Mohon tunggu...
Sri Nurhidayah
Sri Nurhidayah Mohon Tunggu... -

Seorang ibu dengan 2 orang anak, sedang belajar menulis dan mencintai dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Satu Langkah Lagi Mas Menteri Anies Baswedan..

4 Agustus 2015   20:59 Diperbarui: 4 Agustus 2015   20:59 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa pekan lalu, saya berkesempatan berdiskusi dengan salah seorang pejabat di salah satu kementerian. Cukup mengejutkan ternyata tidak ada satupun anak pejabat tersebut yang bersekolah di sekolah negeri untuk tingkat dasar (SD & SMP) dan menengah (SMA).

Pengalaman pertama ini, menimbulkan tanya di benak saya? Adakah pejabat kita, terutama di lingkungan kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menyekolahkan anaknya di Sekolah Negeri? Hm... kelihatannya jawabannya bisa sangat kecil. Di tingkat kabupaten/kota mungkin masih ada kepala dinas yang anaknya bersekolah di Ssekolah Negeri. Namun di propinsi dan di pusat kelihatannya akan semakin sulit kita temui.

Bagi rakyat biasa, penting mengetahui berapa pejabat yang menyekolahkan anaknya di Sekolah Negeri, sekolah yang paling utama terkena imbas saat pemerintah (menteri) berganti. Pembuat kebijakan mudah saja membuat pergantian kurikulum yang diterapkan di sekolah negeri, namun ketika anak mereka dalam keluarga tidak pernah merasakan kurikulum tersebut, maka pembuat kebijakan di Kementerian tidak pernah tahu betapa beratnya materi kurikulum. Lihatlah sejenak kurikulum anak-anak kita di sekolah dasar. Matematika yang mempelajari akar pangkat tiga, Ilmu Sosial yang belajar negara-negara di seluruh dunia, Pendidikan Kewarganegaraan yang harus memahami undang-undang dst.

Jika para pembuat kebijakan, pejabat, wakil rakyat diharuskan menyekolahkan anaknya di sekolah milik pemerintah (sekolah negeri), mungkin pembenahan cepat dilakukan. Kebijakan yang berorientasi pada rakyat di bidang pendidikan akan cepat dikeluarkan.

Berkaca dari para pendahulu kita, akan dapat dipahami mengapa visi ke-Indonesia-an begitu melekat. Inspirasi Hatta dan Soekarno tidak saja melekat di tempat pengungsian mereka, tetapi pada setiap keputusan yang diambil. Semangat Hatta tersimpan di Banda dan api motivasi Soekarno ada di Flores, dan keputusan yang diambil adalah untuk Indonesia. Visi yang lahir karena merasakan, bukan sekedar mencicipi, merasakan sesaat.

Nah, masalahnya hari ini bagaimana memberikan pengalaman pada pejabat, anggota dewan? Bukan sekedar blusukan tetapi merasakan dan mengalami seperti yang dirasakan rakyat setiap hari. Mengalami rasanya menjadi orangtua yang anaknya bersekolah di sekolah negeri, sekolah milik negara. Ini bisa dimulai dengan instruksi langsung kepada para pejabat, khususnya pejabat kementerian pendidikan dan kebudayaan.

Awal tahun ajaran ini dengan sangat indah. Mas Menteri Anies Baswedan telah memulai 2 kegiatan. Kampanye mengantarkan anak di hari pertama sekolah & secara serius memantau kegiatan orientasi siswa baru. Akan bertambah indah jika sekolah negeri adalah sekolah wajib anak-anak pejabat dan Pegawai Negeri Sipil... Hm, pasti perbaikan kualitas akan berlangsung dengan cepat.. Ayo mas menteri, satu langkah lagi!!!

 

Bogor, 4 agustus 2015

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun