Dengan segala kearifan budayanya, Indonesia mampu mempertahankan sejarah melalui sebuah cerita rakyat (folklore). Cerita rakyat merupakan bentuk sastra lisan yang diwariskan secara turun temurun.Â
Cerita rakyat terus berkembang ditengah modernisasi dan perubahan zaman menuju abad masyarakat informasi yang sangat mengedepankan fakta dan bukti empiris untuk dijadikan sebuah hal yang bisa disebarluaskan.Â
Dua hal yang berbeda tetapi saling hidup berdampingan. Cerita rakyat hidup menjadi identitas dan kemajemukan Bangsa Indonesia melalui kearifan lokal (local wisdom).Â
Kearifan lokal yang terkandung didalam cerita rakyat dapat dikatakan sebagai produk budaya yang berwujud dan tidak berwujud. Melalui kearifan lokal, diharapkan manusia dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan berkelanjutan untuk memuliakan kehidupan.Â
Kearifan lokal merupakan nilai-nilai luhur yang terkait dengan nilai-nilai Ketuhanan dalam masyarakat perlu kiranya direvitalisasi untuk membentengi diri dari pengaruh budaya global yang cenderung bersifat materilialistis. Inilah bukti nyata bahwa identitas bangsa ini adalah multikulturalisme dan pluralistik.Â
Salah satu cerita rakyat yang menjadi warisan budaya dan mengandung nilai moral yang tinggi dan tepat untuk menggambarkan kehidupan masyarakat global saat ini adalah Kisah Lamellong atau Kajao Laliddong dari Bone, Sulawesi Selatan. Â
Alkisah Lamellong Kajao Laliddong dan 100 orang butaÂ
La Mellong merupakan Penasehat Raja Bone ke-6 dan Raja Bone ke-7. Ia dikenal karena kebijaksanaan dan kecerdasannya. Suatu hari, ia dipanggil oleh Raja Bone untuk menerima mandat pekerjaan yang mustahil untuk dilaksanakan. Â Â
Raja Bone: "Wahai Lamellong tahu kah engkau apa gerangan  saya memanggilmu menghadap saya di istana?"  (Oh.... Lamellong, muisseng mua ga aganwollirekki  lao ko mai ?)
Lamellong : "Maaf Baginda, tidak ada pengetahuan saya, tentang apa tujuan saya dipanggil" (Iyee taddapnegang ata'na petta, degaga padissengekku puang aga diollirangga ?)
Raja Bone : "Ada pakerjaaan yang akan kuberikan kepadamu Lamellong"Â (engka jamang maelo walakko lamellong )