Mohon tunggu...
Sri Maryati
Sri Maryati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Mengalirkan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kejahatan Seksual di Lingkungan Pendidikan, Bagaimana dengan Hukuman Kebiri?

5 Agustus 2024   15:35 Diperbarui: 5 Agustus 2024   16:07 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kejahatan seksual di lingkungan sekolah (Sumber : BBC/Davies via Kompas.com)

Harian Kompas (04/08/2024) memberitakan kasus guru sekolah di Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, telah mencabuli 24 siswi selama tiga bulan terakhir. Ruang aman anak kian menghilang, anak terus menjadi korban. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat masih tingginya kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Pada Januari-Mei, terjadi 22 kasus dengan total korban 202 anak. Data ini diperoleh berdasarkan pemberitaan di media dan telah dilaporkan ke kepolisian.

Publik menjadi geram terkait dengan tingginya kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan. Ini merupakan indikasi ruang aman anak yang semakin berkurang. Ironisnya pelaku kekerasan seksual justru banyak dilakukan oleh guru yang memiliki relasi kuasa yang kuat.

Penjahat seksual atau pelaku kekerasan seksual semakin marak karena hukuman kebiri eksekusinya belum bisa ditegakkan. Akibatnya tidak ada efek jera di kalangan penjahat. Sungguh tragis nasib siswa sekolah yang mengalami kekerasan seksual oleh gurunya. Sekolah menjadi tidak aman karena guru memiliki relasi kuasa dan bisa menekan murid lewat berbagai modus dan cara. Hukuman kebiri perlu dilaksanakan terhadap guru yang melakukan kejahatan kekerasan seksual. Jika guru tersebut dikebiri, niscaya akan menjadi efek jera.

Sekedar catatan, untuk pertama kalinya, vonis berupa kebiri kimia diputuskan di pengadilan Indonesia. Namun, hingga kini, kejaksaan masih mencari rumah sakit yang bisa mengeksekusi putusan yang sudah inkrah ini. M. Aris (20), seorang tukang las asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, menjadi terpidana pertama yang harus menjalani hukuman kebiri kimia setelah terbukti melakukan perkosaan terhadap 9 anak.

Kasus kekerasan seksual terhadap anak terus marak. Sebenarnya jenis hukuman bagi pelaku sudah mengerucut kepada dua metode, yakni hukuman kebiri atau pemasangan alat pendeteksi elektronik kepada para pelaku. Aturan teknis hukuman tersebut pernah macet karena Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak melakukan suntik kebiri kimia bagi penjahat seksual anak. Karena hal itu dinilai merupakan pelanggaran terhadap sumpah dan kode etik kedokteran.

Sikap IDI yang menolak kebiri merupakan paradoks dan di mata masyarakat terlihat ironis, karena Perppu Perlindungan Anak jelas-jelas berlandaskan pada asas hukum. Sehingga jika para dokter melakukan eksekusi suntik kebiri dia tidak melanggar hukum.

Pemerintah bisa melalui metode eksekusi yang lain dengan bantuan teknologi. Teknologi robot bisa saja menggantikan fungsi dokter untuk tugas eksekusi hukuman kebiri. Apalagi pada saat ini sudah banyak robot canggih yang sangat membantu bidang kedokteran, seperti pembedahan, pembiusan, dan tindakan medis lainnya.

Dunia kedokteran telah diwarnai dengan kehadiran robot-robot pintar. Teknologi robotika telah banyak membantu para dokter dalam melakukan proses pembedahan yang rumit dengan lebih aman dan dengan ketangkasan yang lebih tinggi dari tangan manusia. Contohnya adalah mesin robot yang digunakan untuk membuat crown gigi yang memangkas prosesnya menjadi hanya beberapa jam saja.

Para teknolog telah menciptakan robot bedah dengan ukuran yang sangat kecil yakni dua milimeter. Dengan ukuran robot yang super mini dapat ditekuk untuk memudahkannya meliuk-liuk di dalam tubuh saat operasi. Dengan fleksibilitas seperti itu paramedis lebih gampang dalam mengarahkan robot untuk melakukan operasi bedah pada pasien.

Robot untuk pembedahan atau robotic surgery akan terus berkembang dan harganya semakin terjangkau oleh rumah sakit umum. Dimasa mendatang operasi bedah sudah beralih dari operasi besar menjadi operasi dengan luka operasi yang kecil (sayatan kecil) dengan teknik laparoscopy. Bahkan pada saat ini sudah ada teknologi robot yang bisa membuat wanita hamil.

Robot tersebut bisa membantu sperma untuk membuahi sel telur. Teknologi yang diberi nama Spermbot bisa membantu manusia yang memiliki masalah dengan kesuburannya. Robot bisa mengatasi dengan mendorong laju sperma untuk menemukan sel telur.

Kecanggihan robot sudah barang tentu bisa menggantikan fungsi sepele sebagai tukang suntik untuk mengeksekusi hukuman kebiri bagi penjahat seksual. Para dokter di Indonesia yang tergabung dalam IDI mestinya sadar, sudah banyak negara lain yang menerapkan hukuman kebiri kimia untuk mengatasi darurat kejahatan seksual.

Seperti contohnya pemerintah Turki dan India yang memberlakukan kebiri paksa bagi para pemerkosa. Di Turki, setiap tahun terjadi 15 ribu kasus anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Karena itu Turki segera meloloskan undang-undang yang mengatur hukuman kebiri kimiawi bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak.

Sebenarnya sudah ada beberapa negara yang memberlakukan metode kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual. Ada sebagian kalangan yang berpendapat keliru karena menganggap pemberian hukuman kebiri tidak menimbulkan efek jera bagi pelakunya karena pelaku sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka khawatir hukuman kebiri tersebut justru menimbulkan efek negatif yakni terjadi dendam yang membuat pelaku melakukan kejahatan lainnya seperti pembunuhan.

Ternyata pendapat di atas tidak berdasar karena data dan pengalaman dunia internasional menunjukkan hukuman kebiri ternyata berhasil menimbulkan efek jera. Pengalaman di Rumah Sakit Psikiater Bohnice di Praha menunjukkan bahwa diantara 100 orang pemerkosa yang dikebiri tidak mengulangi kejahatan yang sama. Penelitian di Denmark menunjukkan angka penurunan tingkat kejahatan yang dilakukan oleh 900 penjahat yang dikebiri.

Sedangkan hasil penelitian di Amerika Serikat menunjukkan hal yang sama. Sebanyak 48 pria yang dikebiri secara kimia menggunakan medroxyprogesterone acetate yang disuntikkan selama 12 bulan mengaku telah kehilangan hasrat seksual, sedikit berfantasi seksual dan dapat mengendalikan desakan seksual mereka. Salah satu pelaku kejahatan seksual yang dikebiri mengaku tindakan ini membantunya mengurangi libido yang mendorongnya memperkosa atau membunuh.

Lewat wawancara di Washington Monthly, penjahat itu mengatakan bahwa penjara saja tanpa kebiri justru tidak akan mampu memenjarakan hasratnya untuk memperkosa anak. [SRIM]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun