Mohon tunggu...
Sri Nurhidayah
Sri Nurhidayah Mohon Tunggu... -

Seorang ibu dengan 2 orang anak, sedang belajar menulis dan mencintai dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ridwan Kamil Memang Alami...

8 September 2015   13:10 Diperbarui: 8 September 2015   13:18 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sabtu (5/9) saya berkesempatan menghadiri peresmian microlibrary di Taman Bima Bandung. Microlibrary dibangun kerjasama Shau, Dompet Dhuafa, dan Pemkot Bandung. Apa itu microlibrary dapat dilihat di http://news.detik.com/berita/3011049/unik-perpustakaan-di-bandung-dibuat-dari-2000-ember-bekas-es-krim

Di peresmian microlibrary, ada beberapa teladan yang bisa dilihat dari Ridwan Kamil (RK), walikota Bandung. Sebagai orang awam yang juga bukan orang Bandung, saya sempat penasaran mengenai popularitas Ridwan Kamil. Dan hari itu, saya melihat bagaimana alaminya Kang Emil sebagai seorang pemimpin.

1. Memahami – Mampu Jelaskan – Mampu Mengajak

Menjelaskan visi Bandung sebagai kota buku, dengan terang benderang RK jelaskan tahapan hari ini dan rencana ke depan. Penjelasan ini disertai kemampuan mengajak warga turut serta. Bahasa yang digunakan RK tidak berbelit. Di depan warga Kampung Arjuna, RK jelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami, tidak sok berbahasa asing, tidak gunakan istilah-istilah sulit. Yang digunakan adalah bahasa sehari-hari yang dipahami warga.

Kesan serupa, saya dapatkan saat mendengarkan RK berbicara di Kongres Diaspora Indonesia 3 di Jakarta. Menjelaskan kota Bandung yang ingin menjadikan warganya bahagia dan berujung pada Bandung sebagai Smart City. Tidak perlu menjadi warga Bandung, namun pendengar pasti paham dan mau mengikuti. Saya mau menjadi warga yang bahagia, dimulai dengan memberikan senyum pada orang lain, saling menyapa, dan akan temukan hal baru setiap hari.

Ini bakat alami yang dimiliki RK, kemampuan menjelaskan visinya dan mengajak orang terlibat.

2. Merakyat

Tanpa protokoler, siapa pun bisa dekati RK. Melayani selfie warga dengan sabar, dan bersalaman dengan melihat lawan yang disalami. Bukan sekedar asal salaman seperti pada seorang fans.

Tidak terlihat pengawal yang menghalang-halangi, menyapu jalanan untuk lewat, atau sibuk membawakan map/tas di belakang sang walikota.

 

3. Menghargai Tim Kerja

Tidak mungkin bekerja sendirian, ini diperlihatkan RK. Tim adalah kekuatan. RK menghargai tim dengan mengenalkan pada yang hadir, siapa arsitek microlibrary, siapa pengembang yang membangun, dan tidak lupa menyebut nama Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terkait.

4. Kerja, kerja, dan kerja

Hal menarik terakhir yang dilakukan RK setelah launching adalah meminta waktu untuk mendokumentasikan microlibrary sekaligus mengecek sudut-sudut bangunan. Wah, pengalaman baru melihat seorang pejabat mengetuk-ngetuk bangunan memastikan material bangunan sesuai. Hm.. pasti pengembang akan berdebar jika dia tidak bekerja dengan baik.

Tulisan ini mungkin bisa salah, karena hanya mengukur sesaat . Namun sebagai warga negara biasa, sungguh menjadi sebuah asa di tengah berita-berita buruk negeri ini...Melemahnya nilai rupiah, buruh tiongkok yang datang ke negeri kita, dan bahkan kisah sedih TKI yang tenggelam.

Indonesia punya banyak bintang, dan alaminya RK adalah salah satu bintang itu...

 

Bogor, 8 September 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun