Mohon tunggu...
sri lestari
sri lestari Mohon Tunggu... Guru - Guru

nama saya Sri lestari, saya seorang guru, saya suka membaca dan ingin berliterasi untuk selalu menambah pengetahuan. Dari pengalaman membaca saya ingin menuliskan segala hal yang memberikan manfaat bagi orang banyak. Saya suka jenis tulisan fiksi, nonfiksi, maupun inspiratif. Dengan bergabung di Kompasiana, harapan saya semoga saya bisa mengembangkan diri melalui tulisan-tulisan yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengapa Keterampilan AQ Perlu Dikembangkan?

1 Juni 2022   07:00 Diperbarui: 1 Juni 2022   07:05 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mengapa Keterampilan AQ Perlu Dikembangkan?

Oleh: Sri Lestari

Setiap orang tentu punya keinginan untuk menjadi sukses. Setiap orang tua maupun guru juga menginginkan anak-anaknya menjadi sukses secara dunia maupun akhirat. Untuk mencapai sukses tentu harus dibarengi dengan usaha keras. Selain usaha, kesuksesan seseorang dapat tercipta karena adanya keyakinan dan percaya diri. Usaha, keyakinan, dan percaya diri, bersinergi karena adanya komponen yang membentuk ketiganya. Komponen tersebut meliputi IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional Quotient), SQ (Spiritual Quotient), dan AQ (Adversity Quotient).

IQ (Intelligence Quotient) atau kecerdasan intelektual, yaitu kecerdasan seseorang dalam berpikir, mengingat, memahami dan menguasai lingkungan. Kecerdasan ini berkaitan dengan intelektual, logikan dan kemampuan menganalisis secra matematis. Bila hanya sebatas ini yang diajarkan kepada anak, maka yang akan terjadi adalah terciptanya pengangguran. Ini bisa terjadi karena kecerdasan yang dimiliki bisa digantikan oleh mesin.

EQ (emotional Question) atau kecerdasan emosi, yaitu kemampuan atau kecerdasan seseorang dalam mengelola emosi dengan baik dalam diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain. Orang yang kecerdasan emosinya baik dapat mengontrol emisi diri sendiri, mengendalikan perasaan dan emosi yang kadang datang tiba-tiba, mampu berempati, dan mampu mengelola hubungan sosial.

SQ (Spiritual Quotient) atau kecerdasan spiritual yaitu kecerdasan seseorang dalam mengembangkan diri secara utuh dengan melalui kesadran penciptaan sehingga dapat menerapkan nilai-nilai dan makna positif dalam kehidupan. Orang yang kecerdasan spiritualnya berkembang mampu bersikap fleksibel dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga akan mengerti mengenai makna hidup dan kehidupan.

AQ (Adversity Quotient) yaitu kecerdasan menghadapi keadaan sulit atau disebut kecerdasan mental. Orang yang mempunyai AQ tinggi akan bermental tangguh.  Dia akan mampu menghadapi keadaan sulit, tangguh menghadapi tantangan, sanggup memberikan respon dalam kesulitan hidup dan mampu beradaptasi dengan keadaan. AQ berperan penting dalam mencapai kesuksesan. Dengan keterampilan ini akan mampu menghadapi krisis, mampu membaca dan mengambil peluang terbaik dan akan memperjuangkannya.

Dalam pendidikan, AQ kadang-kadang tidak ditanamkan atau diberikan kepada anak, baik guru maupun orang tua. Banyak guru dan orang tua yang sudah kenal dan paham akan paham IQ, EQ, dan SQ, tetapi belum memahami pentingnya keterampilan AQ. Bahkan dengan alasan kasih sayang, justru keterampilan AQ tidak diberikan.

Banyak kasus yang kita temui sebagai bukti tidak dikembangkannya keterampilan AQ. Orang tua malu karena anak tidak naik kelas. Tidak naik kelas adalah hal biasa, tetapi orang tua menganggap anaknya memalukan, sehingga dengan berbagai cara, orang tua menginginkan anak naik kelas. Misalnya dengan mengancam guru atau mendatangi guru agar anak naik kelas. Orang tua tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil sikap dan  menerima kenyataan yang tak menyenangkan dalam menghadapi situasi tersebut. Anak terbiasa dalam keadaan yang aman, sehingga bila suatu saat sudah tidak didampingi orang tua akan kaget dan bingung bila terpaksa menghadapi kondisi sulit.

Ada juga orang tua yang selalu memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan , khawatir anak kekurangan, khawatir anak kelaparan. Selama kebutuhan terpenuhi, anak merasa aman dan nyaman sehingga suatu saat ditinggal orang tua, akan menjadi bingung bahkan frustasi karena yang diandalkan selama ini sudah tidak ada.

Di lingkungan sekolah, siswa yang remedial karena tak mencapai target, dianggap tidak sukses dan bodoh sehingga siswa akan menghalalkan berbagai cara agar tidak remedial. Biarkan siswa dalam keadaan tidak nyaman ini, karena akan membuat siswa biasa lebih sportif menghadapi persoalan hidup. Siswa akan lebih tertantang dan berusaha menyelesaikan persoalannya sendiri.

Kadang-kadang orang tua dan guru ingin siswa selalu nyaman. Menurut Bobby De Porter (2005) dalam buku Quantum Learning bahwa belajar akan optimal bila berada dalam keadaan nyaman dan menyenangkan. Akhirnya diciptakanlah situasi yang nyaman dan menyenangkan. Dampaknya, bila siswa berada dalam situasi tidak nyaman dan tidak  menyenangkan siswa tidak bisa belajar. Jadi, siswa hanya bisa belajar apabila situasinya menyenangkan. Padahal, harus dibiasakan apakah keadaan nyaman atau tidak nyaman, siswa tetap harus belajar. Di sinilah pentingnya AQ bagi siswa.

Dapat disimpulkan bahwa orang tua dan guru tidak perlu terlalu memanjakan anak dengan keadaan yang  terbiasa dalam zona aman dan nyaman. Berikan kesempatan anak menyelesaikan persoalan sendiri sehingga mereka akan lebih dewasa dan lebih cerdas dalam menghadapi hidup dan kehidupan. Biarkan mereka berkembang secara seimbang baik IQ, EQ, SQ, maupun AQ. Jadi selain keterampilan dan intelegensi, emosi, dan spiritual, kita dukung juga berkembangnya keterampilan dan kecerdasan adversity atau ketangguhan. Dengan demikian, ke depan akan lahirlah generasi yang tangguh dan sukses menghadapi segala tantangan.

BAHAN BACAAN DAN REFERENSI

Agustian, Ary Ginanjar & Ridwan Mukri. 2007. ESQ for Teens. Jakarta: Agra Publishing

DePorter, Bobby. 2005. Quantum Learning: Membiasakan belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa

Nasution, Ade Rahma Putri. 2020. Dinamika Psikologi Adversity Quotient pada anak dengan  Orang Tua OSD (Scizofren). Artikel Journal Psikologi, FPSB UII Yogyakarta. (hlm.3-7)

Stolt, Paul G. 2005. Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang (Terj. T. Hermaya; Ed. Yovita Hardiwati). Cetakan Keenam. Jakarta: PT Grasindo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun