Mohon tunggu...
Sri Maryati
Sri Maryati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Mengalirkan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Ekowisata Sungai Citarik, Asyiknya Bersepeda di Tanggul dan Pematang Sawah

29 Juli 2024   11:22 Diperbarui: 29 Juli 2024   12:23 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersepeda di tanggul sempadan Sungai Citarik Kabupaten Bandung ( dokumen pribadi ) 

Menyusuri sempadan Citarik dan anak sungainya dengan bersepeda sungguh asyik dan menyehatkan badan. Rekomendasi desa wisata yang penulis kemukakan diatas dengan catatan bahwa ekowisata sungai Citarik di Kabupaten Bandung, Jawa Barat perlu ditransformasikan menjadi desa wisata dan pasar budaya.

Transformasi itu bisa menghapus citra negatif Sungai Citarik yang selama ini identik dengan sungai yang amat kotor penuh dengan sampah dan limbah industri.

Citra negatif itu selama ini menempel pada ingatan publik yang merasa jijik menengok sungai Citarik dan anak sungainya yang sangat tercemar. Dengan adanya transformasi Citarik menjadi desa wisata berbasis budaya, timbul kesadaran masyarakat dan pihak industri yang lokasinya berdekatan dengan aliran Citarik untuk tidak mencemari dan membuang sampah disitu. Selain itu debit air Citarik bisa digunakan untuk bertani dan berkebun. Sejak Kecamatan Rancaekek menjadi Kawasan Industri, tingkat pencemaran sungai sangat parah.

Tak kurang dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat sering kali melakukan aksi dan turun lapangan bersama masyarakat yang terdampak pencemaran.

Menyusuri pematang sawah di sekitar Citarik (dokpri ) 
Menyusuri pematang sawah di sekitar Citarik (dokpri ) 

Selama puluhan tahun Sungai Citarik dan anak sungainya dicengkeram oleh limbah dan sampah. Kini saatnya menyelamatkan dengan berbagai macam inisiatif. Sebelum Rancaekek menjadi kawasan yang padat dengan industri dan perumahan, hasil panen bisa mencapai 5-6 ton per hektar. 

Kini satu hektar sawah hanya bisa dipanen kurang dari tiga ton. Akibatnya tidak sedikit warga yang beralih menjadi buruh tani di daerah lain atau bekerja sebagai buruh pabrik di sekitar Rancaekek. Parahnya tingkat pencemaran Citarik menjadi perhatian serius dari Greenpeace, Walhi Jabar dan sejumlah pihak terkait. Betapa malang nasib petani yang memiliki lahan pertanian di Desa Linggar, Jelegong, Sukamulya dan Bojongloa yang tanahnya rusak parah akibat pencemaran Sungai Cikijing, yang merupakan anak Citarik.

Penanggulangan pencemaran dan transformasi ekowisata terhadap kawasan sungai Citarik yang mengalir hingga berdekatan dengan stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) perlu terus digiatkan. Sekarang masyarakat mulai menggemari wisata bersepeda menyusuri tanggul atau sempadan Citarik sambil menikmati sensasi bersepeda di pematang sawah dan kebun buah. 

Biasanya wisata sepeda tersebut berakhir di kawasan GBLA dan disitu kalau hari libur banyak pedagang makanan yang menyajikan bermacam kuliner. Kuliner yang khas seperti ikan bakar dan aneka lauk pauk rumahan bisa menjadi menu untuk botram alias makan-makan bersama.

Masyarakat desa di sekitar Citarik setuju jika desanya bertransformasi menjadi ekowisata. Hasil angket menyatakan 92,5% responden setuju jika desanya dijadikan kawasan ekowisata karena dapat meningkatkan perekonomian warga, kemudian lingkungan menjadi lebih baik mendapat persetujuan 34%, dan alasannya agar ramai mendapat 17% persetujuan.

Persawahan di sekitar DAS Citarik jangan lagi tercemar limbah (dokpri ) 
Persawahan di sekitar DAS Citarik jangan lagi tercemar limbah (dokpri ) 

Beberapa pihak telah menaruh perhatian terhadap kondisi Sungai Citarik dan anak sungainya. Seperti misalnya Kanwil DJKN Jawa Barat diwakili KPKNL Bandung berkolaborasi bersama akademisi dan komunitas warga Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarik menyelenggarakan workshop dan penelitian. Sungai Citarik dipilih sebagai salah satu daerah percontohan dalam pengembangan program Citarum Harum, Dalam workshop ini turut hadir peneliti dari Monash University.

Kegiatan tersebut sekaligus merupakan bentuk sosialisasi dan dialog langsung bersama warga setempat untuk membahas pembangunan area ekowisata Sungai Citarik. Warga secara terbuka menyampaikan permasalahan terkait penyelamatan dan pemeliharaan Sungai Citarik kepada akademisi yang kemudian dibahas dan dikaji bersama. 

Keterlibatan warga sangat penting, pembangunan harus dinikmati warga setempat tapi juga harus memaksimalkan keterlibatannya. Akademisi dan pemerintah hanya fasilitator. Bahkan, peneliti Universitas Indonesia, Reni Suwarso menegaskan keseriusannya dalam bersinergi dengan masyarakat untuk merancang Citarik yang diharapkan akan jadi etalase Citarum yang bisa dibanggakan.

Sosialisasi ekowisata Citarik sebaiknya ditransformasikan hingga ke pelosok desa. Apalagi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah berkolaborasi dengan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPP APDESI) dalam upaya mengembangkan desa wisata dan desa kreatif.

Desa merupakan akar dan asal-usul identitas budaya Indonesia. Pemerintah daerah hingga ke tingkat desa/kelurahan perlu membangun pasar budaya sebagai bagian dari creative hub atau pusat kreatif yang bisa menjadi ruang dinamis yang menyediakan lapangan pekerjaan, pelestarian lingkungan, memperluas layanan pendidikan, kesempatan networking dan pengembangan bisnis, serta menciptakan inovasi yang berbasis potensi lokal.

Danau buatan di Perumahan yang berada di sekitar Citarik (dokpri) 
Danau buatan di Perumahan yang berada di sekitar Citarik (dokpri) 

Transformasi Citarik menjadi ekowisata yang berbasis budaya sebaiknya melibatkan dunia pendidikan dasar,menengah hingga perguruan tinggi. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Anwar Makarim menyatakan eksistensi pasar budaya berbasis desa bisa menjadi bahan pembelajaran para siswa dan pelaku pendidikan untuk mengakselerasi kebermanfaatan dan praktik baik program Merdeka Belajar dan Merdeka Berbudaya.

Pasar budaya berbasis desa secara yuridis, mempertemukan dua perundang-undangan, yaitu Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Keduanya memiliki semangat untuk mengeksplorasi kekuatan masyarakat dari tingkat desa. [ SRIM ]

Penulis membakar ikan yang dibeli di empang sekitar Citarik ( dokpri )
Penulis membakar ikan yang dibeli di empang sekitar Citarik ( dokpri )

Botram ikan bakar dari empang di sekitar Citarik (dokpri)
Botram ikan bakar dari empang di sekitar Citarik (dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun