Alunan dawai kehidupan masih saja terdengar memar
Perlahan suaranya memudar diterpa letupan asap yang tersebar
Aroma kematian terasa mendekat dan kian menyebar
Bulu kuduk merinding dan nyali yang berkembang mulai bubar.
Lantunan sholawat terdengar lirih meski jiwa terus saja merintih.
Andai kata ada titik temu dengan kematian, adakah yang bisa menggantikannya selain aku sendiri?
Pikirku lucu sekali, ketiak setiap bagiannya mulai dipritili oleh kesombongan dan pembenaran diri.
Aku telah belajar tentang hakikat kematian.
Kesinilah! Agar kuberitahu bagaimana caraku menjadikan kematian sebagai hal berharga dalam hidupku
Menjadikannya kawan sejati yang tak pernah meninggalkanku.
Kami hanya ingin agresi segera diakhiri.
Bukan sebuah nyanyian merdu pelipur kesakitan diri.
Bukan hanya janji-janji yang digaungkan para penguasa bodong.
Kibarkan panji-panji perdamaian dunia untuk jeritan manusia yang meminta tolong.
Gembar gembor tentang projek kemanusiaan
Sejatinya pepesan kosong tak ada pemaknaan.
Ketika kalimat damai diperjualbelikan
Jadi senjata bagi para aktor yang berlaga
Mempertontonkan kekuasaan beradu kepentingan
Bertopeng kemanusiaan, bermuka beringas manusia buas.
Menopang kemanusiaan, menggilas kepentingan.
Bogor, 3 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H