parah dibanding tahun sebelumnya. Hal ini diperparah dengan kondisi pandemi yang masih meradang dan belum mereda. 

Banjir 2021 ini jika tidak ditanggulangi dengan baik akan menimbulkan butterfly effect/efek kupu-kupu, dengan kata lain kesalahan yang sangat kecil akan mengakibatkan bencana di kemudian hari. Jadi, jangan anggap sepele masalah hujan dan pandemi yang muncul secara bersamaan. 

Dampak yang ditimbulkan dari Banjir 2021 adalah sebagai berikut:

1. Menurunnya kualitas kesehatan masyarakat

Tak henti-hentinya masyarakat selalu diingatkan untuk menjaga kesehatan di masa pandemi. Dimulai dari jargon 3M dengan banyak pemaknaan, maskermu melindungiku, maskerku melindungimu. 

Keadaan lingkungan yang kotor akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan tempat tinggal manusia. Munculnya genangan air menjadi sumber dan sarang penyakit akibat lingkungan tidak bersih serta memicu melemahnya sistem kekebalan tubuh pada manusia.

2. Kerugian Material

Ketika kondisi pandemi diperparah dengan bencana banjir akan menyebabkan dampak pada sisi materil. Terombang ambing di tengah ketidakpastian pandemi, pembentukan kesadaran untuk vaksinasi, stigma negatif dan positif tentang pandemi serta kehilangan aspek material yang dimiliki karena harus tersapu oleh banjir. 

Keterpurukan akibat kehilangan penghasilan, akan menambah sederetan penderitaan manusia jika banjir ikut-ikutan melanda dunia. Bisa jadi manusia tidak akan memiliki tempat tinggal atau hunian karena bumi ini sudah tenggelam oleh keserakahan manusia. Menimbun harta, mengeruk kekayaan alam tanpa memikirkan dampaknya hanya menumpuk kekayaan untuk perutnya. Apakah alam tidak berhak untuk mengembalikan semua kepada manusia? 

3. Menurunnya Kondisi Psikis, Psikologis dan Mentalitas Manusia

Kondisi ini tidak dapat terelakkan oleh siapapun. Sudah pasti kelelahan secara fisik akan berpengaruh terhadap kondisi nonfisik lainnya. Sama halnya dengan fenomena gunung es ditengah lautan luas. Dimana kondisi fisik manusia seperti sakit organ fisik adalah bentuk puncak gunung es itu. Sedangkan bagian dasar dari badan dan kaki gunung tertutup oleh lautan lepas. 

Bayangkan, betapa besar bagian yang tak terlihat secara kasat mata oleh manusia. Kondisi menurunnya psikis, psikologis dan mentalitas dalam diri manusia dapat memicu sakit secara fisik. Istilah kata, bagian tubuh batin membagi bebannya pada kondisi fisik. 

Secara psikologis, manusia mengenal dengan istilah psikosomatik. Keluhan fisik yang timbul akibat dipengaruhi oleh pikiran, mental dan emosi. Bahasa sederhananya sakit tekanan batin. Psikosomatik ini tidak dapat dianggap sepele, salah-salah strategi mengatasinya bisa menimbulkan efek domino ke mana-mana. Meningkatnya jumlah orang sakit secara fisik, kriminalitas, dan tindakan destruktif lainnya.

Betapa mengerikan dampak yang ditimbulkan akibat bencana yang tidak ditanggulangi dengan baik. Dari banjir ini, manusia harus sudah belajar untuk memahami kondisi alam, apalagi banjir sudah menjadi agenda tahunan. 

Tapi mengapa belum juga ada solusi? Manusianya terlalu menggampangkan dan apatis. Terlalu dimanja oleh alam kita ini yang terkesan sedang damai dan baik-baik saja. Padahal, setiap waktu bisa menenggelamkan manusia dan menjadikan asing sebagai makhluk bumi. 

Tinjauan Aspek Evaluasi Menanggulangi Banjir 2021

Langkah yang dilakukan dibagi menjadi dua yaitu preventif dan kuratif. 

LANGKAH PREVENTIF DAN KURATIF: 

Langkah pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan biopori 

Pencegahan dalam skala makro, air dalam skala besar dapat ditampung dengan menggunakan sistem biopori. Lubang resapan ini atau istana cacing dapat mendayagunakan air dalam jumlah berlebih tersebut dalam bentuk yang lain. 

