Mohon tunggu...
Sri Maryati
Sri Maryati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Mengalirkan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Usaha Kedai Kopi oleh Anak Muda di Bandung Perlu Kolaborasi Kreatif

13 Agustus 2024   13:31 Diperbarui: 13 Agustus 2024   17:49 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shutterstock via KOMPAS.com

Usaha kedai kopi di Kota Bandung dan sekitarnya jumlahnya melonjak. Yang menarik pelaku usaha tersebut banyak digeluti oleh anak muda, utamanya dari generasi Z dan milenial. Usaha ini menjadi katup penyelamat karena pada saat ini betapa sulitnya generasi muda mendapatkan lapangan kerja formal yang layak. 

Jumlah kedai kopi yang menjamur di perumahan dan sudut jalanan Kota Bandung perlu dibina dan diberikan insentif agar usahanya berkelanjutan. Perlu kolaborasi kreatif antar kedai kopi dan lingkungannya agar gaya hidup mengkonsumsi kopi lebih asyik.

Model pengelolaan usaha kedai kopi baik yang tradisional maupun yang disebut sebagai warkop milenial atau kekinian memiliki keunikan yang karakteristiknya hampir sama. Antara lain memberikan fasilitas koneksi internet secara gratis sebagai salah satu strategi menarik pengunjung, serta sajian musik yang digemari sebagian besar pengunjung, atau tambahan sarana untuk karaoke.

Dari segi penataan ruang antara kedai kopi tradisional dengan kedai milenial tentu berbeda. Kedai tradisional hanya mengandalkan seduhan kopi, dengan pendamping makanan tradisional, serta mie instan dengan ruang yang mampu menampung maksimal 5-10 pengunjung.

Sedangkan warkop milenial memiliki ruang cukup luas dengan bangku yang ditata selonggar mungkin, didesain dengan hiasan yang artistik, dan memiliki variasi menu makanan pendamping yang sudah dikembangkan. Bahkan menu-menu yang diadaptasi dari beberapa masakan luar negeri.

Warkop milenial juga memiliki fungsi bukan sekedar tempat mampir minum kopi dan nongkrong, tetapi juga digunakan sebagai tempat pertemuan, rapat, dan ulang tahun.

Di Kota Bandung sejarah tentang kedai kopi dapat ditelusuri dengan keberadaan penjualan biji kopi di Kopi Aroma yang eksis sejak tahun 1930 dimiliki oleh Tan Houw Sian dan penjualan kopi di Maison Bogerijen, kini Braga Permai yang eksis tahun 1918.

Selain itu, ada pula Het Snoephuis atau sumber Hidangan yang eksis tahun 1929 di Jalan Braga. Ada lagi Warung Kopi Purnama yang terkenal legendaris di Jalan Alkateri yang didirikan pada tahun 1930.

Kedai kopi yang menjamur saat ini memiliki cara penyajian yang bermacam-macam sesuai perkembangan zaman. Untuk sektor kuliner, di tahun 2022 Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Bandung telah memberikan sertifikasi sebanyak 220 pada pelaku usaha kuliner di Kota Bandung khususnya pada usaha kuliner Industri Kecil Menengah (IKM).

Terkait dengan melonjaknya jumlah kedai kopi di Kota Bandung, pihak pemkot perlu memberikan insentif permodalan dan pembinaan usaha sesuai dengan perkembangan teknologi. Sehingga proses kreatif di kedai kopi bisa berjalan dengan baik. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung mencatat bisnis kedai kopi selalu bertambah dari tahun ke tahun dengan lokasi yang tersebar di seluruh kecamatan dan diprediksi akan terus tumbuh.

Usaha kedai kopi generasi muda di Bandung dikunjungi Presiden Jokowi (sumber : travel.indozone.id )
Usaha kedai kopi generasi muda di Bandung dikunjungi Presiden Jokowi (sumber : travel.indozone.id )

Kondisi ekonomi nasional yang diwarnai dengan merosotnya daya beli ternyata belum terpengaruh terhadap omset penjualan kedai kopi di kota Bandung. Sebagian besar pemilik kedai kopi mengambil keputusan berdasarkan intuisi atau persepsi terhadap lingkungan bisnis.

Demikian pula dalam proses pengambilan keputusan strategis, pengelola kedai kopi sering kali tanpa melalui perencanaan yang terstruktur, tidak mengembangkan sebuah perencanaan formal dan terhanyut dalam situasi yang ada dan relatif mengikuti mode serta pemenuhan kebutuhan pasarnya.

Kedai kopi biasa dipakai tempat berkumpulnya remaja, hingga orang tua yang ada hampir di setiap perumahan. Tren konsumsi kopi di kalangan kaum muda berpotensi besar meningkatkan jumlah konsumsi kopi di Indonesia. Pernyataan tersebut didukung oleh data yang bersumber dari International Coffee Organization (ICO) yang menunjukkan adanya tren kenaikan konsumsi kopi di Indonesia secara signifikan.

Sejak 2015 ICO merilis data pertumbuhan jumlah peminum kopi di Indonesia, yaitu sebesar 8 persen lebih besar daripada pertumbuhan dunia yang hanya mencapai 6 persen. Selaras dengan ICO, data Hasil Proyeksi Konsumsi Kopi di Indonesia yang dirilis oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian menunjukkan terjadinya peningkatan konsumsi kopi nasional selama 4 tahun terakhir. Rata-rata pertumbuhan konsumsi kopi nasional mencapai angka 2,49 persen.

Apabila melihat data peningkatan konsumsi kopi tersebut, tak dapat dipungkiri bahwa bisnis kedai kopi merupakan bisnis yang memiliki prospek yang baik ke depannya. Sehingga perlu menginovasikan model bisnisnya agar dapat menarik para konsumen.

Inovasi pada kedai kopi di Kota Bandung sebaiknya disertai dengan melakukan strategi kolaborasi kreatif. Karena portofolio usaha kedai kopi di masa mendatang semakin mengalami irisan dengan industri kreatif, travel dan sosial media untuk penetrasi pasar.

Usaha kedai kopi anak muda mesti meneladani para marketers kelas dunia yang berhasil menerapkan emotional marketing. Contoh emotional marketing yang berhasil diterapkan secara gemilang dilakukan Howard Schultz dari Starbucks. Konsep third place for drinking coffee Starbucks penuh konstrain emotional marketing tersebut perlu diadopsi.

Konsep diatas mesti ditiru, dimana portofolio usahanya memerlukan transformasi ke arah kolaborasi kreatif (collaboration creation ) dalam model bisnisnya. Perlu inisiatif kolaborasi antar kedai atau home industry terkait produk yang dijajakan oleh kedai kopi. Pentingnya menciptakan sebuah platform lewat media sosial. Pentingnya kedai kopi di perumahan membuat ekosistem kolaborasi kreatif jika ada acara pernikahan atau hajatan di perumahan tersebut untuk menyediakan minuman dan jajanan untuk tamu undangan. Kedai kopi juga perlu inovasi pelayanan antar kopi dan makanan ke rumah-rumah.

Usaha kedai kopi perlu memperhatikan dengan seksama tentang kenikmatan kopi. Nikmat kopi memang subjektif, namun perlu dipertanyakan terus menerus kepada para pelanggan. Agar komposisi dan cara meracik kopi tepat di lidah pelanggan. Biasanya kopi yang kurang enak rasanya over. Bisa terlalu pahit, bisa terlalu asam. Jika ini yang terjadi kehadiran es bisa sedikit menyelamatkan. Tapi jika yang terjadi adalah rasa atau aroma yang ganjil perlu berkreasi dengan mencampurnya dengan susu cair atau madu dan sirup rupa-rupa sesuai dengan kehendak konsumen.

Perlu meniru inovasi media yang telah dibangun oleh Starbucks, yang mana konsumen diundang oleh untuk aktif memberikan ide atau gagasannya tentang aroma dan cita rasa. Melalui proses kolaborasi kreatif inilah akhirnya Starbucks berhasil membuat aneka produk yang lebih enak, sehat dan sesuai dengan hasrat sebagian besar konsumennya. [SRIM]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun