Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim) KPK telah selesai melakukan seleksi administrasi terhadap capim dan calon anggota Dewas KPK. Total, ada 236 orang lolos seleksi administrasi sebagai calon pimpinan KPK. Jumlah tersebut berasal dari 318 orang yang mendaftar sebagai calon pimpinan KPK sejak pendaftaran dibuka pada 26 Juni-15 Juli 2024.
Publik berharap pimpinan KPK memiliki integritas dan kapabilitas yang tinggi. Juga memiliki visi teknologi anti korupsi dan mampu memperbanyak jumlah Whistleblower dari berbagai kalangan untuk mengganyang koruptor.
Strategi pemberantasan korupsi yang ampuh salah satunya adalah dengan cara memperbanyak kelahiran Whistleblower di berbagai lini kehidupan bangsa ini. Whistleblower yang secara harfiah berarti peniup peluit adalah sosok penting dalam proses pengungkapan korupsi. Di Indonesia memang sudah muncul beberapa Whistleblower yang sangat berarti bagi upaya pemberantasan korupsi dan menciptakan sistem pemerintahan yang baik dan bersih. Namun peran dan jasa para Whistleblower itu selama ini kurang dihargai secara layak.
Masih hangat dalam ingatan publik tentang nasib Whistleblower yang pernah menderita karena panen ancaman dan tekanan dari pihak tertentu. Yakni Khairiansyah Salman mantan auditor BPK.
Auditor itu "direkayasa" untuk dijerat dengan tuduhan melakukan pidana korupsi berupa suap sebesar 10 juta Rupiah. Tuduhan itu tergolong korupsi kelas gurem, seharusnya tidak dijadikan fokus utama pemberantasan korupsi yang digelar oleh Tim Tastipikor. Lembaga anti korupsi yang terdiri dari berbagai instansi pemerintah saat itu harusnya menggebuk koruptor kelas kakap sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Khairiansyah oleh KPK sebelumnya telah ditetapkan sebagai auditor "putih" yang telah berjasa besar sebagai Whistleblower atau peniup peluit pembongkaran kasus korupsi di KPU. Namun tiba-tiba oleh Tim Tastipikor dicat hitam sehingga berubah menjadi auditor "hitam". Kontan saja Transparency International ( TI ) yang telah menganugerahkan Integrity Award 2005 kepada Khairiansyah dibuat repot.
Ada perbedaan antara Justice Collaborator dan Whistleblower. Mengutip Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011, kita bisa memahami perbedaannya. Dimana Justice Collaborator artinya Saksi Pelaku yang Bekerjasama. Justice Collaborator adalah salah satu pelaku tindak pidana tertentu yang mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
Sedangkan Whistleblower artinya Pelapor Tindak Pidana. Whistleblower adalah pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya.
Justice Collaborator dan Whistleblower di Indonesia telah diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait perlindungan terhadap Justice Collaborator dan Whistleblower. Yakni ;
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 (perubahan atas UU Nomor 13 tahun 2006) tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Terlapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.