Mohon tunggu...
Sri Maulida
Sri Maulida Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and Researcher

Lecturer and Researcher

Selanjutnya

Tutup

Money

“Pasar Tradisional Vs Pasar Modern”

16 Juni 2015   21:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   05:58 1499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasar Tradisional Vs Pasar Modern”

Oleh: Sri Maulida S.E.Sy*

 

 

PENDAHULUAN

Islam merupakan suatu agama yang memberikan tuntunan pada seluruh aspek kehidupan, baik hubungan manusia dengan Tuhan, atau manusia dengan sesama makhluk Tuhan. Inilah yang sering disebut dengan implementasi Islam secara kaffah, yaitu (a) ajaran Islam dilaksanakan secara keseluruhan dan (b) meliputi seluruh aspek kehidupan. Menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan (way of life), bukan sekedar pedoman ritual antara manusia dengan Tuhan saja.[2]

Islam memposisikan kegiatan ekonomi sebagai salah satu aspek penting untuk mendapatkan kemuliaan (falah), dan karenanya kegiatan ekonomi seperti kegiatan lainnya perlu dituntun agar sesuai dengan ajaran Islam secara keseluruhan (kaffah).  Sistem ekonomi Islam adalah perekonomian dengan tiga sektor, yaitu sektor pasar, masyarakat dan negara. Islam menolak konsep pasar dalam bentuk persaingan bebas tanpa batas sehingga mengabaikan norma dan etika. Aktivitas pasar harus mencerminkan persaingan yang sehat, kejujuran, keterbukaan dan keadilan sehingga harga yang tercipta adalah harga yang adil.[3]

Harga terbentuk dari mekanisme pasar, dimana konsumen, produsen dan government dipertemukan dalam mekanisme pasar tersebut, baik pasar tenaga kerja, pasar barang ataupun pasar modal.[4] Dewasa ini, harga di pasar sangat bersaing sehingga konsumen akan lebih memilih harga yang lebih murah, membuat produsen berlomba-lomba memberikan harga terbaik terhadap barang yang mereka jual. Namun, seiring dengan berjalannya waktu konsumen tidak hanya memperhatikan faktor harga tetapi faktor kenyamanan dan kemudahan juga menjadi bahan pertimbangan untuk memilih pasar. Peluang ini dimanfaatkan oleh produsen mendirikan pasar modern, fenomena tersebut juga terjadi di Indonesia.

Pertumbuhan pasar modern di Indonesia saat ini menunjukkan angka yang cukup fantastis. Berbagai jenis pasar modern seperti supermarket, hypermarket maupun mal-mal perbelanjaan begitu menjamur. Jumlah hypermarket menunjukkan kenaikan secara signifikan dari tahun ke tahun. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag menyebutkan bahwa saat ini jumlah pasar modern yang ada di seluruh Indonesia mencapai 23.000 unit toko yang terdiri dari 14.000 kelompok usaha minimarket dan 9.000 supermarket. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 14 persen dalam tiga tahun terakhir.[5]

Peningkatan pasar modern dapat memberikan dampak buruk terhadap pasar tradisional bahkan bisa membuat penjual pasar tradisional “gulung tikar”. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Daniel Suryadarma, dkk (2007) bahwa supermarket memang memberi dampak negatif pada peritel tradisional. Terlebih lagi, temuan penelitian menunjukkan bukti bahwa pasar tradisional yang berada dekat dengan supermarket terkena dampak yang lebih buruk dibanding yang berada jauh dari supermarket.[6]

Karena permasalan tersebut penyusun tertarik untukk mengkaji bagaimana ekonomi Islam membahas tentang dampak pasar modern terhadap pasar tradisional secara islami. Apakah Islam mempunyai solusi terbaik terhadap fenomena tersebut?

Maslahah

Mashlahah adalah setiap keadaan yang membawa manusia pada derajat yang lebih tinggi sebagai makhluk yang sempurna. Masalahah dunia dapat berupa manfaat fisik, biologis, psikis, dan material atau disebut manfaat saja. Mashlahah akhirat berupa janji kebaikan (pahala) yang akan diberikan di akhirat sebagai akibat perbuatan mengikuti ajaran Islam.[7]

Mashlahah bagi konsumen tidak semua dapat diukur, namun konsumen dapat mrasakan rendah tingginya Mashlahah yang ia terima. Oleh karena itu, pengukuran Mashlahah dapat dilakukan secara ordinal. Efek perubahan harga terhadap permintaan bisa dikategorikan menjadi dua, yaitu efek pendapatan dan efek subtitusi. Efek pendapatan dari perubahan harga untuk barang-barang normal selalu negatif, sedangkan efek subtitusi bisa negatif, nol ataupun positif tergantung ada tidaknya perubahan kandungan Mashlahah pada barang tersebut. Efek Mashlahah bisa menghapus mauoun menambah kuatnya efek subtitusi. Sebagai misal, naiknya harga barang yang diikuti oleh peningkatan kandungan Mashlahah belum tentu akan direspon konsumen dengan menurunkan permintaan, namun bisa jadi menambah permintaanya. Dalam hal ini, kandungan berkah memegang peran penting dalam mempengaruhi fungsi permintaan.[8]

Mashlahah terdiri dari dua komponen, yaitu manfaat dan berkah. Dalam konteks produsen atau perusahaan yang mengharapkan keuntungan/profit maka manfaat dapat berupa keuntungan material. Dalam pandangan ekonomi Islam mencari keuntungan dan profit maksimal tudak dilarang, selama masih berada pada garis peraturan dan tujuan hukum Islam. Teori optimum Mashlahah condition menyatakan bahwasanya Mashlahah akan emencapai tingkat maksimum jika dan hanya jika nilai dari unit terakhir yang diproduksi sama dengan perubahan yang terjadi pada biaya total dan pengeluaran berkah total pada unit terakhir yang diproduksi.[9] Berikut kurva Iso Mashlahah :

Setiap titik yang ada pada kurva iso-Mashlahah tersebut mempunyai tingkat Mashlahah   yang sama meskipun kombinasi barang yang terkandung adalah berbeda pada masing masing titik.

Ketidaksempurnaan Bekerjanya Pasar

Pasar merupakan sebuah mekenisme pertukaran barang dan jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia. Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang penting dalam perekonomian. Pasar dapat meningkatkan perekonomian masyarakat  karena dengan adanya pasar proses konsumsi, produksi dan distribusi dapat berjalan denga baik. Namun yang terjadi sekarang ini adalah persaingan antara pasar modern dan pasar tradisonal. Dimana pasar tradisional mulai ditinggalkan oleh konsumen.

 

Karena ada kenaikan pendapatan masyarakat maka konsumsi pun menignkat dan masyarakat lebih memilih untuk ke pasar modern yang lebih nyaman dijangkau serta harga yang bersaing. Sedangkan tidak ada pengiriman barang dari pasar tradisional ke pasar modern, sehingga mengakibatkan penjual pasar tradisional mengalami kerugian.

Mekanisme Pasar dalam Islam

Dalam konsep Islam penentuan harga dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pasar, yaitu kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran. Pertemuan permintaan dan penawaran tersebut haruslah terjadi secara rela sama rela, tidak ada pihak yang merasa terpaksa untuk melakukan transaksi pada tingkat harga tersebut.[10] Permintaan konsumen dipengaruhi oleh banyak faktor, mislanya harga, pendapatan konsumen, selera, ekspektasi, dan tingkat mashlahah.

Keseimbangan pasar terjadi pada harga dan kuantitas dalam kondisi kekuatan permintaan dan penawaran dalam keseimbangan. Pada harga keseimbangan, jumlah yang diinginkan pembeli tepat sama dengan jumlah yang ingin dijual oleh penjual.[11]

Ajaran Islam memberi perhatian yang besar terhadap kesempurnaan mekanisme pasar. Pasar yang bersaing sempurna dapat menghasilkan harga yang adil bagi penjual maupun pembeli. Karenanya, jika mekanisme pasar terganggu, maka harga yang adil tidak akan terjadi. Untuk solusi terhadap ketidaksempurnaan pasar, maka Islam melarang ikhtikar, mendorong akses terbuka terhadap informasi dan regulasi harga[12]. Jika ketidaksempurnaan pasar diakibatkan pendapatan yang meningkat maka zakat adalah solusi terbaik dalam ekonomi Islam.

Zakat

Ditinjau dari segi bahasa, zakat berasal dari kata zaka yang mempunyai beberapa makna yaitu al-nama' yang berarti menumbuhkan, al-ziyadah yang berarti bertambah, al-barokah yang berarti keberkahan, dan al-thahir yang berarti kesucian. Dari segi istilah banyak ahli tafsir memberi definisi antara lain bahwa zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT untuk diserahkan kepada orang yang berhak.[13] Sedangkan menurut terminologi, zakat adalah mengeluarkan harta secara khusus kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Artinya, orang yang telah sampai nisab dan syarat zakatnya (muzakki), maka diwajibkan baginya untuk memberikan kepada fakir miskin dan orang-orang yang berhak menerimanya (mustahiq)[14]

Zakat Perusahaan Sebagai Ganti Rugi Terhadap Kerugian Produsen Pasar Tradisional

Ketika pendapatan pasar modern meningkat, artinya ada penambahan pengingkatan perusahaan/profit perusahaan. Zakat perusahaan (Corporate zakat) adalah sebuah fenomena baru, sehingga hampir dipastikan tidak ditemukan dalam kitab fiqih klasik. Ulama kontemporer melakukan dasar hukum zakat perusahaan melalui upaya qiyas, yaitu zakat perusahaan kepada zakat perdagangan. Zakat perusahaan hampir sama dengan zakat perdagangan dan investasi. Bedanya zakat perusahaan bersifat kolektif.

Para ulama peserta muktamar internasional menganalogikan zakat perusahaan kepada zakat perdagangan, karena dipandang dan aspek legal dan ekonomi kegiatan sebuah perusahaan intinya adalah berpijak pada kegiatan trading atau perdagangan. Oleh karena itu, nishabnya adalah sama dengan nishab zakat perdagangan yaitu 85 gram emas.

Berdasarkan prinsip-prinsip di atas dapat dipahami bahwa modernisasi dalam bidang muamalah diizinkan oleh syariat Islam, selama tidak bertentangan dengan prinsip dan jiwa syariat Islam itu sendiri. Menyadari bahwa kehidupan dan kebutuhan manusia selalu berkembang dan berubah, maka syariat Islam dalam bidang muamalah, pada umumnya hanya mengatur dan menetapkan dasar-dasar hukum secara umum. Sedangkan perinciannya diserahkan kepada umat Islam, dimana pun mereka berada. Tentu perincian itu tidak menyimpang apalagi bertentangan dengan prinsip dan jiwa syariat Islam. Dalam konteks inilah perusahaan ditempatkan sebagai muzakki/wajib zakat.

Demikian halnya juga, para ulama sepakat bahwa hukum menginvestasikan harta melalui pembelian/pemilikan saham adalah sah secara syar’i dan keuntungannya wajib dizakatkan. Pemegang saham merupakan bagian dari pemilik perusahaan yang mewakilkan operasionalnya kepada pihak manajemen untuk menjalankan operasional perusahaan dimana keutungan dan kerugian perusahaan ditanggung bersama oleh pemegang saham. Keuntungan dan kerugian perusahaan dapat diketahui pada waktu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan pada saat itulah zakat di wajibkan. Namun para ulama berbeda tentang kewajiban pengeluaran zakatnya.

Pendapat pertama yang dikemukakan oleh Syeikh Abdurrahman isa dalam kitabnya “al-Mu’âmalah al-Hadîtsah Wa Ahkâmuha”, mengatakan bahwa yang harus diperhatikan sebelum pengeluaran zakat adalah status perusahaannya, untuk lebih jelasnya sebagai berikut:

  1. Jika perusahaan tersebut adalah perusahaan yang bergerak dibidang layanan jasa semata, misalnya biro perjalanan, biro iklan, perusahaan jasa angkutan (darat, laut, udara), perusahaan hotel, maka sahamnya tidak wajib dizakati. Hal ini dikarenakan saham–saham itu terletak pada alat–alat, perlengkapan, gedung–gedung, sarana dan prasarana lainnya. Namun keuntungan yang diperoleh dimasukkan ke dalam harta para pemilik saham tersebut, lalu zakatnya dikeluarkan bersama harta lainnya jika telah mencapai nisab dan haul.
  2. Jika perusahaan tersebut adalah perusahaan dagang murni yang melakukan transaksi jual beli barang tanpa melakukan proses pengolahan, seperti perusahaan yang menjual hasil–hasil industri, perusahaan dagang Internasional, perusahaan ekspor-impor, dan lain lain, maka saham–saham perusahaan tersebut wajib dikeluarkan zakatnya disamping zakat dari keuntungan yang diperoleh. Caranya adalah dengan menghitung kembali jumlah keseluruhan saham kemudian dikurangi harga alat-alat, barang-barang ataupun inventaris lainnya, baru kemudian dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 %. Hal ini dapat dilakukan setiap akhir tahun.
  3. Jika perusahaan tersebut bergerak dibidang industri dan perdagangan, artinya melakukan pengolahan suatu komoditi dan kemudian menjual kembali hasil produksinya, seperti perusahaan Minyak dan Gas (MIGAS), perusahaan pengolahan mebel, marmer dan sebagainya, maka sahamnya wajib dizakatkan. Cara penghitungan dan pengeluaran zakatnya adalah sama dengan cara penghitungan zakat perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan.

