Seperti sudah menjadi tradisi, saat Ramadhan dan menjelang lebaran, masyarakat dihadapkan pada lonjakan harga kebutuhan pokok. Ramadhan dan lebaran yang seharusnya membuat masyarakat bergembira justru meakan memaksa masyarakat untuk eskra berjuang lebih keras untuk dapat mengikuti harga yang melambung tinggi. Masyarakat dikondisikan wajib membayar mahal suasana spiritual dan religius ini.
Para mafia sembako dengan seenaknya menciptakan "mitos horor sembako" di bulan Ramadhan dan lebaran. Mereka memainkan hukum supply dan demand dengan cara-cara licik, yakni menimbun dan membuat langka bahan-bahan pokok tersebut.Â
Mitos ini sudah berlangsung puluhan tahun bahkan sudah menjadi tradisi yang biasanya sangat sulit untuk diurai. Celakanya, pemerintah sendiri selama ini sudah dihipnotis oleh mitos dan dibiasakan dengan tradisi yang diciptakan oleh para mafia pangan tersebut.
Lalu apakah mitos dan tradisi itu akan terus dibiarkan berlangsung dan menyengsarakan masyarakat? Adakah upaya pemerintahan Jokowi untuk menindak para mafia sekaligus menyelamatkan masyarakat, kemudian mengubah mitos horor sembako di bulan Ramadhan dan lebaran menjadi bulan yang menggembirakan dan penuh keberkahan bagi masyarakat Muslim Indonesia khususnya?
Ekonomi liberal menyerahkan sepenuhnya ekonomi kepada mekanisme pasar (swasta) namun kemudian menemui kegagalan yang dikenal sebagai kegagalan pasar (market failure). Kegagalan pasar inilah yang kemudian menjadi latar belakang perlunya campur tangan pemerintah. Barton (2000), ada dua alasan bagi pemerintah untuk masuk ke dalam aktivitas masyarakat, yaitu social equity dan kegagalan pasar.Â
Secara garis besar peran pemerintah dengan public policies-nya bertugas mengoreksi kegagalan pasar untuk memperbaiki efisiensi produksi dan alokasi sumber daya dan barang, serta merealokasi oportunitas dan barang untuk mencapai nilai-nilai distribusional dan nilai-nilai lainnya (Weimer dan Vining, 1992 ).
Tahun ini, adalah Ramadhan dan lebaran 2018 keempat kalinya bagi pemerintahan Jokowi, sejak tanggal 20 Oktober 2014. Langkah pertama yang dilakukan menjelang Ramadhan 2015, Presiden Jokowi dengan tegas memerintahkan Kepolisian menangkap siapapun yang berupaya menimbun dan spekulasi barang kebutuhan pokok menjelang Ramadhan dan lebaran (Idul Fitri 1436 H) yang bisa menyebabkan fluktuasi harga.Â
Presiden Jokowi telah melakukan langkah social equity untuk rakyatnya yang mMuslim, dengan memerintahkan kepada kepolisian untuk menindak tegas praktik jahat para mafia pangan yang menimbulkan market failure yang sudah berlangsung sangat lama dan selalu berulang setiap menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Saat itu Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti menindaklanjuti perintah Presiden Jokowi dengan mengeluarkan Maklumat Kapolri bernomor: MAK/01/VIII/2015 tentang larangan melakukan penimbunan atau penyimpanan pangan dan barang kebutuhan pokok. Para penimbun dianggap melakukan pelanggaran pidana Pasal 133 Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan.Â
Bagi pihak yang ketahuan melakukan hal tersebut dikenakan hukuman penjara paling lama selama 7 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar. Para penimbun sembako juga akan dijerat Pasal 104 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau denda Rp50 miliar. Lalu apa efeknya?
Sebuah media online terkemuka, finance.detik.com, (16 Jul 2015 12:19 WIB) menurunkan artikelnya berjudul "Pedagang: Biasanya Heboh, Lebaran Tahun Ini Harga Sembako Tidak Naik". Instruksi Presiden dan kinerja Polri berefek langsung terhadap harga sembako jelang puasa dan lebaran 2015. Hal ini terus berlanjut pada Ramadhan dan lebaran 2016.
Sebuah catatan penting menjelang Ramadhan dan Lebaran tahun 2016, harga sembako cukup fluktuatif mengalami kenaikan, namun demikian Bank Indonesia mencatat bahwa pada Juni 2016 merupakan inflasi bulan puasa yang paling rendah dalam beberapa tahun terakhir. "Inflasi yang 0,66 persen itu dibandingkan inflasi di masa-masa puasa itu adalah termasuk kategori yang paling rendah karena biasanya inflasi puasa itu 0,9-1,2 persen per bulan atau month-on-month," ujar Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, sebagaimana dikutip oleh CNN Indonesia (01/07/2016, 18:03 WIB)
Menginjak Ramadhan dan Idul Fitri 2017, harga sembako sangat stabil, Media ternama di Jawa Barat, Pikiran Rakyat (12 Juni, 2017 - 18:45) membuat judul yang sangat apresiatif dan optimistis "Jelang Idul Fitri, Harga Sembako Masih Normal."
Lalu bagaimana dengan Ramadhan dan Lebaran 2018? Para mafia sembako dan banyak analis yang ikut menciptakan mitos horor sembako tampaknya harus kecele dan gigit jari.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan inflasi pada Mei 2018 sebesar 0,21 persen merupakan posisi yang terendah untuk kondisi menjelang lebaran dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut merupakan poin positif karena berdasarkan pengalaman yang lalu, inflasi biasanya merangkak naik mendekati Hari Raya Idul Fitri setiap tahunnya (ekonomi.kompas.com, 06/04).
Penulis mengonfirmasi dengan melakukan googling tentang harga kebutuhan pokok di beberapa pasar di Jakarta dari awal bulan April 2018 sampai dengan 9 Mei 2018. Jakarta diambil sebagai sampel karena Jakarta adalah barometer dan trendsetter nasional. Biasanya apa yang terjadi di Jakarta akan diikuti oleh daerah lain secara nasional. Adapun harga kebutuhan pokok yang penulis bisa informasikan dari awal April sampai dengan 9 Juni 2018 adalah dalam tabel sebagai berikut:
Tabel: Harga Bahan Pokok Tertinggi (HT) dan Terendah (HR)
bulan April, Mei dan Juni 2018
Ada kenaikan kecil pada daging ayam broiler dan cabe merah keriting. Namun kenaikan tersebut diimbangi dengan beberapa item seperti telur ayam ras justu mengalami penurunan harga terendah pada bulan April dan Mei dari Rp23.000 turun menjadi Rp21.000 pada 9 Juni. Bawang merah harga terendah bulan april dan mei Rp30.000, kemudian turun menjadi 24.000 pada tanggal 9 Juni.
Kemungkinan besar biang keladi pencipta dan penikmat "mitos dan tradisi horor sembako" menjelang Ramadhan dan lebaran sudah kena batunya. Para pihak yang menciptakan mekanisme pasar menjadi inefisiency sehingga mengakibatkan market failure sudah dibuat jera. Kapolri Tito Karnavian, memperingatkan semua pihak untuk tidak menimbun sembako. Polisi telah mengusut sebanyak 421 kasus penimbunan sembako dengan 397 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Kinerja sangat baik dalam menjaga stabilitas kebutuhan pokok yang diperankan pemerintahan Jokowi layak diapresiasi. Menghancurkan mitos dan tradisi yang sudah berlangsung puluhan tahun bukan pekerjaan mudah. Faktanya pemerintahan sebelumnya tidak mampu menghentikan mafia pangan yang berpesta pora di atas penderitaan rakyat, terutama umat Islam Indonesia di saat menyambut bulan suci Ramadhan dan lebaran.
Selamat menjalankan Ibadah puasa dengan khusuk, selamat Mudik dengan gembira dan selamat menyambut Iedul Fitri dengan penuh kemenangan dan keberkahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H