Slogan "Negara Maritim" telah lama menjadi sejarah Indonesia. Namun buka mustahil untuk membangun kembali citra potensial ini. Indonesia memiliki laut 2 kali lebih luas daripada luasan daratannya. Pun Indonesia adalah negara kepulauan yang satu daratan dengan daratan lainnya terhubung oleh selat, sungai-sungai besar, bahkan laut dan samudera. Ditambah Indonesia yang seluruh kepulauannya dilewati garis ekuator membuat Indonesia memperoleh sinar matahari sepanjang tahun. Semua hal ini adalah bonus geografi yang dimiliki Indonesia.
Nauman Riyaz Maldar et al (2020) menyampaikan energi dari air (hydropower) memiliki urutan ketiga yang representatif untuk dikembangkan setelah energi fosil dan panas bumi (geothermal), di dunia.
Energi fosil seperti batu bara dan migas misalnya, diproyeksikan akan habis karena memang masuk dalam kategori energi yang tidak dapat diperbarui (non renewable energy). Maka, pemerintah Indonesia merencanakan di tahun 2050 nanti Energi Baru Terbarukan (EBT) mampu membaur maksimal secara nasional diantara sumber energi primer lainnya untuk dapat memenuhi permintaan konsumen. Target terdekat adalah di tahun 2025 nanti dicapai angka 23% Energi Baru Terbarukan (EBT) masuk dalam bauran energi primer nasional.
Dua strategi diatas kemudian dibaca oleh berbagai pihak. Pemerintah daerah, institusi non-profit yang bergerak di sektor EBT, hingga institusi pendidikan kemudian merespon strategi ini dengan berbagai aksi nyata. Pemerintah daerah membahas strategi pemanfaatan potensi di daerah masing-masing. Institusi non-profit menjalankan tugasnya untuk "sounding" kepada masyarakat luas dengan caranya. Terlebih institusi pendidikan kemudian juga membuka cabang-cabang keilmuan yang berfokus pada topik Energi Baru Terbarukan (EBT).
Perspektif saya sebagai salah satu mahasiswa bidang Teknik dan Manajemen Energi Laut Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) adalah semua pihak akan bekerja secara paralel untuk mencapai target yang telah disetujui. Pada kesempatan ini penulis berusaha membaca, bagaimana potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) dari sektor laut Indonesia?
Setelah penulis belajar baik dari diskusi renyah dengan guru, senior, teman hingga mengikuti webinar yang diselenggarakan oleh institusi terkait, Indonesia adalah salah satu negara dengan bonus geografi luar biasa untuk pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) sektor laut!
Tidak ada penerapan teknologi yang tidak berdampak bagi lingkungan. Persoalannya adalah bagaimana agar lingkungan, dengan caranya yang unik, bisa "menerima" dampak penerapan dari suatu teknologi. Dan EBT adalah salah satu solusi dari teknologi yang dapat berjalan selaras dengan alam. Tiga terminologi untuk Energi Baru Terbarukan (EBT) menurut Paul A. Lynn (2014) adalah dapat terbarukan (renewable), berkelanjutan (sustainable) dan bebas karbon (carbon-free). Sudah waktunya untuk "back to nature, kembali kepada bagaimana cara alam ini bekerja". Sesimpel harapan "agar anak cucu kita bisa merasakan segarnya udara pagi ketika mereka akan memulai harinya kelak".
Dari berbagai studi yang telah dilakukan, Indonesia dinilai memiliki setidaknya tiga sumber energi laut berikut ini:
1 Geombang Laut (ocean wave)
Potensial untuk area laut terbuka dengan fetch yang relatif panjang, dimana gelombang laut selalu ada sepanjang waktu untuk dapat menghasilkan energi listrik.
2 Panas Laut (ocean thermal)