Mohon tunggu...
Sri Maryati
Sri Maryati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Mengalirkan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Penerapan Cukai Gula Mengapa Tersendat?

15 Juli 2024   18:56 Diperbarui: 15 Juli 2024   19:01 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cukai minuman berpemanis dalam kemasan ( dokpri ) 

Sejak awal tahun 2024 mestinya pemerintah mulai giat melaksanakan kebijakan pengenaan cukai gula atau disebut cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).Ternyata kebijakan itu tampak tersendat-sendat alias belum berjalan secara efektif dan tampak belum ada kesungguhan dari semua pihak.

Proses pembuatan aturan penerapan cukai gula sejak awal ditentang keras oleh pengusaha MBDK. Penerapan juga menimbulkan semacam "perang dingin" antara dua kubu Kementerian.

Sesuai dengan tren dunia, cukai gula atau MBDK merupakan cara yang efektif dalam menurunkan konsumsi masyarakat terhadap gula, serta menekan biaya penanganan penyakit akibat konsumsi gula berlebih. Penerapan kebijakan ini telah mengalami penundaan berulang kali dikarenakan alasan pemulihan ekonomi nasional dan situasi global.

Pada saat penerapan cukai gula tersendat-sendat, ada wacana pelabelan khusus kandungan gula pada produk kemasan minuman dan makanan. Pelabelan khusus kandungan gula ini sudah barang tentu tidak akan efektif dalam mengubah perilaku konsumsi masyarakat.

Pemasangan Label Kandungan Gula mestinya terintegrasi dengan implementasi cukai gula. Publik melihat sejak awal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengusulkan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar produk gula dimasukkan ke dalam barang yang dikenai cukai. Hal itu demi kesehatan bangsa Indonesia, karena cukai bertujuan mencegah tingkat obesitas masyarakat yang semakin tinggi. Oleh dunia Indonesia ini dikenal dengan sebutan extremely narrow coverage. Yakni negara yang memiliki sangat sedikit objek cukai dibandingkan dengan negara lain.

Pihak Kementerian Keuangan lewat Direktorat Jenderal Bea Cukai menanggapi positif. Publik yang paham tentang pentingnya kesehatan berharap agar penerapan cukai gula tidak berlarut-larut lagi seperti penerapan cukai plastik.

Sesuai dengan Undang-Undang nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai. Pada hal ini, beberapa karakteristik barang yang dapat dikenakan cukai adalah barang yang:

Konsumsi minuman berpemanis secara berlebih dinilai memiliki banyak dampak negatif bagi kesehatan masyarakat. Tidak hanya itu, hal ini juga memiliki efek domino terhadap kondisi keuangan negara.

Saat ini, harga minuman berpemanis dalam kemasan tidak mencerminkan biaya eksternal bagi masyarakat; melalui penerapan cukai, pemerintah dapat menutup biaya langsung maupun tidak langsung yang timbul dari konsumsi MBDK yang berlebihan. Cukai MBDK telah diidentifikasi sebagai kebijakan "pembelian terbaik" oleh WHO dan juga direkomendasikan oleh UNICEF sebagai alat yang efektif untuk mencegah kelebihan berat badan dan penyakit tidak menular (PTM) terkait pola makan, di samping langkah-langkah seperti pelabelan gizi pada bagian depan label kemasan (front-of-pack nutritional labels (FOPNL)) dan pembatasan pemasaran makanan yang tidak sehat .

Sebuah studi pemodelan dampak cukai MBDK di Indonesia menemukan hasil yang positif dalam hal penurunan kelebihan berat badan, obesitas, diabetes tipe 2, stroke dan penyakit jantung iskemik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun