Mohon tunggu...
Sri Nurhidayah
Sri Nurhidayah Mohon Tunggu... -

Seorang ibu dengan 2 orang anak, sedang belajar menulis dan mencintai dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Maid Menu & Rasulullah SAW*

20 November 2016   14:23 Diperbarui: 20 November 2016   15:07 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

AKHIR bulan Oktober 2016, media sosial ramai membicarakan restoran Shabu Hachi yang memiliki menu khusus asisten rumah tangga, Maid Menu, yang harganya lebih murah dari menu umumnya. Meski menu itu telah ditiadakan dari seluruh gerai Shabu Hachi, namun menarik mencermati penjelasan pemilik restoran mengenai awal hadirnya menu tersebut.

Dikutip dari  pemilik restoran melaui akun twitternya @githanafeeza menjelaskan bahwa Maid menu muncul dari pengalamannya sering melihat babysitter tidak diberi makan oleh bossnya saat makan di tempatnya. Umumnya para boss ini tidak mau membayar harga 150 ribuan hanya untuk makan babysitter, terlalu mahal. Maid menu yang harganya hanya sepertiga menu makanan boss, menjadi solusi. Babbysitter tetap ikut makan sambil menjaga anak-anak boss.

Keriuhan maid menu mengingatkan pada kisah serupa di 23 September tahun yang sama, saat Michael Fanny di laman facebooknya mengunggah foto dari sebuah restoran saat seorang asisten rumah tangga yang duduk terpisah dan hanya melihat keluarga majikannya makan bersama. Foto yang telah dibagikan 58 ribu kali telah menjadi viral dan diberitakan di banyak media on line.

Kisah-kisah ini melengkapi kisah anggota DPR RI, Ivan Haz, putra mantan wakil presiden, yang memukul pembantu rumah tangganya. Juga penyekap dan penganiayaan pembantu rumah tangga yang dilakukan istri Brigadir Jenderal (Purnawirawan) Mangisi Situmorang.

Membaca bagaimana kelas menengah Indonesia memperlakukan asisten rumah tangga menimbulkan banyak tanya. Apalagi saat membaca komentar-komentar terkait terkait maid menu, yang juga diisi beberapa pendapat yang beranggapan bahwa ini hanya masalah penamaan saja, namun tetap mendukung ide adanya maid menu.

Maid menu, bukan soal nama, ini adalah akhlak bagi seorang muslim, Rasulullah telah memberi pesan-pesan indah tentang makanan dan memperlakukan asisten rumah tangga.

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau menyatakan bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makan satu orang itu cukup untuk dua orang. Makanan dua orang itu cukup untuk empat orang. Makanan empat orang itu cukup untuk delapan orang.” (HR Muslim).

Betapa Rasulullah menganjurkan makan bersama untuk keberkahan. Rasulullah juga mensunahkan saat kita memasak hingga tercium lezatnya ke tetangga kita, hendaklah kita membagi makanan tersebut. Bayangkan mencium baunya saja wajib berbagi, apalagi bila berada di satu tempat yang sama, melihat dan membauinya.

Di hadits lain, Rasulullah mengingatkan Abu Dzar jika memasak makanan berkuah, agar memperbanyak kuahnya dan memberikan pada tetangganya dengan baik.

Dan soal asisten rumah tangga, kesaksian sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu yang berkata,” “Aku menjadi pembantu Rasulullah selama sepuluh tahun. Belum pernah beliau berkata kasar kepadaku. Dan selama sepuluh tahun itu belum pernah beliau berkata kepadaku, ‘mengapa kamu melakukan ini?’ Dan belum pernah beliau mengatakan, ‘mengapa kamu tidak melakukannya atas sesuatu yang aku tinggalkan?’ (H.R. Muslim)

Sungguh, Rasulullah SAW benar-benar memberi teladan, saat beliau bersabda,”Mereka (para pelayan dan pekerja) adalah saudara kalian. Allah menjadikan mereka di bawah kendali kalian, maka berikanlah kepada mereka makanan sebagaimana yang kalian makan. Dan janganlah sekali-kali kalian menyuruh (kepada mereka) sesuatu yang di luar batas kemampuannya. Dan bila kalian menyuruh sesuatu, bantulah pekerjaannya semampu kalian.” (H.R. Muslim)

Keriuhan maid menu adalah pengingat kita terhadap Rasulullah.. Mengingatkan kita betapa jauhnya kita dari ajaran beliau. Maid menu bukanlah diskusi nama makanan. Maid menu adalah karakter kita, bagaimana kita bersikap terhadap orang yang membantu kita sehari-hari di rumah. Di beberapa kantor mungkin kita mengalami ketidakadilan saat ekspatriat dengan kemampuan yang sama dengan orang Indonesia dibayar lebih mahal.

Perbedaan perlakuan, seperti makanan untuk VIP yang lebih beragam daripada makanan orang biasa, mungkin pernah kita rasakan. Atau melihat pejabat publik yang tidak perlu mengalami kemacetan di tol. Pengalaman-pengalaman yang pasti tidak menyenangkan, menimbulkan kesedihan dalam diri kita. Akankah kita membawa ketidakadilan ini di rumah kita? Mewarisi kepada anak-anak melalui contoh perbedaan perlakuan pada asisten rumah tangga. []

Tulisan ini dimuat di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun