"Yah ... memang aku akui, ego dan gengsiku masih tinggi untuk mengakui kalo ternyata aku menyukai kamu. Sejak perpisahan SD itu, entah mengapa aku sangat merindukan kamu. Aku berharap bisa bertemu kamu kembali, tapi pertemuan itu ternyata hanya memunculkan sebuah kebimbangan untuk kamu. Dan aku enggak pernah tahu sedikitpun kabar kamu. Sejak saat itu kuputuskan untuk fokus belajar".
 "Fokus belajar hingga masuk ke universitas yang kamu inginkan? Aku akui, kamu gadis yang cerdas dan pandai. Dan kamu layak mendapatkan apa yang kamu inginkan. Tanpa kamu sadari, aku selalu mengikuti setiap jejak langkah yang kamu tempuh?".
 "Maksud kamu?".
"Entah ini kamu sadari atau tidak, kita teman satu kampus?".
 "Hah? Kamu yakin? Kok aku enggak pernah lihat kamu?".
 "Mungkin kamu enggak pernah lihat aku, tapi aku selalu melihat dan tahu dimanapun kamu berada. Dan saat inilah momentum yang tepat dan aku tunggu sejak kelas 3 SD".
 "Jangan bawa -- bawa cinta monyet deh!".
 "Yah ... cinta monyet? Sekarang cinta monyetnya sudah tumbuh dewasa ( hehehe ). Aku benar -- benar yakin bahwa kamu adalah pilihanku, dan aku mau kamu menjadi satu untuk selamanya".
 "Hmmm ...".
 "Kenapa? Kamu ragu sama aku?".
 "Enggak ada sedikitpun keraguan dihatiku terhadap kamu. Kamu adalah pilihanku, satu untuk selamanya".