Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengajaran Pita Suara dan Embusan Napas Ibu untuk Anak

4 Desember 2020   20:59 Diperbarui: 4 Desember 2020   21:23 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam ruang yang berbeda selama perjalanan waktu ini, kami seperti sedang diajarkan tentang hakikat kehidupan. Melalui sentuhan tangan lembut seorang ibu.  

Setelah keluar dari kaleidoskop refleksi kehidupan ini. Aku terkurung dalam sebuah gelas raksasa dan ibu berada diluar. Aku memandang diriku sendiri pada pantulan gelas kaca ini. Dimana tubuh fisik diciptakan dari segumpal darah berubah menjadi sosok manusia dengan kesempurnaan fisik. Paras cantik, indra yang lengkap, dibekali akal, pikiran, jiwa, rasa dan nurani. Berputar-putar didepan gelas kaca ini, tak ada yang kurang sedikitpun didalam diriku ini.

Pantulan bayangan berubah lagi, aku tak dapat melihat bayangan diriku dari gelas kaca ini. Sekarang, ibu yang menatapku dengan tatapan yang sangat berbeda. Seperti tatapan lama tak bersua. Rona kebahagiaan menghiasi parasnya yan begitu anggun. Aku mengketuk-ketuk gelas kaca. Aku ingin mendengar apa yang sedang ia lihat saat ini tentang diriku pada dimensi yang berbeda. Beliau melihat pandangan putri kecilnya saat ini sudah menjadi generasi penerus yang meneruskan pengajarannya mendarah daging dan turun temurun. Sebuah nilai yang terus ditanamkan dari dulu sejak sekarang ada dalam pantulan gelas kaca tersebut.

Sesaat kemudian, aku melihat sosok ibu berubah menjadi diriku. Seperti pinang dibelah dua. Menyaksikan perpaduan wajah ibu dan aku. Aku tersenyum, ia berbalas senyum. Kekuatan yang dibalut dalam keanggunan dan gemulainya seorang perempuan. Aku bertanya, siapa kamu? Ibu. Beliau berbalik tanya kepadaku, siapa kamu? Ibu. Beliau bangga menyebut dirinya ibu. Aku lebih bangga memiliki ibu seperti ibu.

Sementara ibu terus berputar, mengelilingi gelas kaca ini. Mengamati sekitar dengan jeli dan teliti. Aku ikuti gerakannya hingga pada suatu titik, ibu berhasil meraih tanganku dan keluar dari gelas kaca ini dengan lembut tanpa merusak gelasnya sedikitpun. Aku terperangah dan kebingungan kelembutan jenis apa yang membelah gelas kaca menjadi dua lembut sekali tanpa bekas dan pecah sedikitpun.

Mata terpejam telah terbuka. Kami sudah berada fakta dunia yang mendebarkan dimana kehidupan sedang tidak baik-baik saja. Putri kecil yang sempurna dalam bayangan dimensi lain, hanya seorang yang memiliki banyak keterbatasan. Sejak terlahir didunia ini, aku sudah memiliki banyak cacat seakan tidak diizinkan untuk melihat dunia yang begitu penuh hiruk pikuk. 

Di atas kursi roda ini, dalam pandangan gelap, sunyi dunia. Ibu membuka telapak tangan tangan kananku. Beliau memberikan isyarat tadoma (Tadoma : metode komunikasi yang dilakukan oleh orang buta tuli dengan membaca bibir lawan bicaranya menggunakan indra perabanya.). Membaca lipatan taktil dari rahang, pipi dan tenggorokan ibu. Seperti membaca lipatan taktil. Aku merasakan dari gerakan bibir, getaran pita suara, pipi yang mengembang, udara hangat yang dihasilkan dari hidung saat berbicara.

Pita suaranya bergetar, aku menerjemahkan pesan dari ibu perlahan dalam otakku.

"Mataku adalah matamu. Bicaraku adalah bicaramu. Telingaku adalah telingamu. Seumur hidup ini, seluruh indra milikku adalah milikmu. Nyawaku adalah nyawamu".

Kuraih telapak tangan ibu, dan kutuliskan huruf demi huruf.

A-K-U-S-A-Y-A-N-G-I-B-U--. .---D-A-R-M-A-B-A-K-T-I---T-U-L-U-S

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun