Cerita fabel ini terjadi di negeri Tirai Bambu dan tanah yang makmur di negeri seberang. Cerita fabel dimulai dengan acara jamuan makan, para naga dari Sungai Lembah Kuning hanya menanti kehadiran rajanya. Gemetar tatapan mulai terasa, Alliong memperhatikan Naga Perak Barata. Naga perak penguasa Gunung Salak di Tanah Jawa.Â
Sesekali sesama naga saling menatap penuh dengan penghormatan dari dalam diri. Dari kejauhan terlihat warna perak yang terbesit menuju Gerbang dalam Istana Sungai Lembah Kuning. Semua naga berdiri memberikan penghormatan kehadiran Sang Raja Naga Anantaboga. Disusul dengan Naga Perak Gunung Salak, Sang Hyang Barata. Sisik peraknya mulai menutup gerbang Istana Sungai Lembah Kuning.
"Salam hormat dan kasih sejati maharaja"Sembari semua tertunduk dan tangan kanan didepan dadanya.
Paduka Raja Anantaboga mempersilahkan semua naga untuk duduk. Hidangan makanan yang tersedia berasal dari tumbuhan yang ditanam di halaman istana dengan menghadirkan 4 elemen utama ditambah benda langit lainnya berupa besi. Lapisan dinding istana disamarkan dan dibuat bias seakan siapapun tidak akan dapat melihat mereka.Â
Bentuk kamuflasenya dibuat kabut yang mengepul dan membumbung tinggi di udara. Tentunya bantuan kabut ini dibuat oleh seorang yang ahli dari Tanah Seberang. Maharaja yang sangat disegani dengan segala kearifan dan kebijaksanaannya dalam memimpin.
Setelah Istana Sungai Lembah Kuning sudah steril, Raja Anantaboga memulai pembicaraan dengan khidmat. Dari sini, sudah terlihat mereka mulai merasakan ketegangan yang terjadi di istana. Pasalnya upaya kudeta akan dilakukan oleh saudara Maharaja itu sendiri terhadap kakak iparnya. Naga Perak Barata membentuk gumpalan putih. Dari gumpalan itu muncul bayangan naga-naga serta jalur peta pengamanan pulau dan harta karun milik Dinasti Lie. Harta tersebut ditanam sudah beratus-ratus tahun lamanya. Harta yang bisa dibuka oleh orang yang dimaksud. Kuncinya dalam genggaman putri kerajaan dan pegangan ilmu maharaja yang berjalan.
Para naga sudah saling berembuk mencari solusi. Naga hitam menyemburkan air yang sudah dibekukan dengan air liurnya. Diletakkan dalam tempayang tanah. Tak lama kemudian tersiar kabar dari angin, jika kakek kura-kura telah datang didepan gerbang. Macan putih, singa dan burung api menyusul dibelakangnya. Penghormatan demi penghormatan menggema di udara. Generasi keturunan dari para binatang ini bermunculan begitu ramai. Kura-kura naga, kura-kura singa, macan putih yang terbang. Dari setiap keturunan para naga menghasilkan bentuk yang berbeda. Mereka beterbangan membawa penemuan mereka dalam perpustakaan kecil dan laboratorium penelitian di istana. Penemuan itu diimplementasikan dalam bentuk maslahat umat. Salah satunya adalah metode bom waktu yang digunakan agar istana ini tidak dikuasai oleh kegelapan dan ketidakadilan yang meraja di dunia.
Finalisasi dari acara jamuan ini disempurnakan oleh Sang Raja Anantaboga. Saat proses perakitan, ada beberapa bagian yang belum begitu kompleks disatukan. Kura-kura naga mengamati pergerakan cahayanya justru menurun pada kecepatan 299.792.458 meter per detik. Masing-masing dari naga memberikan liurnya dalam bejana. Ditambahkan dengan ramuan dari akar lumut di Tanah Lembab Punden Berundak, tempat tinggal Maharaja. Saat penambahan dengan cahaya dari kura-kura nagam suhunya semakin panas, temperatur panasnya semakin meningkat mendekati titik beku. Lesatan cahayanya semakin bening tidak terlihat sama sekali. Sang Hyang Barata menyatukan kedua elemen dalam bentuk api dan air menuju pada titik kebekuan. Hyang Barata masih memperhatikan dimana titik beku api itu sendiri.
"Tambahkan terus apinya!" ujarnya sembari mengamati poros pergerakan api.
Alliong semakin menambahkan api ke sumbernya. Empat naga kembar mulai mempersiapkan elemen air dalam tempayang besar. Dua naga ganjil dan dua naga genap sudah memperhatikan pergerakan riak air yang tenang. Air ini sengaja diambil dari laguna di pertemuan Lembah Sungai Kuning dan Samudera Pasifik. Tetesan airnya diamati perlahan dalam tabung.
Hyang Barata melihat titiknya bagian sumber api yang menyala itu semakin besar dan tidak menunjukkan warna terkesan transparan dan bening. Ketika benda diletakkan ditengah sumber nyalanya, seakan benda tersebut ditutupi oleh cahaya yang melesat. Titik tengah kebekuan ternyata berada pasa sumbernya. Ditambahkan lagi elemen air pada sumbernya. Lesatan energinya makin cepat ke udara. Sebentuk cahaya yang tidak terlihat. Semuanya tersentak kaget.
Tetes air mata haru menetes dari pelupuk mata para hewan. Masa penantian telah tiba, saatnya ketamakan dilenyapkan sebelum mendapatkan tempat. Ada 9 titik yang telah dijadikan sasaran ledakan bom waktu itu. Setiap sudut dan satu poros pusatnya menjadi target peledakan.
Naga Alliong menyekap putri raja yang sedang berada di perpustakaan untuk menyelesaikan misinya yang belum tuntas. Ia membawa pergi putri itu keluar istana lembah sungai kuning.
Raja dan permaisuri diasingkan oleh Raja Naga Anantaboga masuk ke inti bumi. Keluarga Dinasti Lie sudah mempasrahkan segalanya jika masa harus berganti dan kerajaan ini hanya tinggal nama saja.
"Kembalilah ke langit dan bumi, biar kalian menjadi lebur bersama dengan kesempurnaan Sang Pencipta" ujar Raja Anantaboga.
Ia menancapkan ekornya ke inti bumi sekuat tenaga. Gelegar suara gemuruh petir dan kilatan cahaya menyelimuti istana. Seisi istana porak poranda. Angin membentuk pusaran. Elemen api dan air sudah menemui kebekuan. Dalam hitungan detik, istana itu melesat melebihi kekuatan laju cahaya tak tersisa kepingan kehancuran sedikitpun. Begitu halusnya perpaduan elemen cahaya, air dan api yang dipadukan.Â
Putri Raja menuju ke langit dan bumi bersama para naga dan kura-kura peliharaannya. Hingga saat ini, yang tersisa hanyalah mereka yang masih menunggu dimana letak harta karun itu berada. Diantara langit dan bumi, atau keduanya yang menyatu menjadi satu.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI