Mohon tunggu...
Sri Maryati
Sri Maryati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Mengalirkan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Alih Wahana Sastra Perlu Platform dan Kolaborasi Industri

3 Agustus 2024   15:30 Diperbarui: 8 Agustus 2024   07:30 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Program untuk mengalih wahanakan karya sastra ke dalam format audio siniar (podcast) dan siar merupakan kebijakan yang tepat untuk memajukan budaya serta pariwisata dan ekonomi kreatif. Alih wahana bisa menggairahkan entitas budaya dan media hiburan serta mendorong siswa sekolah lebih bergairah mempelajari karya sastra. Teknologi semakin mempermudah alih wahana sastra. Dibutuhkan kolaborasi industri untuk bersama menghidupkan sastra pada zaman sekarang.

Salah satu program alih wahana sastra adalah musikalisasi puisi. Musikalisasi tersebut bukanlah sesuatu yang baru. Bunyi (instrumen musik) dan teks puisi sudah hadir sejak zaman lampau. Bahkan musikalisasi puisi sudah menjadi perhatian bagi para komponis sejak dahulu.

Sebut saja Franz Schubert (1797-1828), yang membuat komposisi musik vokal berdasarkan syair-syair gubahan pujangga besar Eropa di zaman itu. Selain itu Maurice Ravel (1875-1937), komponis yang membuat sebuah karya piano (berjudul Gaspard de la Nuit) berdasarkan puisi karya pujangga Prancis, Aloysius Bertrand (1807-1841).

Bagaimana di Indonesia ? Musik puisi pernah mewarnai jagat musik era 70-an di Indonesia. Musikalisasikan puisi karya Sanusi Pane, Chairil Anwar, Kirdjomulyo, dan Ramadhan K.H pernah dilakukan. Bahkan karya sastra tersebut digubah menjadi lagu oleh komponis dan penulis lagu F.X. Sutopo. Grup musik Bimbo bisa dibilang pelopor musik puisi di Indonesia. Grup ini berkolaborasi dengan penyair Taufiq Ismail antara lain dengan tajuk “Dengan puisi aku bernyanyi”.

Alih wahana membutuhkan Dibutuhkan platform digital karya anak bangsa yang multifungsi, baik sebagai wahana siniar, media penyiaran sekaligus forum pertemuan atau kolaborasi virtual. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Kebudayaan menginisiasi alih wahana untuk sandiwara sastra guna mendekatkan khazanah sastra kepada publik.

Di masa lalu, sandiwara audio yang disiarkan lewat radio sangat populer. Ketika muncul media audio-visual dan media sosial, bentuk ini mulai memudar popularitasnya. Tapi belakangan ada kebangkitan media audio seperti podcast.

Selain aspek pemajuan budaya dan parekraf pihak Kemendikbud juga menjadikan siniar atau podcast sebagai bentuk inovasi. Alih wahana karya sastra Indonesia ke dalam medium audio ini ditujukan untuk memperkenalkan dan menghidupkan kembali karya-karya sastra Indonesia.

Secara teknis siniar adalah serangkaian file audio digital kata yang diucapkan secara episodik yang dapat diunduh pengguna ke perangkat pribadi agar mudah didengarkan. Aplikasi streaming dan layanan siniar menyediakan cara yang nyaman dan terintegrasi untuk mengelola antrian konsumsi pribadi di banyak sumber podcast dan perangkat pemutaran.

Pada saat ini konten siniar yang ditawarkan cukup beragam. Perlu gerakan dan insentif untuk mendorong para siniar dan praktisi radio agar mempromosikan keanekaragaman seni dan budaya lokal dengan cara memproduksi berbagai konten yang berkualitas sebanyak-banyaknya

Konten ini meliputi beragam info lokal dan pertunjukan seni dan budaya, aneka cerita dan dongeng, sandiwara sastra, informasi wisata dan kuliner, dan berbagai kreativitas promosi berbasis audio dari seluruh pelosok Nusantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun