Awal tahun 2021, masih mengingatkan kita pada musik 90s. Pasalnya kenangan dalam musik 90s tidak hanya dalam bentuk untaian lirik tanpa makna. Makna tersembunyi justru ditunjukkan dalam realita kehidupan ini. Makna dibalik makna syair yang tertuang merupakan konversi dari realita kehidupan manusia.
Jadi ketika musik sudah digarap dengan mengedepankan unsur kejiwaan didalamnya, ia akan mengikuti pergerakan hidup jiwa manusia. Istilah sederhana yang tepat karya seni yang menjiwai kehidupan. Jenis karya seni ini akan hidup sepanjang masa meski telah bermunculan musik-musik yang baru. Musik yang lahir tahun 90-an ini sudah teruji waktu. Nyatanya ia masih hidup diantara gemerlapnya musik zaman sekarang yang mengedepankan satu unsur easy listening, laku dipasaran lalu menghilang tanpa jejak dan kenangan.
Umurnya yang panjang seakan menjadi tolak ukur standar seperti itu musik seharusnya bisa menjadi media hiburan, meditasi, kontemplasi, menenangkan jiwa, sarana berkomunikasi, gambaran perilaku kompleks universal dan pendidikan untuk manusia. Dari sini, manusia akan memahami sejati karya seni yang patut dihargai, menempati gelar nominasi tertinggi dan  abadi.
Salah lagu pemaknaan yang mendalam adalah God Bless -- Rumah Kita. Rumah menjadi tempat ternyaman bagi manusia dalam menghadapi wabah covid-19. Kemanapun hilir mudik manusia, tempat kembalinya adalah rumah dan keluarga yang menyambut dengan rasa bahagia. Sedari tahun 90-an manusia sudah diingatkan untuk dirumah aja melalui lirik lagu ini. Bukan sebuah kebetulan atau cocokologi penulis saja, inilah hakikat keterlibatan jiwa dalam manifestasi karya seni.
Lirik lagu Rumah Kita -- God Bless
Hanya bilik bambu
Tempat tinggal kita
Tanpa hiasan tanpa lukisan Â
Beratap jerami
Beralaskan tanah
Namun semua itu punya kita
Memang semua ini milik kita sendiri ...
Hanya alang-alang
Pagar rumah kita
Tanpa anyelir
Tanpa melati      Â
Hanya bunga bakung
Tumbuh di halaman
Namun semua itu punya kita
Memang semua itu milik kita
Haruskah ..
kita beranjak ke kota
yang penuh dengan tanya ...
[reff]
Lebih baik di sini
Rumah kita sendiri
Segala nikmat dan anugerah Yang Kuasa
Semuanya .. ada di sini
Rumah kita ...
Lagu yang dirilis oleh Band Godbless yang digawangi oleh Ahmad Albar pada tahun 1988 dalam album Semut Hitam. Syairnya begitu membumi, maknanya mendalam dan tinggi ke langit. Salah satu kajian tepat untuk menggali pemaknaan ini adalah studi semiotika yang dikembangkan dalam bidang komunikasi. Semiotika sendiri berarti tanda dan lambang. Karena unsur lirik bahasa yang sangat ditekankan dalam lagu ini, penulis mengkaji dengan menggunakan semiotika Ferdinand de Saussure. Semiotika ini mengacu pada signifier (penanda, bentuk) dan signified (petanda, makna) dengan hubungan antara penanda dan petanda.
Secara sederhana, signifier adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna (aspek material), yaitu apa yang dikatakanm ditulis dan dibaca. Sementara itu, signified adalah gambaran mental yaitu pikiran atau konsep aspek mental dari bahasa.Â
Enam benang perak dibalik awan kelabu yang menyelimuti dibalik lagu Rumah Kita yang menjadi trigger manusia untuk tetap hidup ditengah kesengsaraan dan pembelajaran dari COVID-19 :
- Syair "Hanya Bilik Bambu Tempat Tinggal Kita"
Penanda berupa bilik bambu dan rumah yang dimaknai dengan mendalam oleh petanda kesederhanaan bentuk rumah yaitu dari bahan alam.
