Apapun yang terjadi kehidupan terus berjalan, manusia membutuhkan makan, minum, biaya sekolah bagi anak dan lain sebagainya. Secara umum, kebutuhan biaya tersebut dititikberatkan pada perempuan.Â
Tekanan secara psikis dan psikologis akan memicu terjadinya pertikaian dalam rumah tangga. Jika tidak disikapi dengan baik dan kepala dingin, kekerasan dalam rumah tangga ranah personal (KDRT/RP) akan terjadi secara disengaja atau tidak disengaja. Motivasi dan penyuluhan untuk perempuan utamanya pandemi seperti ini perlu dilakukan sebagai upaya preventif dan kuratif.Â
Kerja sama yang bersinergi, pemahaman dan kesadaran antara pasangan suami istri harus dibangkitkan dengan gerak bersama satu langkah. Bahkan seorang motivator sendiri pun akan merasakan demotivasi untuk melangkah pasti menghadapi pandemi. Solusi yang harus dilakukan untuk ruang lingkup sederhana ini adalah terus bergerak.Â
Apapun hasilnya, saling bahu membahu, dukungan keluarga akan memberikan trigger dan spirit tersendiri untuk mendapatkan buah yang manis di masa peperangan.
Sebagaian besar perempuan korban kekerasan akan lebih tertutup terhadap lingkungan sekitarnya. Mereka tidak berani menceritakan apapun yang ada didalam diri mereka karena mengkhawatirkan adanya ancaman terhadap kehidupan mereka.Â
Sebagian besar lebih memilih untuk memaafkan dan berbesar hati menjalani bahtera kehidupan dengan meninggalkan semua masa lalu yang kelam.Â
Dibutuhkan upaya khusus untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan. Rasa simpati dan empati dari lingkungannya justru bukan solusi terbaik untuk mengatasi beban psikologis yang mereka rasakan. Beban tersebut ibarat fenomena gunung es ditengah lautan. Dipendam-pendam hingga tak terlihat sedikitpun.
Dengan adanya forum audiensi dan komunikasi bagi perempuan, mereka akan merasakan didengar dan diberikan solusi meski tidak mendalam. Legitimasi hukum harus ditegakkan demi terciptanya perdamaian dan keamanan tanpa terkungkung isu gender.Â
Faktanya hukuman bagi para pelaku tidak menimbulkan efek jera bahkan angka kekerasan tersebut semakin meroket. Usut kepentingan-kepentingan yang menjadi dalang kurusetra atas segala kasus dwitunggal ini terjadi.Â
Kasus kekerasan dan hukum terhadap gender perempuan. Jika masih ada kepentingan yang bermain didalamnya, maka kasus kekerasan ini hanya menjadi sebuah wacana diatas kertas. Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak bukan melakukan sulap agar semua masalah ini tuntas dengan mantra abrakadabra.Â
Tanpa adanya dukungan dan kerja sama partisipatif dari pihak terkait, semuanya tidak akan berjalan dengan mulus. Maka dari itu, disini saya mengajak semua pihak untuk membantu menanggulangi kasus ini secara intensif, satu kepedulian kita lebih berarti untuk masa depan yang menanti.