Biopori dapat terhubung ke irigasi pertanian dan lain-lain. Normalisasi sistem drainase dan saluran air ini dapat mengembalikan fungsi yang sesungguhnya. Aliran air bukan hanya dibuang menuju laut untuk mengikuti siklus alam kembali. 

Beberapa debit air dapat diberdayakan lebih untuk menghidupi siklus kehidupan yang lain. Dalam langkah upaya mikro, setiap rumah tangga membuat saluran air dan irigasi. Air yang mengalir, bukan hanya dibuang sia-sia, tapi bisa menjadi sumber manfaat seperti pengairan sawah, pengairan tanaman dan lain-lain.


2. Pembuatan Sumur Resepan

Pembangunan begitu gencar, tetapi tidak memperhatikan unsur lingkungan dan ekosistem yang ada. Meskipun beberapa hal dalam pembangunan yang harus diperhatikan adalah Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL), hal ini harus ditinjau ulang. Jangan sampai ini hanya di atas kertas, sedangkan  pelaksanaannya tidak diawasi secara ketat. 

Berkurangnya lahan resapan ini harus diimbangi dengan pembuatan sumur resapan secara masif. Baik pemerintah dan pengusaha harus menyiapkan lahan sumur resapan. Fungsi sumur resapan ini mempertahankan aliran permukaan sehingga dapat mencegah banjir. 


3.  Sanksi Tegas Terhadap Pencemaran Lingkungan

Selain faktor fisik, pemerintah dengan dibantu warga harus menerapkan sanksi terhadap para mafia pencemar lingkungan. Heii... manusia! Memang kalian mau, orang lain berbuat kerusakan, kita semua yang terima akibatnya? 

Pemerintah juga bukan Pak Tarno yang bisa menyulap kondisi apapun menjadi baik. Tak semudah membalikkan telapak tangan. Pemerintah dan pengusaha sama-sama memiliki kekuatan yang besar. Mereka yang saling bertarung, rakyat yang kena imbasnya. Kedua kubu besar ini  harus menyelesaikan perkara dengan cara modus vivendi. 

Saling tuding akan muncul untuk mencari pembenaran masing-masing pihak. Apakah kita sebagai manusia hanya berpangku tangan dan diam? Bumi ini perlu suara dari manusia. Mari manusia makhluk bumi, jadilah bagian dari suara semesta! Kasihan alam kita sudah meronta-ronta disiksa para kaum mafia yang mengeruk keuntungan demi perutnya sendiri. 

4. Penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Hidup ini kita yang tentukan arahnya, mau hidup sehat dimulai dari diri sendiri. Percuma gembar gembor kepada orang lain, jika kita belum menerapkannya dalam hidup diri sendiri. Ngomong doang gampang! Gimana nerapinnya? 

Nah... Bangunlah kebiasaan dan rutinitas, dari contoh tersebut, manusia yang lain akan meniru. Seharusnya kebersamaan kita selama 1 tahun lebih dengan COVID-19 sudah banyak mengajarkan manusia untuk hidup lebih sehat. Bukan hanya terhadap diri tetapi juga mengarah pada aspek lingkungan biotik dan abiotik. Seperti penjelasan diatas, dimana kedua aspek ini saling mempengaruhi satu sama lain. Gerakan PHBS adalah gerakan bersama dan serentak. Gelorakan suara semesta ini ke seluruh dunia bahwa kebutuhan manusia adalah hidup sehat dan bersih. 

Mari kita semua menjaga berkah air hujan agar tidak menimbulkan musibah dan penderitaan berkepanjangan! Peran serta kita sebagai bagian dari kehidupan ini mau seperti apa? Bagian yang menikmati dan merengek ketika bencana datang? 

Ada atau tanpa ada kita di bumi ini, bumi tetap akan hidup memberikan pangan, penghidupan dan kehidupan, tetapi masalahnya adalah seberapa besar kita mau mengambil peran untuk melestarikan bumi ini agar terjaga dan dinikmati untuk anak cucu kita nanti? 

Kasihan mereka, jika hanya mendengar sejarah bumi nan hijau memukau ini dengan membayar mahal udara yang kita hirup, membayar lebih untuk air yang kita minum dan membayar tanah sangat mahal untuk menghidupi kita. Pertiwi menangis dilucuti kulit-kulitnya hingga tak bersisa sama sekali. Pertiwi butuh dekapan hangat dari kita para makhluk bumi. 

Salam,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun