Cerdiknya seorang Lamellong adalah membangkitkan alam bawah sadar agar tergugah dengan rasa penasaran.Â
Ethos dan logos dapat dipahami dengan logika terbalik seperti ini ; jika saat itu yang mengarak bambu adalah warga biasa tanpa argumentasi dan pengaruh besar dari konsep dirinya, apakah warga lain, termasuk Lamellong sendiri yang melihat itu akan mengikuti? Pasti dianggap seperti orang sinting!Â
2. Teori Semiotika Rolland Barthes
Jika dalam pembahasan sebelumnya dalam https://www.kompasiana.com/sripatmi/5ff9216a8ede487e6b783372/artikel-sri-patmi, konsep teori semiotika Ferdinand De Saussure, maka Barthes lebih kompleks menambahkan unsur penanda, petanda, denotasi, konotasi + metalanguage (mitos). Penanda yang dibawa Lamellong adalah bambu.Â
Petanda yang ditunjukkan lebih dalam adalah rumpun kebersatuan yang diwujudkan melalui kokohnya yang dinamis dan lentur, di negeri China, filosofi tanaman bambu dianggap sebagai bentuk rumput yang kuat, kokoh, dinamis.Â
Tak heran negeri itu disebut Negeri Tirai Bambu karena tingginya penghormatan terhadap keteguhan dan ketulusan. Sayangnya, negeri ini sudah banyak ditumbuhi pagar beton besi serta asap pabrik yang mengepul tinggi.Â
Di Jepang, setelah kota Hiroshima & Nagasaki dibom oleh Sekutu, bambu adalah pohon yang pertama kali tumbuh di wilayah itu. Itulah sebabnya bambu menjadi bagian dari budaya dan menopang kebutuhan hidup masyarakat Jepang.Â
Secara denotatif, bambu adalah jenis ordo rumput yang liar dan tinggi. Secara konotatif, sebagian masyarakat Jawa mengadopsi ngelmu pring "Menungsa podo eling yen tekan titi wancine bakal digotong anggo pring, bali neng ngisor lemah podo ngisor oyot pring..." yang berarti apabila manusia sudah sampai waktunya (dalam hal ini mati) juga akan diusung dengan keranda yang terbuat dari bambu menuju ke tempat peristirahatan terakhir.Â
Metalanguange atau mitosnya adalah Indonesia melawan dan mengusir penjajah dengan bambu runcing, diikat dengan bhineka tunggal ika di Kitab Sutasumo Mpu Tantular.Â
Setengah mitos disampaikan oleh A.H Nasution, alam Bisikan Nurani Seorang Jenderal, "di minggu-minggu pertama merdeka maka rakyat dengan bambu runcing seakan-akan pagar betis menjadi kekuatan untuk memaksa pejabat di kantor, lingkungan, pabrik, dan lain-lain agar taat kepada RI. Tapi, pada pertempuran real, bambu runcing itu lebih banyak jadi senjata semangat." .Â
Bambu runcing juga dikembangkan oleh Jepang dengan sebutan Takeyari, digunakan sebagai senjata untuk menghadang pasukan payung musuh yang diterjunkan dari udara.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!