Secara denotasi atau makna sebenarnya manusia memahami hanya : cuma/ satu-satunya peninggalan, bilik : Anyaman dari bilah bambu/gedek. Bambu : Tumbuhan berumpun dan berongga. Makna konotasi syair ini adalah sederhana, kuat, kokoh dari gempa, membumi, alami
Korelasi dengan Fenomena Tahun 2021
Menghadapi pandemi manusia harus menerima dengan segala ketulusan, kesederhanan, syukur yang mendalam, belarasa dan belapati serumpun bangkit bersama saling menguatkan hidup berdampingan dengan alam. Mengembalikan kesucian dan kemurnian alam
- Syair "Tanpa Hiasan Tanpa Lukisan Beratap Jerami Beralaskan Tanah"
Petanda yang dianalisa adalah tanpa hiasan tanpa lukisan yang dimakna lebih mendalam dengan penanda yang berarti hilangnya keindahan mata yang semu. Petanda berupa beratap jerami beralaskan tanah, makna mendalam dari penanda manusia kembali pada tempat tercipta dan berasal, memandang dengan penuh kerendahan dan ketundukan.
Makna denotasi Hiasan : barang yang dipakai menghias dinding, Lukisan : hasil dari gambar, Jerami : batang padi yang kering, Tanah : lapisan permukaan bumi paling atas. Makna konotasi dari syair tersebut adalah manusia menanggalkan penghormatan dan keindahan semu baik dari dalam dirinya, mengejar kesejatian proses penciptaan yaitu berasal dari tanah kembali ke tanah dengan segala kerendahan, jasad yang dikubur kering dimakan cacing tanah dengan segala keterpurukan
Korelasi dengan Fenomena Tahun 2021
Kebersamaan dengan COVID-19 selama setahun lebih telah mengajarkan manusia bahwa kehidupan yang dikejar selama ini hanya hidup fana dan semu. Siapapun kita dalam kehidupan ini bukan apa-apa jika masih belum mendapatkan kesejatian dan keberhargaan diri menuju tempat tertinggi menuju Yang Maha Kuasa bersama sikap dan rasa yang membumi di tanah
- Syair "Hanya Alang-Alang Pagar Rumah Kita Tanpa Anyelir, Tanpa Melati, Hanya Bunga Bakung Tumbuh di Halaman"
Penanda yang dianalisa adalah alang-alang dan pagar rumah yang memiliki makna mendalam berupa petanda Pengganggu, gulma dan hal tak berguna didekat manusia tetapi memiliki manfaat yang tersembunyi tidak diketahui. Penanda berikutnya berupa tanpa anyelir tanpa melati petanda tidak ada aroma keharuman dan keindahan semu yang melekat lagi dalam diri manusia. Penanda selanjutnya adalah Hanya bunga bakung tumbuh di halaman dimaknai mendalam sebagai petanda kemelekatan dan benteng manusia yang sesungguhnya berupa kesuciandan kemuliaan  yang tertulis berulang kali dalam kitab suci seperti alkitab dan lain-lain.Â
Makna denotasi dalam kata Alang-alang : Rumput tinggi pakan ternak, Pagar Rumah : Membatasi, mengelilingi ; Tanpa : tidak ada, Anyelir : tanaman hias ujung bunganya melebar, Melati : tumbuhan perdu warna putih ; Bakung : bunga tanaman hias, Halaman : Pekarangan Rumah/Tanah
Makna konotasi dari bahasa tersebut adalah Manusia membentengi diri dengan akar yang kokoh dalam menghadapi segala masalah yang ada. Mulai melihat potensi dari kebermanfaatan diri pada sekitar kita. Bunga anyelir dan melati perlambang cinta, kehormatan, keharuman, kegagahan, cinta yang manis, daya tarik, keberuntungan, apresiasi, kesakralan dan kesucian.Â
Korelasi Fenomena Tahun 2021Â
Segala hal yang dianggap remeh temeh dan tak dipandang, selalu memberikan manfaat malah muncul menjadi perisai utama yang menopang dari segala serangan. Fatamorgana gemerlap keindahan, kegagahan, keserakahan, ketamakan, keliaran, buasnya sifat manusia, hal-hal yang manis harus dilucuti oleh virus tak kasat mata. Manusia disadarkan untuk melihat jika mereka harus memurnikan alam dengan penuh kesucian dengan mendekap erat penuh kasih sayang dan membangun kedekatan sedekat urat nadi.
4. Syair  "Namun semua itu punya kita Memang semua itu milik kita"
Penanda yang muncul kuat adalah kata punya dan kita. Diulang dalam kata kesamaaan makana lain dalam bentuk "Milik"Â berupa penegasan dan pengukuhan atas suatu objek. Â Â Makna mendalam dari penanda yang muncul itu adalah petanda sesungguhnya manusia dan alam ini kepunyaan satu Yang Maha Agung yaitu Tuhan. Seberapa besar manusia memberikan cap pada diri secara fisik, sejatinya diri kita adalah sukma dan nurani, kembalinya jiwa dan nurani adalah kepada Tuhan sejatinya Pemilik Kehidupan.Â
Makna denotasi Milik : Kepunyaan, hak ; Kita : kata ganti orang pertama jamak. Makna konotasi dari syair tersebut adalah segala bentuk penciptaan berupa wujud KITA yang disebut dalam syair kalimat itu dalam penggambaran manusia dan wujud semesta yang menaungi kita adalah bentuk kesempurnaan penciptaan Tuhan yang tercermin dalam miniatur diri dan semesta
Korelasi Fenomena Tahun 2021
Segala jenis label kehormatan yang sudah disematkan takkan ada artinya jika tidak ada kepemilikan dan rasa penghormatan terhadap alam ini. Semua akan sia-sia dan tanpa makna jika kita sebagai manusia belum mengetahui sesungguhnya manusia itu siapa dan untuk apa dicipta di dunia?Â
5. Syair "Haruskah ... kita beranjak ke kota yang penuh dengan tanya"
Penanda yang dimunculkan berupa beranjak ke kota dan penuh dengan tanya. Dimaknai mendalam dalam bentuk petanda Keraguan untuk kembali pada hiruk pikuk dab hingar bingar dunia fana.Â
Makna denotasi Kota : Pusat pemukiman dan perekonomian, Tanya : permintaan keterangan untuk meyakinkan. Makna Konotasi Pertaruhan kedamaian yang digadai dengan kebisingan dan daya saing yang tinggi
Korelasi Fenomena 2021Â
Belajar dari COVID-19, manusia akhirnya diajarkan untuk memilih kesehatan atau perekonomian? Faktanya kita sebagai manusia harus memilih pada kebenaran. Jalan satu-satunya yang bijak gunakan nurani dan sukma untuk berpikir
6. Syair "Lebih baik di sini Rumah kita sendiri, Segala nikmat dan anugerah Yang Kuasa, Semuanya ada di sini, Rumah kita..."
Penanda yang dimunculkan Kondisi Lebih baik di sini, Rumah kita sendiri. Makna petanda berada dalam naungan kehangatan keluarga, orang terkasih dan semesta yang memberikan rejeki. Penanda berikutnya adalah Segala nikmat dan anugerah Yang Kuasa, Semuanya ada di sini. Makna mendalam berupa petanda selama dalam naungan-Nya,kemanapun selama atap langit masih memayungi, kasih-Nya selalu menyelimuti.Â
Makna denotasi Nikmat : merasa puas, anugerah : pemberian atau ganjaran atas perbuatan. Makna konotasi berupa Curahan dan limpahan segalanya ada di alam kita, tempat berpijak yang menghidupi kita selama ini.Â
Korelasi Fenomena 2021Â
Masih dalam kondisi apapun, bekerja pada perusahaan, menjadi bagian dari covidpreneur, mereka tetap mendapat dukungan dalam bentuk kasih murni dari alam, tempat naungan, dan keluarga yang menanti. Di semesta yang terus bergerak, manusia yang mulai diam seakan mati dihimpit langit dan bumi, manusia masih merasakan kasih sayang Tuhan berupa pangan dari bulir padinya yang ditanam di tanah sendiri
Pesan sederhana yang membumi, tetapi memotivasi manusia untuk melesat lebih tinggi menuju kesempurnaan hidup bersamaan dengan titik cahaya anugerah dan nurani. Jadi, dalam kondisi seperti ini, masih sempatkah manusia untuk memikirkan diri sendiri dengan ketamakannya? Semoga Godblees dalam Rumah Kita, Tuhan memberkati dalam rumah kita.
Salam,Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H