Mohon tunggu...
Sri Lestari
Sri Lestari Mohon Tunggu... Penulis - Pengajar, Penulis, Peneliti

Tertarik pada isu pendidikan dan gender

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Isu Gender di Institusi Pendidikan Dasar Muhammadiyah

14 April 2022   14:15 Diperbarui: 14 April 2022   14:20 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketidakadilan gender dalam sektor pendidikan dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu hak pendidikan perempuan, keberpihakan terhadap proses dan materi pembelajaran, serta ketidakadilan dalam memilih jurusan. Pada pendidikan dasar, muatan gender dominan ditunjukkan dalam materi perbedaan perempuan dan laki-laki. Pada institusi Muhammadiyah, muatan gender terdapat pula dalam pembelajaran Al-Islam dan Kemuhammadiyahan.

Namun, pendidikan sensitif gender minim diterapkan di sekolah-sekolah, salah satunya sekolah Muhammadiyah. Seperti yang terlihat dalam buku teks Al-Islam kelas 1 tedapat bagaimana peran gender tradisional yang ditunjukkan melalui gambaran domestikasi untuk ibu dan sebaliknya peran publik dikhususkan untuk ayah. Ibu digambarkan melakukan kegiatan seperti memasak, mengasuh anak, dan membersihkan rumah. Sementara itu, aktivitas ayah lebih banyak seputar mencari nafkah dan pergi berjualan ke pasar, serta aktifitas publik lainnya.

Sementara pada materi lainnya mencerminkan bahwa pekerjaan membersihkan rumah tidak terikat pada gender dan seksualitas. Digambarkan dalam buku Al-Islam untuk kelas 2 SD bagaimana anak laki-laki mencuci baju, menjemur, dan menyetrikanya secara mandiri. Penyampaian materi dalam buku-buku Al-Islam dan Kemuhammadiyahan rupanya memang masih terjadi inkonsistensi, di sisi lain nampak memihak namun seringkali juga lebih banyak terlihat bias.

Penggambaran buku/bahan ajar tentang sensitifitas gender memang sudah lama dinilai tidak berpihak. Hanya sedikit yang menggambarkan sebaliknya, selebihnya justru menjadi faktor utama yang dapat memperlebar kesenjangan gender. Padahal seharusnya buku Al-Islam dan Kemuhammadiyahan berfungsi sebagai buku pengangan moral siswa. Namun kenyataannya, masih ada muatan materi yang memarginalisasi, mensubordinasi, menampilkan beban kerja ganda, dan menstigmatisasi perempuan.  Hal ini tentu perlu ditransformasi agar buku ajar menjadi lebih sensitif gender.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun