Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Sri Patmi: Pahlawan Tak Dikenal

7 Desember 2020   19:31 Diperbarui: 7 Desember 2020   20:04 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penat dan jenuh, itulah yang kurasakan saat ini. Berangkat kerja pagi, pulang malam. Itulah rutinitas yang harus ku jalani setiap hari. Akhirnya kuputuskan pekan ini untuk berlibur dan mencari suasana liburan yang baru di Museum Kota Tua Jakarta.

Rasanya tak sabar menanti hari esok. Bangun pagi, bergegas aku mandi dan bersiap -- siap untuk menikmati liburan hari ini. "Semangat .. semangat ... semangat ..." Itulahkata -- kata yang ku ucapkan untuk menyemangati diriku sendiri.

Setibanya di stasiun kota, aku berjalan perlahan sambil memandangi bangunan tua disekitar jalan. Bangunan itu nampak berdiri kokoh. Aku membeli tiket masuk, disepanjang antrean tersebut, ku pandangi orang -- orang disekitar ku. Hati kecilku berkata "mengapa disepanjang antrean ini, hanya orang dewasa dan orang lanjut usia yang mendatangi tempat ini?".

Aku mengelilingi bangunan kota tua tersebut dan sesekali membidik foto benda -- benda bersejarah. Mulai dari foto -- foto perjuangan para pahlawan Indonesia sampai dengan penjara bawah tanah yang diperuntukkan bagi pejuang bangsa Indonesia.

Penjara itu sangat sempit dan memiliki bau tak sedap. Tak dapat kubayangkan jika aku hidup dikala itu. Betapa berat perjuangan para pahlawan Indonesia untuk mengibarkan sang saka merah putih dan mendapatkan satu kata yang mutlak yaitu "MERDEKA".Penjara itu merupakan saksi bisu perjuangan para pahlawan.

Sejenak aku beristirahat dibawah pohon rindang sambil ku review foto -- foto yang berhasil kubidik. Kupandangi orang -- orang disekitarku, tak lama kemudian pandanganku terpusat pada salah seorang kakek tua yang sedang duduk disudut bangunan kota tua sambil menangis.

Ku hampiri kakek itu, " Kek, bolehkah saya duduk disamping kakek?".

Kakek itu berusaha menghapus air matanya. "iya nak, silahkan duduk" jawab kakek itu dengan penuh kelembutan.

"Kakek, mengapa kakek menangis? Maaf kalo saya lancang, siapa tahu saya bisa membantu kakek".

Kakek itu tertunduk dan menangis. "Kek, maaf saya tidak bermaksud membangkitkan kesedihan kakek".

"Tidak nak, kakek tidak bersedih dan menangis karena pertanyaanmu tadi" sambil memegang pundakku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun