Bogor, 3 September 2020Â
Mungkin tak banyak kisah yang mampu terungkap pada setiap bagian kehidupan. Ada bagian yang harus terpendam atau hanya sekedar memercikkan sedikit saja kemilaunya agar terlihat seperti ada. Setelah ada, kehadirannya akan dianggap sebagai bagian dari kisah itu sendiri.Â
Kali ini mungkin aku tak mampu lagi memprakarsai kuasa tubuhku untuk sekedar diam. Ia terus beraksi dari hari ke hari. Ada atau tanpa ada reaksi tetap saja menunjukkan sebuah pergerakan meskipun dalam diam.Â
Setiap yang terpendam bisa saja tidak terlihat. Padahal bagian terdalam yang memendam itu ingin sekali mencuat ke permukaan.
Kali ini aku asik menikmati setiap aliran syaraf bergerak mengejang ke seluruh tubuh. Pada lain waktu, alirannya hilang dan mati saja sudah cukup. Betapa mengerikan setiap aroma kematian itu mendekat, bulu kuduk tak lagi merinding.Â
Bukannya tak takut mati. Tetapi setiap waktu gambaran kematian itu selalu menghampiri dalam angan yang terus melayang. Langkah kaki yang begitu cepat terkadang menyebabkan badan yang tegak harus menukik. Menghujam dan menghunuskan ribuan dera dalam tanah. Untuk sekedar menyadarkan diri bahwa tanah adalah hidup yang ternyaman.
Setelah nyamannya hilang ia akan bergolak. Lebih dari sekedar mendidih. Alunan dawai sholawat masih terdengar lirih meski jiwa terus saja merintih. Andai kata harus ada sebuah titik temu dengan Sang Maha Kehidupan, adakah yang bisa menggantikan selain diriku sendiri?Â
Pikirku lucu sekali ketika bagian-bagiannya mulai dipritili oleh kesombongan hati. Mulai merasa benar sendiri, egosentris, skeptis, terus saja mencari pembenaran diri sendiri agar tetap diakui.Â
Kalimat-kalimat yang katanya muhasabah, evaluasi mulai bertawaf didepan keningku. Bukan hanya pening saja, tetapi rasanya ingin melempar jumroh. Dasar setan! Setiap waktu mereka selalu berkelindan.
Ayo turun! Sini kita duel bersama! Kapan sih aku pernah menyaksikan setiap untaian kata yang terus berputar ini berhenti? Kali ini aku takkan tidur di tanah dengan nyaman. Harus kupastikan dulu kau yang mati setelah kulempari bebatuan dari bahan bakarmu sendiri.Â
Ngeri kan? Tidakkah kau merasa takut? Sekarang aku hanya ingin mengajarimu caranya mati. Duduklah kawan! Jangan terus menghantui dengan ribuan kalimat-kalimat dalih muhasabah.Â