Mohon tunggu...
Sri Nurhidayah
Sri Nurhidayah Mohon Tunggu... -

Seorang ibu dengan 2 orang anak, sedang belajar menulis dan mencintai dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Akhirnya, Kembali Berlangganan Kompas Cetak

28 Januari 2014   06:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:24 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tahun 2014, rencana awal tidak ada lagi surat kabar cetak yang akan kami beli. Saya dan suami sudah merasa cukup dengan berita terkini yang kami dapatkan dari media on line. Selain lebih hemat secara biaya, keuntungan lain adalah tidak dibutuhkannya tempat untuk penyimpanan koran.

Namun rencana ini, tidak jadi dilakukan. Kekhawatiran terhadap lompatan teknologi yang dialami anak-anak adalah alasan utama berlangganan koran cetak. Anak-anak kita saat ini memulai hari dengan teknologi di sekitar mereka. Minat baca belum terbangun namun sudah langsung terhubung dengan laptop, telepon seluler, dan internet. Dan alat-alat elektronik yang terhubung dengan anak-anak kita, semuanya terangkum dalam satu kata: GAME.

Game, seperti juga artinya permainan, jauh lebih menyenangkan dari tulisan-tulisan. Bahkan tulisan yang dibubuhi gambar sekalipun (komik) tidaklah semenarik dan seinteraktif game.

Koran cetak tidak serta merta menarik minat baca anak, namun saat anak melihat koran cetak datang setiap pagi ada pelajaran besar yang terserap di anak-anak kita. Loper koran yang tidak pernah libur (kecuali tanggal merah libur nasional) selalu memulai hari sebelum subuh...

Melihat koran datang setiap hari pasti sedikitnya menimbulkan ingin tahu anak untuk melihat. Foto depan akan menarik anak, melihat orang tuanya membuka-buka lembar koran yang besar menimbulkan minat anak untuk bergabung. Mulanya orang tua mungkin harus membacakan, tetapi berjalannya waktu anak akan mencari sendiri berita yang ia sukai...

Tidak mudah menarik minat baca anak, namun orang tua harus berusaha.. Beberapa hal yang disadur dari harian Kompas (15/1) ini mungkin bisa memotivasi para orang tua untuk menanamkan minat baca pada anak-anak kita:



  1. Penelitian Taufik Ismail tentang membaca.

    Masa penjajahan Belanda, siswa AMS-B (Algeme(e)ne Middelbare School), setara SMA (Sekolah Menengah Atas) wajib membaca 15 karya sastra setahun, sementara AMS-A wajib membaca 25 karya sastra.

    Data di lain negara hari ini, lebih membuat kita semakin terbelakang. Di Amerika Serikat, siswa SMA wajib membaca karya sastra 32 judul setahun, di Jepang sebanyak 15 judul, di Brunei sebanyak 7 judul, Singapura & Malaysia sebanyak 6 judul, dan siswa di Thailand 5 judul.


  2. Data Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) bahwa ada 24.000 judul buku terbit setahun, dengan rata-rata cetak setiap buku 3.000 eksemplar. Dengan penduduk yang berjumlah + 240 juta jiwa, maka satu buku dibaca 3-4 orang. Padahal menurut UNESCO, idealnya 1 orang membaca 7 buku.


  3. Yang lebih menakutkan Indonesia berada di urutan 60 dari 65 negara untuk minat baca masyarakat.

Keseluruhan data ini menimbulkan pula pertanyaan baru, benarkah masyarakat yang banyak membaca akan lebih maju peradabannya?

Membaca adalah pintu untuk memulai pengetahuan baru. Mengutip Rene Descartes diskusi terbaik dengan seseorang adalah membaca tulisannya. Karena di tulisan, orang memberikan ide terbaik mereka, bukan omong kosong tanpa makna...

Bagi yang seorang muslim, ayat pertama yang diturunkan Allah adalah Iqra.. (Bacalah) Pesan Imam Ali pun nyata, ikatlah ilmu dengan menuliskannya..

Jadi ibu dan bapak... alih-alih membelikan pulsa untuk ananda, lebih baik membelikan surat kabar, majalah, atau buku yang dapat menambah pengetahuan anak-anak kita... Selamat menanamkan minat baca pada anak, dan ini bisa dimulai dengan memberikan contoh. Orang tua yang senang membaca, pasti anaknya akan menjelajah bacaan juga...

Wallahu alam bishowab

Bogor, 28 Januari 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun