Analisis Makro "KESEIMBANGAN PASAR UANG DAN PASAR BARANG"
Oleh : Sri Maulida S.E.Sy*
Pertumbuhan ekonomi yang terlalu lambat dapat disebabkan oleh tingkat bunga yang tinggi. Tingkat bunga yang tinggi dapat menghambat kegiatan investasi padahal investasi sangat dibutuhkan guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Investasi yang tidak meningkat merupakan salah satu faktor tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi.
Jadi, untuk meningkatkan kegiatan ekonomi Indonesia agar tidak bergerak lambat lagi maka Bank Indonesia menurunkan suku bunga (BI rate) melalui kenaikan bank reserve dan jumlah uang beredar sebesar ∆M.
Penurunan suku bunga BI Rate dapat menurunkan suku bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk melakukan investasi. Hal ini akan meningkatkan aktivitas konsumsi dan investasi sehingga aktivitas perekonomian semakin bersemangat. Berikut kurva IS yang menggambarkan terjadinya peningkatan Investasi
Ketika suku bunga BI Rate turun maka aktivitas konsumsi dan investasi meningkat sehingga menaikkan total jumlah barang dan jasa yang dibutuhkan dalam perekonomian (Agregat Demand) juga akan meningkat kemudian diikuti dengan jumlah pendapatan (∆Y) masyarakat juga meningkat sehingga permintaan terhadap uang (Liquidity Preference) juga akan meningkat. Oleh karena itu, dengan adanya kenaikan permintaan terhadap uang (Liquidity Preference) dan diikuti oleh kenaikan bank reserve dan jumlah uang beredar sehingga keseimbangan dapat tercipta dan perekonomian di indonesia dapat bergerak dengan cepat. Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar dibawah ini :
Penurunan suku bunga akan menambah investasi dalam perekonomian. Pertambahan dalam investasi akan menambah pengeluaran agregat dan selanjutnya pertambahan pengeluaran agregat ini akan menambah pendapatan nasional.
Cara lain untuk menggerakkan kegiatan ekonomi adalah melalui kebijakan fiskal deficit, yaitu menaikkan belanja pemerintah sebesar ∆G tanpa diikuti dengan kenaikan penerimaan pajak.
Kebijakan fiskal deficit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif. Berdasarkan teori ekonomi Keynesian, kenaikan belanja pemerintah sehingga APBN mengalami defisit dapat digunakan untuk merangsang daya beli masyarakat (AD = C + G + I + X – M) dan mengurangi pengangguran pada saat terjadi resesi/depresi ekonomi.
Dalam sebuah perekonomian makroekonomi terbuka, setiap perubahan dalam ekonomi domestik akan memiliki dampak terhadap perekonomian global, terutama bagi negara yang merupakan non-small open macroeconomics. Jalur transmisi perubahan kebijakan domestik terhadap perekonomian global sendiri adalah melalui perdagangan internasional (ekspor dan impor). Dengan demikian, maka untuk menjelaskan hubungan antara kebijakan defisit fiskal dengan perdagangan internasional, penulis akan menggunakan model akunting nasional sebagai berikut :
Y = C + S + T (1)
Ket : Y = Pendapatan disposabel
C = Konsumsi
S = Tabungan
T = Pajak
Dalam sebuah perekonomian makro terbuka, maka pendapatan total (dari sisi permintaan) dapat ditulis sebagai:
Y = C + I + G + (X – M) (2)
Ket : I = Investasi swasta
G = Pengeluaran pemerintah
X = Ekspor
M = Impor.
Dengan melakukan subsitusi persamaan (1) ke (2), maka:
C + S + T = C + I + G + (X – M)
(T – G) = (I – S) + (X – M) (3)
Dengan melakukan modifikasi pada persamaan (3) dan memasukkan variabel yang mempengaruhi masing-masing identitas:
(T – G) = (I(i) - S(Y)) +(X(e,Y*) – M (e,Y)
Ket: i = Suku bunga
e = Nnilai tukar
Y * = pendapatan luar negeri.
Jika diasumsikan sebuah perekonomian menganut sistem nilai tukar mengambang dan aliran modal bebas, maka defisit anggaran akan berdampak kepada menurunnya jumlah tabungan nasional (S). Kelangkaan pada uang ini akan meningkatkan tingkat suku bunga, yang kemudian menimbulkan penurunan pada investasi (crowding-out).
Fenomena crowding out terjadi karena ketika Kebijakan Fiskal menyebabkan suku bunga meningkat, sehingga mengurangi investasi. Perubahan kebijakan fiskal menggeser kurva yang menggambarkan keseimbangan di pasar barang.
Dengan penurunan pada I dan S yang diasumsikan turun pada tingkat yang sama, maka (I-S) tidak mengalami perubahan. Ini mengindikasikan bahwa defisit fiskal hanya berpengaruh pada sisi neraca perdagangan (X-M). Hal ini dapat dijelaskan bahwa peningkatan suku bunga domestik akan menimbulkan aliran modal masuk (capital inflow), yang kemudian menimbulkan apresiasi pada nilai tukar. Menguatnya nilai tukar kemudian akan ditransmisikan ke ekspor yang menurun dan impor yang meningkat, sehingga sisi (X-M) akan mengalami penurunan (Hallwood, MacDonald, 2000).
Kelemahan dalam kebijakan ini adalah Anggaran ini dapat mengakibatkan inflasi karena untuk menutup inflasi, pemerintah harus meminjam atau mencetak uang. Shock positif pada defisit anggaran, yang berarti penurunan pada defisit berdampak kepada turunnya tingkat suku bunga riil. Hal ini mengartikan jika pemerintah meningkatkan defisit anggaran, maka tingkat suku bunga riil akan meningkat pula.
Kita ketahui bahwa yang menciptakan uang yang beredar dalam perekonomian tidak hanya Bank Sentral, namun juga perbankan yang menerapkan fractional reserve banking system. Bahkan di negara-negara dengan ekonomi mapan, 90% jumlah uang beredar (JUB) adalah uang bank yang diciptakan oleh perbankan. Akibatnya JUB sering tumbuh berlebihan dan menimbulkan inflasi harga-harga barang dan jasa atau inflasi harga-harga aset (asset bubble) yang sering berujung krisis menyusul meletusnya bubble Apakah sistem perbankan Islam yang ada juga memiliki kemampuan yang sama atau tidak sama dalam menciptakan uang bank dan akan berdampak menghasilkan ekonomi bubble).
Fractional reserve banking system
Pada abad 16 masyarakat mulai menyimpan atau mendepositokan emasnya dalam goldsmiths. Mereka yang akan menyimpan emas itu dan memperoleh fee uang tunai. Ketika menerima simpanan emas, goldsmiths akan memberikan sebuah tanda terima kepada penyimpan. Kemudian setelah itu orang-orang menggunakan tanda terima goldsmiths itu untuk keperluan membeli barang-barang dan jasa. Ini merupakan riwayat dari pertama kali penggunaan uang kertas dan cikal dari fractional reserve banking system.
Fractional reserve banking system adalah suatu praktek perbankan dimana bank diwajibkan untuk menyimpan hanya sebagian (fraction) dana simpanan masyarakat, sehingga selebihnya dapat dimanfaatkan bank sebagai pinjaman kepada pihak lain, sambil tetap mempertahankan kemampuan bank untuk mengembalikan dana simpanan masyarakat kapanpun diminta.
Karakteristik fractional reserve banking system[1] :
- Banks Create Money Through Lending.
- Fractional Reserve Banks are Subject to “Panics” or “Runs”.
- Ketika suatu bank meminjamkan sejumlah uang, pinjaman tersebut dapat disimpan pada bank lain.
- Hal ini akan menciptakan lebih banyak simpanan dan cadangan yang dapat dipinjamkan.
- Ketika bank menyalurkan pinjaman dari cadangannya, uang beredar naik.
Ketika uang beredar naik, maka menimbulkan inflasi harga-harga barang dan jasa atau inflasi harga-harga aset (asset bubble) yang sering berujung krisis menyusul meletusnya bubble.
Sistem Perbankan Islam dalam menerapkan fractional reserve banking system
Sama halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga masih menerapkan fractional reserve banking system. Menurut Ascarya (2009) bank syariah masih menerapkan dua hal dari tiga hal yang harus ditinggalkan yaitu[2] :
- Uang yang kita gunakan masih uang kertas atau fiat money yang penciptaan dari awalnya sudah mengandung riba, kecuali kita kembali ke gold standard.
- Perbankan syariah juga menerapkan fractional reserve banking yang menciptakan uang bank, yang juga tidak ada “counter value’-nya, sehingga juga mengandung riba, kecuali Perbankan syariah menerapkan 100 % reserve banking atau narrow banking atau free banking.
Menurut Mabid Al-Jarhi (2004) berpendapat bahwa sistem cadangan sebagian merupakan sistem yang tepat bagi bank Islam. Namun, sistem cadangan wajib harus 100%, sistem ini merupakan sistem cadangan wajib yang paling tepat untuk bank Islam. Bank Islam harus mencadangkan seluruh dana nasabah tanpa menguranginya sedikitpun, simpanan giro adalah amanah dari nasabah, sehingga harus dijaga dan dipelihara. Selain itu, ekspansi kredit dari sistem cadangan wajib sebagian dapat memperburuk perekonomian dan menimbulkan instabilitas inheren. Adapun dalam sistem cadangan wajib 100%, peran open market operation juga perlu digalakkan, mengingat tidak adanya instrumen pengatur jumlah uang beredar[3].
Umer Chapra (1996) berpendapat bahwa Bank Sentral harus menentukan pertumbuhan peredaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional. Pertumbuhan M terkait erat dengan pertumbuhan Mo (high powered money: uang dalam sirkulasi dan deposito pada bank sentral). Bank sentral harus mengawasi secara ketat pertumbuhan Mo yang dialokasikan untuk pemerintah, bank komersial dan lembaga keuangan sesuai proporsi yang ditentukan berdasarkan kondisi ekonomi, dan sasaran dalam perekonomian Islam. Mo yang disediakan untuk bank-bank komersial terutama dalam bentu mudharabah harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai instrumen kualitatif dan kuantitatif untuk mengendalikan kredit. Public Share of Demand Deposit (Uang giral). Dalam jumlah tertentu demand deposit bank-bank komersial (maksimum 25%) harus diserahkan kepada pemerintah untuk membiayai proyek-proyek sosial yang menguntungkan[4].
Kesimpulan
- Bank syariah sama dalam menciptakan uang bank dan akan berdampak menghasilkan ekonomi bubble, namun risiko lebih kecil karena sistem yang diterapkan berbeda.
- Mabid Al-Jarhi (2004) berpendapat sistem cadangan wajib 100% agar tidak terjadi bubble
- Umer Chapra (1996) berpendapat maksimum 25% harus diserahkan kepada pemerintah untuk membiayai proyek-proyek sosial yang menguntungkan serta peran bank sentral dalam memeriksa penggunaan uang tersebut untuk menghindari bubble ekonomi
- Anggap diketahui dalam perekonomian porsi pendapatan muzakki adalah 40% dan porsi pendapatan mustahiq 60%, marginal propensity to consume (mpc) muzakki 0,50 dan mpc mustahiq 0,90. Jika belanja konsumsi otonom 500 dan tarif zakat 10% hitung
- Fungsi konsumsi tanpa zakat dan Fungsi konsumsi dengan zakat
- Bandingkan MPC ekonomi tanpa zakat dan MPC ekonomi dengan zakat
- Bandingkan angka pengganda (multipleri) ekonomi tanpa zakat dengan multiplier ekonomi dengan zakat. Jelaskan juga perbedaan implikasi dampak kebijakan fiskal defisit bagi kedua perekonomian.
Perhitungan Makro MPC ekonomi tanpa zakat dan MPC ekonomi dengan zakat
Diketahui :
β = 40 % = 0,4
Y-βy=1- βy = 60 % =0,6
b = 0,5
δ = 0,9
τ = 500
z = 10 % = 0,1
Jawab :
- (Fungsi konsumsi tanpa zakat)
C = č + cY
= 500 + 0,7 Y
(Fungsi konsumsi dengan zakat)
C = č + b (βy – z) + δ ((1- β) + z) Y
= 500 + 0,5 (0,4 – 0,1) Y + 0,9 ((1 – 0,4) + 0,1) Y
= 500 + 0,5Y + 0,63 Y
= 500 + 0,78 Y
- MPC ekonomi tanpa zakat
Cz=0= 500 + 0,7 Y
Y = 500 + 0,7Y
Y – 0,7 Y = 500
0,3 Y = 500
Y = 1666,67
MPC ekonomi dengan zakat
Cz>1= 500 + 0,78 (Y-z)
= 500 + 0,78 (Y-0,1)
= 499,92 + 0,78Y
Jadi, Y = 499,92 + 0,78Y
Y-0,28Y = 499,92
0,22Y = 499,92
Y = 2272,36
Dari hasil perhitungan diatas dapat dibandingkan bahwa MPC ekonomi tanpa zakat lebih rendah daripada MPC ekonomi dengan zakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembayaran zakat akan meningkatkan MPC dan jika ini dikaitkan dengan multiplier maka semakin besar MPC maka akan semakin besar multiplier. Sehingga dengan semakin banyak zakat maka efeknya terhadap pendapatan nasional akan semakin meningkat. Digalakkannya zakat akan maka sebagian belanja konsumsi mustahik diberikan kepada muzakki. Dengan demikian belanja konsumsi muzakki akan meningkat. Tidak hanya dihabiskan untuk konsumsi dampak zakat lainnya adalah digunakannya dana zakat oleh muzakki untuk menabung dan berinvestasi sehingga pendapatannya menjadi meningkat dan hal ini akan merubah status muzakki menjadi mustahik, dari kelompok miskin menjadi kelompok tidak miskin.
- Angka pengganda (multipleri) ekonomi tanpa zakat dengan multiplier ekonomi dengan zakat.
- Angka pengganda (multiplier) ekonomi tanpa zakat
∆Y/∆G = 1/1-MPC
= 1/1-0,7
= 3,3
- Angka penganda (multiplier) ekonomi dengan zakat
∆Y/∆G = 1/1-MPC
= 1/1-0,78
= 4,54
Implikasi terhadap perekonomian, semakin tinggi angka pengganda (multiplier) maka semakin tinggi pula pendapatan nasional. Sehingga pemerintah perlu melakukan kebijakan fiskal defisit, ketika Pemerintah merubah konsumsi/ pembeliannya terhadap barang atau jasa, maka kurva aggregate demand bergeser secara langsung. Ketika AD bergeser naik artinya tingkat investasi akan naik. Pemerintah melakukan kebijakan fiskal defisit dengan membuka proyek-proyek baru sesuai dengan invetasi yang naik dan dibarengi dengan lapangan pekerjaan yang memadai dan akhirnya dapat mengurangi pengangguran.
*Mahasiswi Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (Program Studi Hukum Islam, Konsentrasi Keuangan dan Perbankan Syariah)
[1] http://fe.petra.ac.id/files/files/EK4219_bab_10_penciptaan_uang.pdf
[2] http://jurnal-ekonomi.org/apakah-perbankan-syariah-sekarang-mampu-terhindar-dari-riba/
[3] Mabid Ali Al-Jarhi, “Remedy for Banking Crises: What Chicago and Islam Have In Common: A Comment”, dalam Islamic Economic Studies, (Vol. 11, No. 2, March 2004), p. 24
[4] Pemikiran M. Umer Chapra tentang Instrumen Kebijakan Moneter dan Peluang Implementasinya di Indonesia. 2010. UIN Syarif Hidayatullah Jajkarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H