Pendapat kedua yaitu pendapat Abû Zahrah yang mengatakan bahwa saham adalah harta yang beredar dan dapat diperjual–belikan, dan pemiliknya mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan tersebut, karena itu wajib dizakati. Ini termasuk dalam kategori barang dagangan dan besarnya suku zakat adalah 2,5%. Caranya adalah setiap akhir tahun, perusahaan melakukan penghitungan harga saham sesuai dengan harga yang beredar dipasaran, kemudian menggabungkannya dengan keuntungan yang diperoleh. Jika besarnya harga saham dan keuntungannya mencapai nisab maka wajib dizakatkan.

KESIMPULAN

  1. Pasar merupakan sebuah mekenisme pertukaran barang dan jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia. Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang penting dalam perekonomian. Pasar dapat meningkatkan perekonomian masyarakat karena dengan adanya pasar proses konsumsi, produksi dan distribusi dapat berjalan denga baik. Namun yang terjadi sekarang ini adalah persaingan antara pasar modern dan pasar tradisonal. Dimana pasar tradisional mulai ditinggalkan oleh konsumen.
  2. Ajaran Islam memberi perhatian yang besar terhadap kesempurnaan mekanisme pasar. Pasar yang bersaing sempurna dapat menghasilkan harga yang adil bagi penjual maupun pembeli. Karenanya, jika mekanisme pasar terganggu, maka harga yang adil tidak akan terjadi. Untuk solusi terhadap ketidaksempurnaan pasar, maka Islam melarang ikhtikar, mendorong akses terbuka terhadap informasi dan regulasi harga. Jika ketidaksempurnaan pasar diakibatkan pendapatan yang meningkat maka zakat adalah solusi terbaik dalam ekonomi Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman karim. 2007. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Daniel Suryadarma. 2007. Dampak Supermarket terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia. Lembaga Penelitian SMERU.         

Eko Suprayitno. 2008. Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Malang : UIN Malang Press.

Fajar Shodiq, Zakat Sebagai Motivator Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi Umat, Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 2 No 1. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta 2007.

Harahap, Wiroso, Yusuf, Akuntansi Perbankan Syari’ah, (Jakarta: LPFE Usakti, 2005),

Kurniasih Miftakhul Jannah. 2014. Pasar modern Indonesia tumbuh 14 % dalam tiga tahun. http://economy.okezone.com/read/2014/08/07/320/1021276/pasar-modern-indonesia-tumbuh-14-dalam-3-tahun diakses pada tanggal 3 Januari 2014.

Munrokkim Mirsanam dkk. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.

http://strawberrymerah.files.wordpress.com/2011/01/vs1.jpg diakses pada tanggal 3 Januari 2014

 

[2] Munrokkim Mirsanam dkk. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. hlm 16

[3] Adiwarman karim. 2007. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. hlm 91.

[4]Ibid.  hlm 13

[5] Kurniasih Miftakhul Jannah. 2014. Pasar modern Indonesia tumbuh 14 % dalam tiga tahun. http://economy.okezone.com/read/2014/08/07/320/1021276/pasar-modern-indonesia-tumbuh-14-dalam-3-tahun diakses pada tanggal 3 Januari 2014.

[6] Daniel Suryadarma. 2007. Dampak Supermarket terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia. Lembaga Penelitian SMERU. hlm 8

[7] Munrokkim Mirsanam dkk. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. hlm 90

[8] Munrokkim Mirsanam dkk. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. hlm 219

[9] Ibid. hlm 253

[10]Adiwarman karim. 2007. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. .hlm 152

[11] Eko Suprayitno. 2008. Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Malang : UIN Malang Press. hlm 91

[12] Munrokkim Mirsanam dkk. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. hlm 344

[13] Fajar Shodiq, Zakat Sebagai Motivator Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi Umat, Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 2 No 1. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta 2007, hlm. 37-44.

[14] Harahap, Wiroso, Yusuf, Akuntansi Perbankan Syari’ah, (Jakarta: LPFE Usakti, 2005), hlm. 61

 

*Mahasiswi Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (Program Studi Hukum Islam, Konsentrasi Keuangan dan Perbankan Syariah)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun